Prolog 2: Bian

644 Words
Ini Bian. Bian yang merana. Tapi bahagia. Bian tetap bahagia tanpa Altha. Sahabat Bian tetap ada. Bian, percaya sahabat Bian. Bian memang penuh dengan emosi, Bian akui hal itu. Altha sudah lama menerima Bian apa adanya meski Bian tahu bahwa Altha banyak terluka karena emosi Bian. Beberapa kali dalam hampir dua tahun ini Bian membuat dia kesal, menangis, marah, dan sebagainya. Namun begitupun sebaliknya, Altha juga tak jarang membuat Bian kesal dan emosi. Altha dan Bian memang berbeda kelas. Kami jarang mengobrol tatap mata meski satu sekolah karena jadwal yang padat, dan ya… seperti yang sudah Bian bilang tadi, kami berada di kelas yang berbeda. Namun memang sejauh ini, menurut Bian, Altha adalah teman yang paling baik. Sangat baik. Altha tidak pernah benar-benar meninggalkan Bian sebelumnya, hingga hari ini. Tapi percayalah, sebelum semua ini terjadi, Altha benar-benar peduli dengan Bian. Itu yang membuat Bian suka dengan Altha pada awalnya. Altha secara sukarela membantu Bian menyelesaikan masalah pribadi Bian tanpa Bian minta sama sekali. Dia menawarkannya ketika Bian memang benar-benar membutuhkan padahal saat itu kami baru saja mengenal. Lalu suatu saat, Bian sudah tidak kuat menyimpan rasa sendirian, Bian memutuskan untuk jujur kepada Altha. Hanya jujur, percayalah. Tidak lebih. Bian jujur mengenai perasaan Bian pada Altha. Namun ternyata Altha sudah tertarik pada teman Bian. Bukan teman dekat, namun kami sering bertemu. Setelah hal itu, Bian dan Altha tidak berubah. Tetap akrab dan berteman baik. Bian tidak tahu apa tepatnya hubungan kami, yang jelas kami sangat ‘klop’ saat itu. Lalu ditengah pertemanan kami, dia muncul. Dia bilang, dia tidak memiliki teman yang peduli dengannya di kelas. Dia kesulitan mendapatkan bantuan untuk belajar. Pelajaran di kelas memang banyak yang sulit untuk dipahami dalam satu kali penjelasan dalam satu pertemuan. Kebetulan Bian merasa bisa membantunya, secara kami sekelas dan tidak ada salahnya untuk membantu bukan? Bian berusaha membantunya. Dia bilang dia sering merasa stres atau depresi. Mendapat beberapa gangguan yang datang dari diri sendiri dan memecah konsentrasi. Bian masih berusaha membantu. Bian tidak tega melihatnya berada di dekat Bian dan sedang merasa tersiksa. Awalnya, Bian melakukan itu agar bisa merasakan seperti apa menjadi sosok yang memberi ‘healing’ kepada orang lain seperti yang Altha lakukan kepada Bian sewaktu dulu. Ketika Bian memiliki masalah yang tidak bisa dibilang kecil, Altha membantu dengan sukarela dan itu berhasil. Tapi ternyata, hal ini justru membawa Bian dan Altha ke sebuah batu karang besar, yang menyebabkan karam dan tenggelamnya kisah kami sebelum semua dapat dijelaskan secara utuh satu sama lain. Bian ingin sekali bilang pada Altha agar tidak dengan mudahnya pergi begitu saja karena Bian masih butuh penjelasan. Namun ternyata Bian terlambat membalas pesan Altha malam itu. Altha lebih cepat menekan tombol blokir pada ruang obrolan ketimbang ketikan pesanku yang ingin berkata, “Jangan pergi.” Bian gak pernah kepikiran bakal kehilangan Altha jauh lebih cepat. Bian udah terbiasa merasa salah. Bian akui, Bian memang salah. Tapi wajar kan merasa lelah dengan semua perdebatan yang meski biasanya menemukan ujung yang damai dan baik untuk masing-masing pihak, kini sudah sama-sama tidak mengharapkan hal yang sama lagi? Bian sekarang hanya ingin bersyukur masih memiliki dia, sahabat Bian di kelas. Karena yang akan menemani hari-hari Bian di kelas adalah dia, bukan Altha yang berada di kelas lain dan pastinya memiliki urusan yang jauh berbeda, beban yang berbeda, dan Altha juga bukan sosok perempuan yang punya sedikit teman seperti dia yang benar-benar membutuhkan Bian. Jadi, Bian yakin Altha akan baik-baik saja tanpa Bian. Altha sepertinya benar untuk kali ini. Altha pernah bilang, “Di dunia ini gak ada yang namanya antagonis dan protagonis. Manusia berperilaku baik untuk bertahan hidup, begitupun dengan berperilaku jahat dan menyakiti pun untuk bertahan hidup. Gak ada manusia yang benar-benar jahat seumur hidup semata-mata karena memang karakternya antagonis atau manusia yang benar-benar baik seumur hidup karena karakternya memang protagonis. Bahkan orang yang banyak berbuat baik pasti melakukan kejahatan ketika dia berusaha mempertahankan hidupnya.” Altha, kali ini kamu benar. Bian mengakuinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD