Isyana Tyas Indraswari

1245 Words
Jika perkenalan hanyalah sebuah awalan. Maka biarkanlah semua itu berjalan. Ya ... berjalan sesuai takdirnya. Takdir yang mungkin, mungkin, dan mungkin ... akan membawa luka. *** "Dibawain apa ya, Bik?" tanya Ayyana dengan memainkan helai rambutnya. Bik Lastri hanya mengerutkan kening dalam untuk memproses otaknya yang tidak memiliki ide. Belum juga Bik Lastri menjawab, Ayyana sudah berseru dengan suara renyah, "Ayya bawain lilin aja Bik. Kemarin ada beli lilin aroma terapi banyak." "Iya deh, Mbak. Ngikut Mbak Ayya aja gimana baiknya," ucap Bik Lastri menimpali perkataan Ayyana yang disambut Ayyana dengan senyuman manis dan bergegas menyiapkan apa yang tadi dikatakan. *** "Neng, ada tamu yang dateng. Tapi sepertinya bukan temen Neng Isya." "Suruh masuk saja, Mbok!" Seru Isyana. Ya ... Isyana akan menemui seseorang yang entah siapa yang bertamu. "Iya, Neng." Dengan sigap asisten rumah tangga yang berumur 45 tahun itu membuka pagar lebar-lebar untuk membiarkan masuk, tetangga yang sedang berkunjung. Namun ketika si tamu sudah memasuki halaman dengan minim penghijauan tersebut menatap sosok wanita cantik nan anggun dan ... mempesona disaat bersamaan tersebut dengan pandangan kagum. Entah sejak kapan nona rumah sudah keluar menemuinya, tahu-tahu sudah menyambut tetangganya dengan ramah. "Hai..." sapanya dengan ramah dan tersenyum. "Oh ... hai," jawab si tamu dengan tergagap seperti ketahuan sedang melamun. "Duh, maaf. Saya bertamu di waktu yang tidak tepat ya, Mbak?" Tanya wanita yang mengenakan blouse berwarna coral dengan celana putih tersebut pada Isyana yang mencoba berbasa basi dan mengakrabkan diri. "Oh ... enggak kok. Ini tadi mau ngilangin bosan aja, " jawab Isyana sekenanya dengan tersenyum ramah. "Mari masuk, Mbak." "Sampai lupa, Mbak. Kenalkan, saya Bella," ucapnya seraya mengulurkan tangan yang disambut Isyana. Isyana tersenyum kecut mendengar perkenalan Bella. Belum sempat empunya rumah menimpali, Bella melanjutkan perkataannya."Rumah saya depan rumah Mbak, yang banyak kacanya," tunjuknya dengan menengok ke arah rumahnya. Ya ... rumah Isyana hampir berada tepat di depan rumah Bella. Karena di depan rumah Isyana ada 2 rumah juga yang berhadapan dengan rumahnya. Maka dari itu, Bella menunjukan letak rumahnya agar Isyana tidak bingung jika suatu saat akan bertamu. Eh ... bertamu? Kenapa juga harus bertamu? Batin Bella yang terlalu pede. Bella mengenyahkan pikirannya dengan menggelengkan kepala pelan. Mengulas senyumnya yang anggun, Isyana menjawab, "Iya. Panggil aja saya, Isyana." Yang dibalas Bella dengan anggukan sekilas tanda mengerti. "Mbak Isyana." "Jangan pakai, Mbak. Isyana aja," ucapnya tidak enak. "Tidak apa-apa, Mbak," jawab Bella dengan kukuh karena dia merasa usianya berada di bawah Isyana. Memasuki rumah mewah 2 lantai, Bella mengedarkan pandangan sekilas karena tidak ingin terlihat tidak sopan di mata Isyana. Sekilas dia melihat barang-barang mewah yang terpajang seperti lampu gantung kristal, lukisan dekoratif, sofa dan pernak pernik lainnya. Bukan hal yang sulit untuk mengenalinya karena Bella juga memilikinya di rumah. "Silakan duduk, Bel." Yang dijawab Bella dengan anggukan dan senyum ramah. Tak lama Mbok Minah membawa minuman dan puding sebagai jamuan untuk tamunya dan meletakkan di meja unik yang bawahnya ada pasir dan hiasan laut. "Wah, gak usah repot, Mbak. Saya hanya sebentar." "Enggak repot kok. Silakan dinikmati." "Emm ... saya kesini tadi mau memberikan hadiah kecil. Maaf kalau seleranya tidak sesuai," ucap Bella seraya menyerahkan parcel mini dengan pita merah yang diketahui Isyana berisi lilin aroma terapi dan dari harum baunya Isyana tahu kalau lilin itu beraroma strawberry. "Makasih banyak," balas Isyana dengan binar senang meskipun dia tidak suka aromanya karena aroma buah-buahan terkesan biasa untuknya yang elegan. "Beneran, Mbak? Alhamdulillah kalau suka," balas Bella dengan semringah. Padahal tak tahu saja kalau Isyana mengatakannya hanya untuk membesarkan hati Bella. Selanjutnya mereka hanyut dalam obrolan lainnya tapi bukan hal privasi tentunya. *** Ayyana sedang bersantai di depan kolam ikan sambil memperhatikan putranya yang memberi ikan-ikan yang diketahui ikan hias dengan butiran kecil berwarna merah. Setelah tadi dia berkunjung ke rumah tetangga barunya. Ya ... Ayyana selalu memperkenalkan dirinya sebagai Bella karena memang itu panggilannya sedari dia di sekolah. Hanya saja, terkhusus keluarga dan suami tercintanya, selalu memanggil dengan nama 'Ayyana' atau sebutan 'Sayang' sebagai nama kesayangannya. Sehingga banyak tetangga yang mengenalnya dengan sebutan Bella. Ayyana masih memperhatikan putranya, namun ketika ia akan berdiri menghampiri putranya, gawai pipih yang belakangnya ada gambar apel digigit itu berbunyi dan menampilkan kotak pesan dari orang nomor satu di hidupnya yang membuat bibirnya mengurva penuh diiringi binar bahagia. Langsung saja ia buka dengan sigap. Namun sepersekian detik kemudian, wajahnya berubah mendung. Dearest (Liam) [Sayang ... Mas kelihatannya gak pulang dalam waktu dekat.] Me (Ayana) [Iya, Mas. Hati-hati ya... Perkiraan berapa hari, Mas?] Dearest [Perkiraan 2 minggu, Sayang.] Me [Semangat ya, Papa Kiano. Jangan lupa jaga kesehatan. Miss you] Dearest [Miss you too] Beberapa detik kemudian layar ponsel menggelap menandakan Ayyana mengunci layar ponselnya. Ayyana tak pernah berprasangka buruk pada suaminya karena memang pekerjaan suaminya yang menuntutnya seperti ini. "Kiano, kesayangan Mommy ... udahan kasih makan ikannya. Gantian Kiano yang Mommy kasih makan yuk?" ajak Ayyana lembut. "Bental Mommy, masih pengen lihatin ikan," jawab Kiano sambil mengerjapkan mata bulatnya dengan lucu. "Atau makanannya Mommy bawa kecini." Maksudnya makanannya dibawa kesini. Ayyana tergelak mendengar negosiasi putranya dan mengangguk, "Oke, tampannya Mommy. Tapi makannya harus habis," putus Ayyana. "Tapi jangan banak-banak. Nanti Kiano gak abis," ucapnya seraya menutup mulutnya dan menggeleng lucu. "Iya, Sayang. Tunggu disini, Mommy ambilin bentar." Yang kemudian hanya dijawab anggukan patuh oleh putranya. *** Beberapa hari telah berlalu. Entah kenapa setelah Ayyana bertamu ke rumah tetangga barunya, Ayyana selalu ingin memperhatikan rumah itu seolah-olah dia ingin selalu melihat apa yang terjadi disitu. Mungkin dia terlalu kagum dengan Isyana, batinnya. Rumah Ayyana dan Liam memiliki 4 lantai dengan desain minimalis didukung dengan windows wall atau partisi ruangan dengan kaca. Penerapan material kaca di setiap sudut dalam desain rumah tidak hanya mengundang masuknya banyak cahaya yang membuat rumah terlihat lebih lapang, namun rumah juga terlihat lebih stylist selain itu juga dilengkapi dengan lift dan tangga rumah sebagai angkutan transportasi vertikal. Sehingga Ayyana begitu betah di rumah ini karena Liam begitu memanjakan Ayyana dengan pemandangan bunga-bunga dan tanaman yang diberikan tidak hanya di sudut rumah tetapi juga di setiap tempat yang mendukung. Dan, saat ini dia berada di lantai teratas menikmati senja yang cerah ditemani secangkir teh chamomile, apalagi didukung angin yang bersahabat. Angin yang berembus pelan seakan tahu bahwa dia sedang dinikmati oleh wanita berparas ayu dengan wajah lugu yang membingkai dirinya. Sesaat dia berdiri dan merenggangkan ototnya yang terasa sedikit kaku. Dan saat itu juga dia melihat Isyana yang keluar dari rumah mengenakan kaos pas badan dengan jaket parka serta jeans hitam dilengkapi dengan boots yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping dan berisi di bagian tertentu. Tak lupa dia mengenakan syal sebagai accesoris dan kacamata hitam dengan rambut diikat asal. Ayyana tersenyum melihatnya. Benar-benar fashionable, pikirnya. Tapi Ayyana mengernyit ketika melihat asisten rumah tangganya menggeret koper berukuran besar seolah Isyana akan bepergian hingga berhari-hari. Dan ... seperti seorang tak punya kerjaan, Ayyana mengamati hingga mercedes benz merah milik Isyana tak terlihat lagi. Dia tersenyum ... mungkin saking kagumnya atau apalah Ayyana sampe mengamati orang padahal selama ini ia tak pernah melakukannya meskipun ada tetangga sebelahnya yang berprofesi sebagai seorang aktris dan model. Ayyana tak melanjutkan menikmati tehnya karena sudah dingin dan yang pasti putra paling tampannya sedang mencari-cari dirinya. Di tempat lain namun di waktu yang sama, seorang pria gagah dengan alis tebal dan manik mata coklat menenangkan yang mampu membius kaum hawa hingga dengan sukarela mengumpankan dirinya sedang asyik berbalas chat dengan seseorang. Sesekali bibirnya yang merah alami tersungging tipis dan sesekali mengurva penuh diiringikekehan pelan.. Terlihat ... dia sedang menantikan seseorang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD