Kau harus lulus ujianku

1910 Words
Selesai mandi, aku melaksanakan Sholat Ashar terlebih dahulu. Lalu aku duduk di ruang tamu menunggu Aurel. Aku sudah berjanji akan mengajak Aurel pergi jalan-jalan dan membeli apapun yang gadis itu inginkan. Sayup-sayup aku  mendengar suara langkah kaki seseorang yang berjalan di tangga. Aku pun menoleh lalu tersenyum manis sambil memperbaiki kerah kemejaku saat melihat Aurel. Ganteng kan? Aurel melompat riang, sambil berpose genit. Nampaknya dia sangat bahagia akan pergi jalan-jalan. Apakah selama ini tak ada yang mengajaknya pergi jalan-jalan? Orang gila nya cantik banget.. Aku terpaku menatap seksinya gadis dihadapanku. Mataku fokus menatap bahu mulus Aurel yang terekspos. Karena saat ini Aurel mengenakan kaos berkerah sabrina yang memamerkan bahu dan tulang selangkanya. "Astaghfirullah hal adziim.." aku beristighfar saat menyadari dosa yang telah ku perbuat. Aku pria normal, wajar jika aku memandang sesuatu yang indah pada tubuh wanita itu. Aku harus melakukan sesuatu agar tidak terus menerus menabung dosa. Aurel berlari lalu memeluk lenganku. Jantungku semakin menggila saat merasakan gundukan kenyal yang menyentuh lenganku. Baru aku berfikir agar tidak menabung dosa lagi. Kini aku malah kembali berdosa. "Ayo ... katanya mau jalan-jalan..." ucap gadis itu manja. "Kamu punya jaket? Kita mau naik motor, jadi kamu harus pakai jaket supaya tidak sakit." ucapku membujuk gadis itu. Entah mengapa aku tidak suka Aurel mengumbar aurat pada khalayak umum. "Aku ga mau. Ayo jalan-jalan aja..." ucap Aurel bermanja-manja di lenganku. "Yaudah yuk, tapi kakak ke kamar  dulu sebentar ya? Ada yang ketinggalan." Aurel pun mengangguk. Dan aku segera berlari ke kamar. Mengambil sweater berwarna putih dan segera kembali menemui Aurel yang sedang duduk manis menungguku. Aku membuka resleting sweater itu lalu memakaikannya pada tubuh Aurel. Tak lupa aku kembali menarik resleting hingga menutupi lehernya. "Tuh kan cantik." ucapku. Padahal dia pakai apapun akan selalu tampak cantik. Jujur, sebenarnya dia lebih cantik saat tadi mengenakan kaos putih dengan kerah yang mengekspose bahu nya. Tapi rasanya tidak rela jika ada yang melihat kesempurnaan kulitnya. "Terimakasih Kakak. Aku suka sweater nya. Buat aku boleh?" "Tentu saja. Kamu cantik, sweater ini untuk mu." "Terima kasih kakak." Aurel memeluk lenganku dengan lembut, dan sikapnya membuatku sesak nafas. Kami pun pergi menuju taman bermain. Agak aneh memang jika kami pergi kemari. Karena yang biasanya datang ke tempat ini adalah orang tua bersama anak-anak mereka yang asik bermain. Tapi tak apalah. Selama gadis ini bahagia. Aku berharap dia segera sembuh dan segera sadar. Aku menemani nya bermain ayunan, biang lala, dan terakhir aku mengajaknya naik kuda. Aku sengaja memilih kuda lokal yang tak terlalu besar agar Aurel mudah untuk menaikinya. Kini aku berjalan dengan tali kuda yang ku pegang. Berjalan dengan santai menikmati semilir angin. Sambil terus memandu kuda agar mengikuti langkahku. Sedangkan Aurel duduk tenang sambil bernyanyi lagu anak-anak kesukaannya. Dia terus tersenyum bahagia. Jika seperti ini. Aku merasa optimis gadis ini akan segera sembuh dari skizofrenia nya. "Kakak, katanya kakak mau beliin aku  es krim dan gulali?" Aurel memecahkan lamunan ku. "Iya, Kakak ingat kok, ini Kakak mau ke arah sana. Di sana ada gulali." aku menunjuk ke arah keramaian. "Asik yeeeeyy..." Dia melonjak bahagia. Sesampainya di sana aku membelikan nya sebungkus gulali yang manis. Aurel melahap makanan manis nan lembut itu sambil terus tersenyum. Sepertinya dia sangat menikmati moment ini hingga gulali itu tandas dengan cepat. "Aku mau es krim Kakak." "Es krim nya besok lagi ya? Aurel kan sudah makan gulali, gulali itu manis dan es krim pun manis, nanti Aurel bisa sakit gigi." "Tapi Aurel mau es krim." gadis itu mulai merajuk. "Ga, Kakak ga mau beliin. Ini untuk kebaikan kamu ... paham kan?" aku berusaha tegas. "Tapi kan Kakak udah janji. Kakak bohong ... hiks ... hiks ..." aku lelah, Aurel mulai berulah lagi. Dia kembali meneteskan air mata nya. Aku sungguh tak bisa melihatnya menangis, kugerakkan tangan untuk menghapus air matanya dan tersenyum. Berusaha mengajaknya ikut tersenyum. Tapi sayang dia malah semakin merajuk. "Aurel, Honey ...  Look my eyes! Tatap aku Honey!" ucapku dengan tangan yang membingkai wajah sembabnya. "Besok kita akan pergi jalan-jalan lagi, Kakak janji. Kakak akan membelikan Aurel es krim. Kamu mau rasa apa?" aku tak boleh bosan membujuk. "Aku ga mau. Kakak pasti bohong lagi." dia menggembungkan pipinya. Dan Membuat wajahnya semakin menggemaskan. Membuatku lepas kendali hingga mencubit pipi nya. "Anak cantik, Kakak tidak bohong. Saat ini pun kakak mengabulkan keinginan mu untuk makan gulali ... ya kan? Dan Kakak akan membelikan mu es krim juga, tapi besok ... percaya kan sama kakak?" aku menatap Aurel yang tampak sedang berfikir. Kemudian dia mengangguk. "Janji ya?" "Iya ... Insya Allah." "Insya Allah?" dia mengerutkan keningnya. "Itu yang kakak lakukan saat kakak berjanji dan akan menepatinya." ucapku sambil tersenyum. Setelah Aurel mengangguk, kami melanjutkan acara jalan-jalan kami. Lalu mengajaknya ke masjid setelah mendengar panggilan ibadah Sholat Magrib. "Kakak mau sholat dulu ya. Kamu mau ikut?" gadis itu menjawab ku dengan anggukan kepala, lalu bicara. "Kaka jangan tinggalin aku sendirian." "Kakak ga meninggalkan mu, Kakak hanya ingin beribadah sebentar. Mau masuk?" Dia kembali mengangguk. Dan aku membiarkan dia duduk di dalam masjid di area wanita. Lalu aku meninggalkannya sebentar untuk melaksanakan Sholat Magrib berjamaah. Selesai Sholat, aku kembali menemuinya dan dia meminta sesuatu pada ku. "Kakak, aku mau buku ini." dia menunjukkan sebuah buku yang dijual di pelataran masjid. Sebuah buku dongeng bergambar, kumpulan kisa Nabi dan Rosul. "Kamu mau?" tanyaku dan dia mengangguk antusias. Lalu aku membeli 1 untuk nya. Setelah itu kami pulang. Sesampainya di rumah, Aurel kembali melakukan hal gila nya. Dia memintaku untuk tidur bersamanya sambil membacakan buku yang kami beli di masjid. Bukan masalah membaca buku untuknya, tapi tidur bersama itu yang membuatku merasa horor. "Kakak tidur sama aku ya? Aku mau kakak membacakan buku tadi untuk ku." ucapnya tanpa dosa. "Iya nanti akan kakak bacakan. Emm ... Kakak Sholat Isya dulu ya." ucapku sambil menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal. "Tadi 'kan Kakak sudah Sholat." "Kakak sholat 5 kali dalam satu hari. Kamu tunggu di kamar dulu ya? Atau mau mandi dulu sama Bibi Ana?" "Aku mau tunggu Kakak aja di sini." Aurel melangkahkan kaki nya naik ke ranjang ku. Lalu duduk menyilang kan kaki nya. "Ya sudah, tunggu ya." ucapku dan dia mengangguk sambil tersenyum amat manis. Aku meninggalkannya sebentar untuk ibadah wajib, tak lupa ditambah dengan ibadah Sholat Ba'diah. Selesai Sholat, aku membaca doa agar dimudahkan dalam segala hal oleh yang maha Kuasa. "Kakak sudah selesai?" "Iya sudah." "Aku bobo di kamar Kakak boleh?" "Heh???" aku semakin terkejut. Cobaan apa lagi ini? "Owh ya, Aurel bersihkan dulu badan mu, ganti baju lalu baru tidur. ayo kita ke kamar mu. Ambil baju tidur." ucapku. Dia mengangguk. Lalu bergerak ke sebuah pintu yang membatasi kamar kami. Dan dia malah langsung merebahkan dirinya di ranjang ungu yang cantik itu. "Aku udah ngantuk kak. Aku capek, langsung bobo aja ya." ucapnya sambil menguap. Aku tersenyum sambil menghela nafas agar lebih sabar. Lalu beranjak ke walk in closed milik nya. Mencari baju tidur di sana. Astaghfirullah hal adziim... Rasanya tak ada habisnya aku beristighfar. Semua baju tidurnya amat sangat seksi. Berbahan tipis yang transparan dan terbuka. Ini sungguh ujian yang amat berat dalam hidupku. Bayangkan saat kau adalah seorang pria yang memiliki kamar terpisah dengan kamar gadis seksi. Namun pembatasnya adalah sebuah pintu yang bisa kapan saja kalian buka. Sedangkan gadis itu tidur dengan lingerie tipis yang menggoda. Apa kalian yakin bisa menahan diri? Aku mendengus kesal pada diriku sendiri yang malah membayangkan jika gadis itu memakai lingerie. Sial ... aku pria normal. Kuusap wajah ku dengan kasar lalu keluar kamar Aurel mengambil celana training dan kaos milik ku untuk Aurel. "Ini pakailah. Setelah itu baru tidur." "Aku ngantuk kakak." ucapnya merengek manja. Dan malah menelungkup kan tubuh nya. "Aurel, ayo ganti baju. Atau besok ga jadi jalan-jalan?" ucap ku mengancam. "Ugh ... iya iya..." Dia duduk lalu menarik kaos putihnya ke atas. Aku bahkan sempat melihat perut rata dan putih mulus nya. Astaghfirullah hal adziim. "STOP AUREL STOP!!!" secara refleks aku berteriak. "Ih, tadi aku disuruh ganti baju. Sekarang disuruh berhenti." sepertinya Aurel mulai kesal. "Kakak keluar kamar dulu ya? Ambil buku dongeng. Kamu mau kakak bacakan sebelum tidur kan?" ucapku beralasan. "Mau-Mau." "Ok. Kamu ganti baju dulu ya? Kalau sudah selesai bilang ya?" "Iya Kak." "Anak pintar." Aku berlari keluar kamar Aurel seperti orang ketakutan, lebih tepatnya takut dosa. Seharian ini dosaku sudah banyak. Apa yang harus aku lakukan agar bisa lepas dari dosa yang membahagiakan ini? Aku mengambil buku dongeng yang dibeli Aurel. Lalu berganti pakaian, dan duduk di ranjang ku. Sengaja mengulur waktu. Menunggu Aurel yang datang menemui ku. Setelah dia mengganti pakaian nya. "Kakak, ayo. Aku udah ngantuk." akhirnya gadis itu datang dengan kaos kebesaran milik ku dan celana training yang digulung. Dia seperti badut cantik. Sekuat hati aku menahan tawa, khawatir dia akan  tersinggung. "Iya Aurel." ucapku sambil mengikuti nya naik ke ranjang. Kemudian menyandarkan diri ke kepala ranjang. Sedangkan Aurel merebahkan dirinya. Dia mulai memejamkan mata saat aku membaca buku cerita nya. Aku merasa seperti seorang Daddy yang memiliki anak balita. Tak lama kemudian, Aku mendengar deru nafas nya mulai teratur. Rupanya gadis ini sudah pulas. Aku tersenyum, lalu beranjak dari kamarnya. Berjalan menuju ruang kerja Mr. Felix. Sesampainya di depan ruang kerja Mr.Felix, aku di cegat oleh dua bodyguard yang berjaga di depan ruangan nya. "Saya ingin bicara dengan Mr. Felix." "Maaf, beliau tidak bisa di ganggu." "Tapi ini sesuatu yang sangat penting dan berhubungan dengan masa depan putri nya.." ucapku berusaha meyakinkan. Dan akhirnya mereka menekan sebuah tombol rahasia. Hingga pintu itu memunculkan layar dengan wajah Mr. Felix. "Selamat Malam Sir. Tuan Muda Rayyan ingin bicara kepada anda." Aku melihat dengan jelas Mr. Felix mengibaskan tangannya. Dan Bodyguard itu menyingkir. "Silahkan bicara" "Saya ingin bicara sesuatu yang penting, dan ini berhubungan dengan masa depan putri anda." ucapku tanpa salam pembukaan. Aku rasa, aku tak perlu berlaku sopan dan santun pada pria arogan ini. Sesaat kemudian, pintu itu terbuka secara otomatis. Aku memasuki nya dengan gerakan cepat. "What is happening here?" "I want to talk something important." "Hmmm" "I Will marry with your daughter." "Wow. Kau melamar putri ku?" Dia bertepuk tangan dengan arogan. "Ya." "Are you falling in love with her?" "Not yet." "Lalu?" Mr. Felix memicingkan mata nya. "Saya tidak mau terus berdosa." ucapku dengan nada yang amat sangat frustasi. Dan pria itu mengangkat satu alisnya sebagai ekspresi. "Apakah anda tidak bisa menggunakan otak anda sedikit? Bagaimana mungkin anda membiarkan putri anda satu kamar dengan seorang pria?" ucapku menahan amarah. "Kalian tidak satu kamar, ada sebuah pintu yang membatasi nya. kalian juga tidak satu ranjang." ucapnya santai. "Tapi tetap saja, pintu itu bisa saya akses kapanpun saya mau. d Saya laki-laki normal. Bisa saja saya khilaf lalu memperkosa putri anda." "Hahaha ... apa kau berniat melakukan hal itu?" "Tentu saja tidak." "Lalu apa masalahnya?" ucapnya meremehkan. "Putrimu terlalu cantik dan ... seksi." "Hahahaha" pria ini sungguh menyebalkan, bagaimana mungkin dia malah tertawa. "Apakah anda rela putri anda dinodai saya?" "Saya rasa sebelum kau mencoba memperkosa nya ... dia sudah menembak kepala mu dengan senapannya. Putriku the best sniper." Enteng sekali dia bicara. "Sial." Aku mengumpat. "Hei ... saya mendengar umpatan mu. Begini kah caramu meminta seorang wanita pada ayahnya? Tidak sopan..." aku menatap wajahnya yang sangat menyebalkan. Tak tersimpan raut marah, tapi tatapan mata itu cenderung mengejek. Apakah aku seperti lelucon baginya? "Maaf, tolong ijinkan saya menikahi putri anda dan saya ingin dia juga masuk agama saya." ucapku mantap. "Banyak sekali permintaan mu? Tapi ... baiklah. Dengan satu syarat, kau harus lulus ujian dari ku." aku melihat senyum licik nya..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD