Part 1. Don't Wanna Cry

1493 Words
Alunan melodi piano lagu baru ciptaannya terdengar sampai seluruh auditorium ruang konsernya. Ruang konser yang terdapat di Gedung music and art nya itu sudah berdiri sekitar enam tahun. Berdiri jaya dan kokoh serta telah mencipatkan para musisi dan penyanyi dengan talenta luar biasa. Pat and Via MuZic Management akhirnya menjadi nama rumah produksi musik nya. Berkolaborasi dengan istrinya mengapresiasi seni musik dan vocal. Tahun ini merupakan tahun ke enam berdirinya gedung ini dan tahun ke dua meninggalnya istri dari pemilik Gedung music megah ini. (Lagu asli Don't Wanna Cry by Seventeen) Lagu berjudul Don't Wanna Cry yang komponis ini ciptakan beberapa minggu ini untuk memperingati mendiang istrinya. Dia memainkannya dengan penghayatan mendalam. Sesekali agak terisak dan sesak di d**a mengingat betapa rasa cintanya menggelora hanya untuk istrinya. Semua mata tertuju hanyut mendengarkan permainan pianonya yang terkadang dia hanya menutup matanya. Dia sudah mempelajarinya dan mengingat setiap tut piano dan nada lagu ini mengingat bakatnya yang hanya segelintir yang memilikinya. Sudah banyak ahli musik menghormati bakat dan keahliannya sebagai komponis muda yang sudah menjadi seorang suami dan seorang ayah. Ayah muda sang komponis dari Zena Patricia Kwan itu bernama Patrick Zayno Kwan. Anak dari Alexander Kwan. Keluarga Bangsawan terkenal di Honolulu. Istrinya putri ketiga dari pengusaha Hotel Prime. Siapa yang tidak tahu Hotel Prime. Zhavia Aloina Prime. Hampir seantero Legacy mengetahui gedung hotel menjulang bak gedung pencakar langit itu. Dan akhirnya permainan pianonya selesai. Seluruh tepuk tangan riuh memenuhi ruang konser. Dia tak mengatakan sepatah katapun. Dia lalu menutup pianonya dan berbisik. "I love you Zhavia, now until end!" Komponis itu lalu berdiri dan menghadap ke penonton yang ada dari mereka mengetahui latar belakang alunan lagu ini menangis haru. Dia membungkukan tubuhnya memberi hormat kepada para hadirin dan meninggalkan panggung. "Daddy daddy!" Di sana Zena sudah memanggil manggil namanya. Patrick tersenyum tipis dan meraih anaknya masuk dalam gendongannya. "Kau melihatku?" Selidik Patrick dengan sedikit memicingkan matanya. "Yes i see you, good job!" Puji Zena sangat bangga dengan sentuhan jari jari ayah nya. "Thankyou my little star!" Patrick mengecup pipi tebal itu. "Patrick, semua bunga dan lilin yang kau pesan sudah memenuhi mansion. Pukul 17.00 semua keluarga Prime akan tiba. Foto besar Mendiang Zhavia sudah tiba di ruanganmu. Kau bisa melihatnya." Kata Eden memberitahukan semua pesanan dan jadwal Patrick. Eden Basariah. Komponis dan sahabat yang paling mengerti Patrick. Dia selalu hadir untuk Patrick dan mengurus semua kebutuhan sahabatnya itu. Apalagi setelah kepergian istrinya. Eden dan Adeline selalu memeperhatikan setiap tindakan dan emosi Patrick. "Thanks sir, aku akan melihatnya. Zena, kau mau melihat mommy?" Ucap Patrick pada Eden dan mengajak anaknya ke ruangan pribadinya. "Yes dad! Ella aunty say dia sungguh cantik!" Pekik Zena dengan matanya yang berbinar binar. "Tentu dia wanita tercantik yang pernah kutemui." Patrick tersenyum dan kembali mengecup pipi putri semata wayangnya. Dan Patrick serta anaknya masuk ke dalam ruang pribadinya di gedung musik ini. Patrick membuka sarung putih yang menutupi foto istrinya itu. "Waaaww daddy, this is mommy! Mommy i miss you! Look, my dad its so handsome!" Zena menuruni gendongan ayahnya dan menatap takjub wajah ibunya yang berbalut gaun putih. Ibunya memang masih muda dan sangat cantik dengan rambut coklat legam bergelombang. Senyumnya yang manis dan mimik wajahnya yang cerah. "Kau bisa saja nak! Sudah puas melihat mommy?" Kata Patrick berjongkok di belakang Zena dan memegang pundak gadis kecil itu. "Belumm.." seketika Zena menjadi diam. Dia melangkahkan kakinya mendekati foto itu. Dia lalu mengelus pipi Zhavia di dalam bingkai itu. "Whats wrong zena?" Selidik Patrick lirih. "Aku merindukannya. Terakhir dia memelukku dad. Sebelum operasi itu dilaksanakan. Bahkan sebelum mommy memasuki ruangan serba putih itu, mommy masih memegang tanganku. AkuAku ingin pelukannya lagi. Sebentar saja." Tutur Zena meneteskan air matanya. Anak kecil itu sungguh merindukan ibunya. Apalagi ketika ayahnya terus memainkan piano, Zena terus teringat pada ibunya yang setiap hari pasti akan menekan tuts piano. "Jangan menangis Zena. Percayalah padaku, setiap malam dia memelukmu." Kata Patrick mendekati putrinya. "Benarkah?" Zena setengah menoleh dan menghapus air matanya. "Ya benar, seperti ini!" Patrick lalu memeluk Zena dari belakang dan seketika aura aura kehangatan seorang ibu juga muncul menggandrungi sisi Patrick dan Zena. Seperti roh roh yang mengitari pasangan ayah dan anak itu. Hawa putih itu berubah seketika menjadi sesosok wanita dewasa seperti rupa pada gambar di bingkai foto itu. Roh wanit ini memeluk suami dan anak perempuannya. Ya, Zhavia selalu mendatangi mereka di saat saat yang sungguh dinantikan seperti kali ini. Seketika Zena merasakan semuanya. Aroma, kehangatan, kelembutan, semua seperti sosok ibunya ada di belakangnya. Zena pun membelalakkan matanya. "Mommy! Mommy right here dad!" Pekik Zena dan Patrick tersenyum. "Ya dia selalu ada bersama kita. Percayalah anakku." Ujar Patrick lagi mengecup pelipis Zena. "Ya dad! Baiklah sekarang aku sudah puas. Mommy sudah memelukku. Saatnya aku kembali pada ella aunty. Hem dad, besok kau harus memarahi xavier!" Dengus Zena seketika. "Kenapa?" Patrick menaikan alisnya. "Dia selalu mengangguku ketika aku berlatih harpa!" Kata Zena menekuk wajahnya. "Oh begitu ya?" "Hehem!" "Baiklah besok aku akan menyuruhnya berlatih piano sampai tangannya sakit." Kata Patrick membela anaknya. "Jangan dad!" Pekik Zena kemudian membuta Patrick terheran. "Lho, kenapa?" "Nanti dia tidak bisa membantuku membangun menara jika tangannya sakit." Jawab Zena muram mengingat kebaikan Xavier yang selalu membantunya bermain menara. Zena selalu kalah dengan Jocelyn yang dibantu kembarannya. Oleh sebab itu, Xavier lah yang membantu Zena. "Ya Tuhan! Fix kau memang anak mommy." Kata Patrick mengingat kebaikan sang istri jika tersakiti sekalipun. "Tentu! Mommy bilang aku harus selalu baik hati." Tutur Zena polos. "Ya sekarang cari ella aunty mu dan dengarkan dia!" "Bye dad, i love you" "Love you too.." Zena keluar bersama satu pengasuhnya mencari Ella. Ella dan Pierre yang sangat berjasa bagi Patrick. Ketika Patrick bertugas, Zena selalu dititipkan pada Ella dan Pierre yang kini juga tinggal di Honolulu sejak kematian Zhavia. Ella merasa bertanggung jawab atas keponakannya itu. Pierre merupakan kakak tiri dari Patrick, namun setelah insiden panjang atas pertikaian mereka, mereka menjadi sangat akrab. Ella adalah istri dari Pierre. Ella dan Zhavia memiliki kedekatan yang luar biasa dan saling melengkapi. Patrick menutup pintu ruang pribadinya dan melipat tangannya di depan d**a menatap wajah istrinya yang berada di depan fotonya. "Heng, jadi kau masih membenciku sehingga kau memainkan lagu barumu itu, iya?" Kata Zhavia dalam rupa fisiknya yang lain. Ya, karna Patrick yang belum kunjung menerima kepergian istrinya itu, Zhavia belum sepenuhnya bisa kembali ke alamnya. "Ya, aku sangat membencimu!" Jawab Patrick acuh dan membalikan tubuhnya. "Heng, benar benar cinta! Jangan begini terus sayang." Zhavia memohon. Patrick menghampiri Zhavia. "Aku merindukanmu, selalu! Apa kau tidak mengerti?!" Patrick mencengkram lengan Zhavia. Zhavia malah melingkarkan tangannya pada pinggang Patrick. Patrick pun memeluknya. Mereka berpelukan seperti manusia. Zhavi memejamkan matanya dan merasakan kehangatan sekujur d**a Patrick. Sekujur tubuh manusia yang hangat berbeda dengan keadaannya yang dingin tak bernyawa itu. "Aku masih belum merelakanmu Zhavia. Aku tidak ingin menangis namun setiap malam aku mengingat dirimu. Aku benar benar menyesal." Gumam Patrick di atas puncak kepala istrinya. Rasa sayangnya belum berkurang sama sekali. "Jangan terus merasa bersalah sayang. Kasihan anak kita. Cukup aku saja yang menjadi bagian dari kesalahanmu!" Ujar Zhavia mengeluarkan pipi nya di depan d**a suaminya. "Tidak Zhavia. Aku lah Mala petakapetaka bagi keluarga kita. Maafkan aku." Patrick terus berucap menyesal. "Kau masih muda sayang. Karir mu begitu baik. Dan, anak kita masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu!" Zhavia masih berseru di sana yang sontak membuat mata Patrick membelalak. Dia benci sekali pembahasan seperti ini. Komponis itu lalu menarik dirinya. Dia menghempaskan jiwa wanita yang melahirkan anaknya itu. "Sudah kau pergi sana! Sudah berapa kali ku bilang aku tidak akan menikah lagi, TIDAK AKAN! KECUALI KAU KEMBALI LAGI KE DUNIA INI! jangan membahasnya lagi, kupingku pengang! Pergilah, aku sudah senang melihatmu." Bentak Patrick menuju ke meja rias. Dia menopang diriny dengan kedua tangannya. Dia masih menatap istrinya yang terpantul di kaca dengan geram. "Kau akan mendapatkannya suamiku. Pengganti diriku untuk Zena" gumam Zhavia penuh keyakinan. "ZHAVIA!!!" Teriak Patrick dan istrinya telah kembali ke alamnya lagi. Zhavia kembali menghilang untuk merenggangkan perasaan suaminya yang selalu kalut. Zhavia hanya ingin mengingatkan pada suaminya jika kehidupan ini tak melulu merasa bersalah. Semua masih memiliki kesempatan untuk kembali bangkit. "Selalu selalu! Selalu dia menyuruhku menikah lagi! Sepertinya dia memang sengaja meninggalkanku!" Decak Patrick tak senang dengan semua ini. Kepala nya kembali sakit memikirkan semua ini. Dia sudah sempat mengalami gangguan jiwa sepeninggal istrinya. Dia menyadari, ini semua kesalahannya. Andai saja waktu itu dia mempercayai istrinya sedikit saja pasti tidak akan mengalami sekelumit pergumulan dalam hatinya ini. Dia tidak bisa menyembunyikan kenyataan dalam hatinya bahwasanya dia begitu mencintai istrinya. Mengapa sampai dirinya tidak mau mempercayai istrinya waktu itu. Setiap malam rasanya seperti mimpi buruk bila mana istri dan anak kedua nya menggandrunginya. Dia tidak ingin menangis, walau masih banyak menampung air mata, namun rasanya percuma Sampai sudah habis seluruh air matanya itu. Dia ingin menata dirinya lebih baik lagi, khususnya untuk anak semata wayangnya, Zena. Tapi, mengapa rasanya sulit. seberapa jauhnya letak Alam istrinya kini, dia ingin menjangkaunya. Dia sungguh mencintai istrinya, Zhavia. Mencintai sampai rasanya tidak ada lagi kesempatan dirinya memulai kehidupannya jika tidak ada lagi sosok wanita itu. Jika ada satu kesempatan lagi, rasanya dia ingin menghapus air matanya, tidak mau menangis lagi dan menata hari baru bersama istrinya. tetap dalam benaknya hanya ingin istrinya. sungguh membuat hatinya terus tak dimengerti. ... TO BE CONTINUE .. PLIS COMMENT, FOLLOW AND TO BE FAVORITE THANKYOU NEXT PART 2
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD