Nafkah Batiniah

1242 Words
Kecewa... Semua manusia pasti pernah merasakan nya. Karena kecewa adalah efek dari diri seorang manusia yang salah menempatkan posisi di hatinya. Bagi ku, segala sesuatu bisa kita sikapi dengan berfikir positif. Ketika semua hal negatif yang masuk kedalam internal diri. Kita harus bisa memfilternya agar tak salah menempatkan nya di hati. Maka semua yang kita terima akan selalu positif. Dan kita tidak akan merasa kecewa. Sabar... Jika semua orang mengatakan sabar ada batas nya. Tapi aku berusaha untuk terus sabar karena sabar tak terbatas. Aku yakin Allah tak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hambanya. Pasti masalah yang kita terima adalah batas akhir kesabaran kita. Ingat Allah Maha Tahu. Termasuk masalah dalam hidup ku. Selama ini aku selalu hidup sebagai bayangan Raynand. Aku selalu mengalah demi kebaikan semua orang. Wanita yang ku cintai adalah wanita yang mencintai Raynand. Itulah kenyataannya. Zahra... Dia adalah wanita yang mampu membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi nyatanya gadis itu malah mencintai Raynand. Seperti apapun sikap Raynand. Gadis itu selalu sabar. Bahkan di antara peliknya hubungan mereka. Zahra terus menerima segala dalam diri Raynand. Dan sebentar lagi mereka akan menikah. Sungguh hatiku hancur... Menjadi seorang dokter, bukanlah cita-cita ku. Tapi aku terpaksa menggantikan Raynand demi ayah. Karena Raynand malah mendirikan perusahaan nya sendiri. Sedangkan aku mengubur cita-cita ku menjadi atlet internasional. Lalu menjalani profesi menjadi seorang dokter meneruskan rumah sakit keluarga kami. Lalu kini... Aku menikah dengan wanita cantik nan seksi. Aurel... Walaupun aku belum mencintainya, kenyataan pahit membuatku merasa sesak. Karena istriku mencintai Raynand. Lagi-lagi aku hidup dalam bayang-bayang Raynand. Jujur aku lelah dengan kondisi seperti ini. Entah sampai kapan aku hidup dalam bayang-bayang saudara kembar ku sendiri. Inilah takdir yang harus aku jalani. Dan aku berusaha untuk terus bersyukur. Karena Allah selalu ada bersama ku. Membuatku tenang dan damai diberbagai kemelut dunia yang menggulung hati ku. Saat aku resah... Aku membuka Al-Qur'an saku. Lalu membaca Surah Ar-rahman. Pengulangan ayat fa bi'ayyi ālā'i rabbikumā tukażżibān (Surat Ar Rahman Latin) yang artinya Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tentu menjadi pengingat diri kita bahwa ada banyak sekali nikmat yang Allah berikan. Ketika kita sedang merasa terpuruk, patut mengingat, kita hidup dan bernapas juga termasuk dalam nikmat Allah yang harus disyukuri. Inilah yang selalu menguatkan hatiku. Untuk terus bertahan dan bersabar. Bayangkan jika Allah tidak Pemurah. Mau nafas bayar, nyaring udara bayar, mau buang CO2 bayar, dan banyak hal lainnya. Berapa banyak yang harus kita bayar untuk perihal nafas. Itu baru nafas lho, belum yang lainnya. Aku tersenyum menatap istriku yang baru saja selesai berwudhu hendak melaksanakan Sholat Subuh berjamaah dengan ku. Aku meraih mukena putih milik nya. Lalu memakaikan mukena itu pada nya. Aku berusaha memperlakukan istriku sebaik mungkin. Aku berharap suatu saat dia bisa mengenal diriku sebagai Rayyan. Tentunya juga mencintai diriku sebagai Rayyan. "Terimakasih Hubby." "Sudah hafal Surat Alfatihah?" "Sudah." Ucapnya tersenyum manis. Aku selalu menyukai senyumannya. Entah sejak kapan senyuman itu menjadi bagian dari kebahagiaan ku. Aku sedih saat dia bersedih dan aku bahagia saat dia bahagia. Kamipun melaksanakan Sholat Subuh, lalu membaca Alquran hingga matahari tergelincir naik ke ufuk. Dan aku melanjutkan untuk melaksanakan Sholat Sunnah Dhuha. "Alhamdulillah. Niat Sholat Dhuha sudah tau?" "Belum ... Kan ini baru pertama kali." Ucapnya sambil tersenyum manis. Membuatku gemas ingin mencubit pipinya. "USHOLLI SUNNATADH DHUHAA ROK'ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA'AN LILLAAHI TA'AALAA." Artinya: "Aku niat shalat sunnah dhuha dua rakaat menghadap kiblat saat ini karena Allah Ta'ala." "Owh.. jadi bedanya cuma di Sunatadh Dhuha a ya? Kalo yang biasanya kan Fardho." "You are my smart wife (kamu memang istriku yang cerdas). Kamu belajar dengan cepat Sayang." Sungguh aku bangga pada istriku. Aku jadi membayangkan seberapa cerdas anak kami jika benih kami bersatu. Aku semakin bersemangat membangun kepribadian positif dalam diri Aurel. Selain belajar dengan cepat, dia juga bersemangat. "Sholat dhuha juga memiliki keutamaan termasuk bagian dari sedekah. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Setiap pagi, setiap ruas anggota badan kalian wajib dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, dan melarang berbuat munkar adalah sedekah. Semua itu dapat diganti dengan shalat dhuha dua rakaat." "Aku pikir ... Sedekah itu hanya memberi makan atau uang untuk orang miskin." Ucap Aurel polos membuatku terkekeh. "Sayang, rahmat Allah Maha Luas. Bahkan tersenyum pun sudah termasuk sedekah. Mulai hari ini biasakanlah tersenyum pada semua orang. Insya Allah akan dihitung sebagai amalan baik." Ucapku menjelaskan luasnya Rahmat Tuhan pencipta alam. "Kalau aku tersenyum seperti ini apa cantik?" Ucapnya. "Kamu selalu cantik. Tapi jangan terlalu mengumbar senyum seperti itu. Karena aku cemburu ketika pria lain melihat keindahan mu." Ucapku jujur. Sebagai pria jelas aku tidak rela berbagi keindahan istriku. Bila perlu aku ingin istriku tak hanya berhijab tetapi juga bercadar. Namun nyatanya Aurel bahkan belum berhijab. Tapi aku sadar. Mengajak seseorang merubah dirinya harus dilakukan secara perlahan. Membinanya hingga dia yang tergerak ingin berhijab dengan sendirinya. Ya Allah mudahkan hamba dalam membimbing istri hamba. Aamiin... Aku melihat wajahnya menunduk dan merona. Aku suka sikap responsif nya yang cepat. Dia mudah tersipu malu. "Aghhh..." Aku mengerang frustasi ingin mencium nya. Membuatku memutuskan untuk segera Sholat Sunnah Dhuha. Aku tidak mau pikiran kotor kembali memenuhi neuron otakku. "Ayo kita mulai." Ucapku. "Sebentar. Aku pasang headset nya dulu." Ucap Aurel. Aku tersenyum. Aku memang merekam suaraku sendiri perihal bacaan sholat di setiap gerakan. Untuk memudahkan Aurel menghafal bacaan Sholat. Tapi saat ini aku ingin dia fokus dengan sholat yang aku imami. "Sayang ... Ga usah pakai headset. Saat ada bacaan yang belum kamu hafal. Kamu boleh menggantikannya dengan Subhanallah Walhamdulillah walailahaillallahu Wallahu Akbar." Ucapku menerangkan. "Memangnya tidak apa-apa?" Aurel tampak ragu saat bertanya. "Tidak apa-apa. Allah Maha Mengetahui. Allah Maha Memahami. Jangan khawatir, yang penting saat ada waktu luang, kamu berusaha menghafalnya lagi." "Ok. Ayo kita mulai." Ucapnya antusias. Aku pun memulai untuk mengimami istriku. Hanya lafal Hamdallah yang bisa mewakili bagaimana perasaanku hati ini. Indahnya berumahtangga yang sangat aku syukuri. Ditakdirkan bersama istri yang memiliki semangat menjadi insan yang lebih baik di hadapan Allah SWT. Selesai Salam, aku membaca doa. "ALLAHUMMA INNADHDHUHA-A DHUHA-UKA, WALBAHAA-ABAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWAATUKA, WAL QUDROTA QUDROTUKA, WAL 'ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQII FISSAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU'SIRON FAYASSIRHU, WAINKAANA HAROOMAN FA THOHHIRHU, WA INKAANA BA'IDAN FA QORIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDROTIKA, AATINI MAA ATAITA 'IBAADAKASH SHOOLIHIiN." Aku mencium lembut kening istriku. Setelah Aurel mencium punggung tangan ku. Dan aku  beristighfar saat teringat sesuatu. "Astaghfirullah hal Adziim.." "Kenapa Kak?" "Aurel, maafkan suamimu yang sudah melalaikan kewajibannya pada mu. Aku belum menafkahi mu secara lahiriah. Astaghfirullah." Aku bergerak cepat menyambar laci meja rias. Lalu mengambil dompetku di dalam sana. Aku menarik ATM dari bank ternama berwarna gold. Walau di ATM itu ada uang yang tak seberapa. Bahkan saat ini aku seperti seorang pegangguran, tapi kewajiban menafkahi istri tak boleh aku lewatkan. "Ini, untuk segala keperluan mu. Masih ada sejumlah nilai di sana. Itu adalah tabungan ku saat masih menjadi Dokter di Rumah Sakit Surya Medika." Ucapku penuh penyesalan. "Aku juga punya uang. Kakak pegang saja ATM Kakak. Aku bisa pakai uangku sendiri." Ucap Aurel menolak ATM yang ku sodorkan padanya. "Tidak Aurel. Aku mohon, jangan buat aku berdosa karena tak menafkahi mu secara lahiriah." Ucapku bersedih. "Kakak bahkan belum menafkahi ku secara batiniah. Kakak belum menyentuh ku padahal ini sudah satu minggu pernikahan kita." Ucap Aurel kecewa. Aku tersentak kaget mendengar pernyataan nya. Mendengar kata nafkah batiniah dari bibir Aurel membuat sesuatu pada inti tubuhku langsung bereaksi. Dia menggembung dan ingin dipuaskan. Haruskah aku melepasnya sekarang? Tapi sungguh aku takut dia kecewa saat sadar aku bukan Raynand melainkan Rayyan. Dan aku sendiri takut kecewa, jika aku sudah melakukannya. Pasti hatiku akan terkunci padanya. Dan aku benar-benar memasrahkan perasaanku untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD