JILATAN 5

572 Words
Geger terjadi di ruang tamu rumah Sekaryani. Pak Karyan sampai kaget, terlonjak melihat aksi buas Lathi yang mencakar wajah dan menggigit d**a Kyai Yuwono. Lathi berteriak berulang kali, "Jahat! Jahat! Jahat!" Otomatis Kyai Yuwono mendorong Lathi, namun anak berlidah kadal itu menjulurkan lidah dan ujung tajamnya melukai kulit kyai tersebut. Kyai Yuwono beristighfar, "Siluman! Anak ini kesurupan!" Pak Karyan yang mencoba menarik Lathi, ikut pula terkena cakaran tajam kuku Lathi, di jidatnya. Pak Karyan mengumpat dan menendang Lathi sampai terguling menubruk meja. Lathi, terlihat seperti sedang kesurupan, ia mendesis dan menjulurkan lidah menjilat udara. Pupilnya memipih. Ia menyerbu lagi Kyai Yuwono. Dengan kesigapan yang terlatih di padepokan silat, Kyai Yuwono mencekal Lathi tepat di lehernya. Tangan satunya kemudian mencengkeram ubun-ubun Lathi. Entah sedang melantunkan doa apa. Lathi menggeliat melawan, mencakar tangan Kyai Yuwono sampai lengan gamisnya robek-robek. "Jahat! Jahat! Membunuh cicak itu jahat!" Pak Karyan mengusap jidatnya yang berdarah, mengutuk, "Anak terkutuk!" Kemudian menyekap Lathi yang sedang dicekik oleh Kyai Yuwono. "Anak setan ini, pak Kyai?" "Kesurupan siluman kadal, pak!" Sekaryani yang mendengar ribut-ribut di ruang tamu keluar dari kamar, tahu Lathi sedang disiksa oleh bapaknya dan Kyai Yuwono, ia naik pitam, buru-buru ia ambil gagang sapu dan memukul kepala Kyai Yuwono dan punggung bapaknya. "Kalian ini apa-apaan? Itu anakku!" Sekaryani mendekap Lathi dalam-dalam, mengusap kepalanya. Lathi yang sesak napasnya akibat dicekik, terisak-isak dan mendesis, dan berkata berulang-ulang, "Dia jahat, Ma. Dia bunuh cicak teman Lathi." Pak Karyan kumat penyakit punggungnya akibat dipukul Sekaryani. Kyai Yuwono memegangi kepala yang benjut, terduduk di lantai. Gamisnya bernodakan cipratan darah akibat cakaran Lathi. "Anakmu perlu dirukiyah, Sekar." "Kamu itu yang perlu dirukiyah! Istri satu apa gak cukup?" Kyai Yuwono memerah mukanya, tak menduga Sekaryani sudah tahu dulu agendanya. "Awas kamu. Tindakan memalukan ini membuatku tersinggung. Awas saja." kyai itu berbalik badan dan berjalan menjauh dengan sakit hati dan malu. Pak Karyan tak sempat memaki anak perempuannya, buru-buru menyusul Kyai Yuwono demi meminta maaf dan membujuk-bujuk. Peristiwa yang tak disangka-sangka itu membuat keretakan hubungan antara keluarga Pak Karyan dengan Kyai Yuwono. Malam itu, Sekaryani yang sedang menenangkan Lathi, mengunci pintu kamar. Pak Karyan yang tak terima dengan tindak tanduk puterinya dan anak setan yang dibawanya pulang, menggedor pintu, tersulut amarah karena tercoreng muka, ia membawa kapak dan menghancurkan pintu kamar. "Kamu dan anak setanmu itu, pergi dari rumah ini!" "Bapak keterlaluan!" Sekaryani balas membentak. "Kamu yang tak tahu diuntung!" "Bapak hanya memikirkan keuntungan saja!" Ibu Sekaryani mencoba meredakan ribut-ribut itu, namun suaranya seperti tenggelam tak terdengar oleh pihak yang bertikai. "Itu anak siapa? Anak siluman? Kata Kyai Yuwono demikian." "Jangan sebut-sebut anakku sebagai anak siluman, pak!" Lathi yang hampir terbuai dalam lelap, terbangun dan mendengar itu semua, menjerit tangis. "Lebih baik kamu pergi saja dari rumah," perintah bapaknya lagi. Sekaryani tanpa menjawab perintah itu, sudah siap dengan tas dan koper yang belum ia bongkar seharian, pergi saat itu juga. Ke rumah Manjani ia menuju. "Tidak di kota, tidak di desa, Lathi sepertinya tak punya tempat," katanya pada kawannya itu beberapa saat setelah menidurkan Lathi. "Kita harus sabar," Manjani mengelus punggung Sekaryani yang bersedih. Ia memeluk, mengusap kepala, saling bersandar. Malam kian larut, suami Manjani belum pulang dari luar kota,keduanya masih saling memeluk, tidur satu ranjang, bertiga bersama Lathi yangtidur di pinggir. Di bawah selimut dan buaian udara sejuk dari pendingin udara,Sekaryani meluruhkan kesedihan dengan mencium bibir lembut Manjani.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD