Tetangga Baru

1131 Words
Udara dingin masih terasa menusuk meskipun sang kelam hampir tergantikan terang, embun tampak membasahi dedaunan yang kering, dan kabut tebal masih berserakan menerpa rimbunan pohon yang berada di depan rumah. Suasana indah ini selalu membuat Ayyana betah berlama-lama berdiri di balkon kamar untuk menghirup udara segar yang didominasi harum bunga melati yang berasal dari taman yang dipenuhi bunga melati dan lili. Merentangkan tangan dan menghirup udara sebanyak-banyaknya, Ayyana mengukir senyum menawan di wajah yang masih menampakkan muka bantal karena dia baru saja bangun tidur. Udara segar dan dinginnya pagi merupakan hal yang tak boleh terlewatkan baginya karena beberapa menit lagi suasana akan menjadi panas dan dipenuhi polusi yang memenuhi udara. Namun ketika Ayyana sedang menikmati paginya, tiba-tiba ada tangan yang melingkari perutnya dan memeluknya erat dari belakang diringi ciuman di ceruk lehernya yang tak tertutupi rambut. "Morning, Wife," sapa Liam dengan serak. "Morning, Husband," jawab Ayyana dengan mengukir senyum terindah untuk suaminya. Tangan Ayyana yang tadinya direntangkan, dia turunkan dan membalas pelukan tangan yang melingkari perutnya dan menoleh ke arah sang suami. "Yuk, mandi! Keperluan Mas uda aku siapin semalem." Ya ... hari ini Liam akan ke Surabaya untuk mengunjungi beberapa pabriknya yang berada disana hingga beberapa hari kedepan. "Hmm ... sebentar aja, aku kangen." Mendengar jawaban suaminya, Ayyana tersenyum kecil. Dia paham betul apa yang dimaksud suaminya. Suaminya bukan orang yang hyperseks tapi Ayyana memahami kalau suaminya memiliki libido yang tinggi dan mampu berlama-lama di atas ranjang. Bahkan bisa bertahan berjam-jam. "Iya, makanya ayo cepetan mandi, Mas." "Kamu gak berusaha buat nolak Mas, kan?" "Emang Ayya pernah nolak Mas?"tanyanya seraya mengerutkan dahi. Liam hanya mengangguk, dia tahu istrinya itu wanita yang penurut dan tak sekalipun membantah apapun yang pernah diucapkan Liam, maka dari itu Liam tak pernah sekalipun membentaknya atau berkata kasar. *** Beberapa saat berlalu, Ayyana keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk kimono disusul Liam yang memakai handuk dililitkan di pinggangnya yang membuat tubuh atletis yang dipenuhi otot-otot kekarnya terekspos. Ayyana membantu Liam berpakaian dengan cepat dan yang terakhir membantu memakaikan simpul dasi. Meskipun tubuh Ayyana mungil dengan tinggi 157 cm dan Liam 182 cm, hal itu tak membuat Ayyana kesulitan karena dia selalu menyediakan kursi pendek untuk dia naiki agar terlihat lebih tinggi dari tubuhnya. Liam mengulum senyum memperhatikan istrinya yang serius membuat simpul dasi. Selesai membuat dasi dilanjutkan dengan merapikan kerah, Ayyana memberikan kecupan singkat namun Liam dengan sigap meraih tengkuk Ayyana untuk memperdalam ciuman hingga mereka menempelkan tubuhnya. Namun semua itu hanya berlalu singkat, karena setelah itu Ayyana memukul d**a bidang suminya. "Uda, Mas," rajuknya dengan mulut mencebik. "Tadi uda aku kasih seronde di kamar mandi, nanti kesiangan kamunya," ucap Ayyana sambil menggerutu. Liam terkekeh melihat istrinya yang mencebik lucu. "Iya ... iya. Mas berangkat." "Loh ... gak sarapan?" "Sarapannya tadi kan uda sama kamu," ucap Liam seraya mengerling nakal. "Nakal ... yaudah, Ayya bekalin dulu ya, Mas?" "Gak usah, nanti disana aja sarapannya. Mas berangkat dulu," pamitnya sambil mengelus pipi Ayyana dengan sayang dan mencium keningnya penuh cinta. "Hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa segera kabari." Mengangguk sebagai jawaban, Ayyana meraih tangan suaminya untuk dikecup punggungnya sebagai tanda hormat. Setelah itu, Ayyana mengantarkan Liam hingga ke teras rumah untuk berangkat ke kantor yang di rooftop nya sudah ditunggu helikopter serta pilot yang siap mengantarnya menuju Surabaya. *** Memperhatikan Kiano bermain mobil-mobilan yang ditata sedemikian rupa hingga berjejer rapi, Ayyana melihat kedatangan Bik Lastri dari teras masuk ke rumah. "Bik, kemarin bener kan ya, ada tetangga pindahan?" Tanya Ayyana untuk memastikan. "Iya, Mbak. Kemarin kita dikasih puding sama tetangga depan yang dimakan Bapak semalem." Mendengarnya Ayyana mengerutkan kening, karena tidak biasanya suaminya mau memakan puding atau kue yang terasa manis karena gula, suaminya lebih memilih memakan buah dengan pemanis alami. "Terus, Mbak Diena sama Keyra kira-kira uda kesana apa belum, Bik?" "Kayaknya belum sih, Mbak. Bu Diena kan pulangnya itu tiap hari malem terus sama Mbak Keyra yang jelas pulangnya malah pagi karena selesai syuting jam segitu," jawab Bik Lastri dengan info yang akurat karena Bu Diana dan Keyra adalah tetangga kanan dan kiri Ayyana yang tergolong akrab dengan mereka, begitu juga dengan asisten rumah tangganya meskipun Ayyana jarang bertemu mereka berdua karena aktifitas mereka yang sibuk. Sehingga mereka bisa dikatakan akan bertemu jika weekend itupun ketika jalan-jalan pagi. "Yaudah, nanti Ayya ke sana sendirian aja, Bik. Nunggu Kiano tidur dulu." "Iya, Mbak." Beberapa saat berlalu, Ayyana masih menepuk-nepuk p****t montok Kiano yang baru saja terlelap masih dengan memegang botol dotnya. Ayyana masih setia memandangi wajah putranya dan sesekali mengecup pipi gembilnya sambil tersenyum memperhatikan. Namun kenyamanannya terganggu manakala gawai pipih touch screennya bergetar menunjukan panggilan ... panggilan dari orang nomor satu di hatinya. Seketika bibir berwarna merah muda alami itu mengurva penuh. "Hmm," jawab Ayya dengan gumaman lirih agar putranya tak terbangun. "Kok Hmm?" tanya Liam di ruangannya yang berada di lantai teratas gedung pencakar langit yang berada di Ibukota Jawa Timur. "Sebentar," jawab Ayyana lirih nyaris berbisik. Sejenak menunggu, ternyata Ayyana bangkit dari ranjang putranya menuju ke balkon kamar yang menghadap halaman samping dan kolam renang. "Uda nyampe, Mas?" Tanya Ayyana dengan nada senang. "Uda dong. Kiano lagi apa nih?" "Lagi mau bobok tuh," jawab Ayana sembari melirik putranya yang berada di ranjang sendirian. "Mas jadi berapa hari, disana?" Mendengarnya Liam tertawa kencang. "Baru aja beberapa jam, uda ditanya kapan pulang. Uda kangen berat kayaknya nih?" "Kata Dilan kangennya biar dia aja, kita gak usah," jawab Ayyana dengan tertawa geli. "Yaudah, biar Mas aja yang kangen deh. Nanti Mas hubungi lagi, bentar lagi ada meeting." "Yaudah, Daddy nya Kiano baik-baik ya disana. Mommy tunggu kabarnya." "Iya. Bye..." Sambungan telepon diputus secara bersamaan. Ayyana mengusap layar ponselnya yang menampilkan foto Kiano yang tersenyum menampilkan gigi susunya yang masih belum penuh ketika foto itu diambil dan Ayyana selalu tersenyum melihatnya. *** Seorang wanita cantik nan anggun sedang mematut dirinya di depan cermin rias berukuran besar yang pinggirannya dihiasi dengan ukiran vintage berwarna emas. Dia membolak balikan badannya menyamping ke kiri dan ke kanan seolah memastikan tampilannya yang harus benar-benar paripurna bak ratu dalam drama. Sebenarnya dia bukan tipe wanita perfeksionis, namun dia hanya tidak ingin terlihat dengan penampilan yang tidak rapi atau tidak sesuai. Jadilah dia selalu berdandan dengan rapi, matching, dan ... wangi. Ya ... dia, Isyana. Raden Ayu Isyana Tyas Indraswari. Nama yang indah bak nama putri keturunan keraton sesuai dengan kecantikan wajah serta tindak tanduknya. "Oke ... finish," ucapnya pada diri sendiri setelah memastikan tampilan paripurnanya dengan mini dress berkerah sabrina. Tak lupa Isyana menyemprotkan parfum favoritnya ke leher jenjangnya dan mengambil tas senada dengan pakaian yang dikenakan serta menggunakan accesoris dan sandal yang eye catching. Berjalan menuju carport, Isyana dikejutkan dengan bel rumah yang berbunyi dan lebih terkejut lagi hingga bola matanya terbelalak ketika bertemu dengan wanita muda ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD