SAYATAN 21

936 Words
Wastu dan Kong Jaal tersedot ke dalam lubang hitam. Lalu diempaskan ke sebuah tanah kosong berpasir. Mereka pindah ke alam lain lagi. kali ini hanya hamparan pasir tiada tara dan bentangan langit kelabu tanpa awan, tanpa bulan, tanpa matahari. Mereka hilang warna juga. Sebagai gantinya, bukan matahari atau bulan yang bertengger di bentangan langit, melainkan sebuah bola mata berurat merah. Mata itu berpupil pipih, seperti mata kadal. Dan kalau mengedip, selaputnya yang bergerak horizontal. Pergerakan mata itu mengikuti pertarungan lanjutan antara guru dan murid. Si murid yang telah bertumbuh mandiri dan memiliki pikiran sendiri, menentang apa pun dogma yang sejak kecil ditanamkan oleh sang guru. Sementara sang guru hanya ingin muridnya terbuka matanya. Terutama lebih bijak dalam memandang setiap pendirian. Dalam pertarungan ini sang guru lebih banyak berinstropeksi diri. Jangan-jangan kedatangan Lathi bukanlah misinya untuk membantu Lathi menemukan jati diri, melainkan sebuah tamparan keras agar Kong Jaal menilik lagi segala ajarannya kepada para murid padepokan. Melihat Wastu yang beringas menyerangnya, dia kecewa dengan diri sendiri. Rupanya dia gagal mendidik muridnya. Bolehlah dia telah mendidik ribuan murid dan kebanyakan dari mereka berhasil mengabdi dengan baik. Namun, ada satu murid yang melenceng dan terlalu ekstrim perubahannya, itu tetap dinamakan kegagalan. Dan satu kegagalan dari seribu keberhasilan, lebih nampak. Tidak mungkin bagi Kong Jaal melukai muridnya sendiri. Sedari tadi dia hanya menghindar serangan tanpa membalas. Wastu lompat, berguling, menerjang, menyerimpet, menjegal, dia kesal kenapa Kong Jaal tak juga membalas. “Hajar aku balik!” seru Wastu. “Bukankah tadi Kong mau melukaiku?” Kong Jaal membungkuk cepat ketika Wastu mengayunkan sikutnya. “Tidak, Wastu. Aku hanya ingin melumpuhkanmu demi kita keluar dari tempat ini, kita bisa bicarakan empat mata di padepokan.” “Kenapa? Karena akan ada banyak murid yang membela Kong Jaal? Sementara aku sendiri?” seru Wastu. Dia melancarkan pukulan seribu. Kong Jaal menghindarinya dengan baik. “Kita tidak perlu melibatkan mereka. Permasalahannya hanya Kong denganmu.” “Permasalahan ini menyangkut mereka juga. Lihat berapa banyak dari mereka yang telah Kong Jala cuci otaknya? Ditanamkan dogma yang sesat.” “Wastu, kritikmu kuhargai. Kong terima. Tapi mengatakan itu sesat, itu tidak bijak. Mungkin kau lupa, Kong selalu memberi mereka pilihan. Bukan salahku bila mereka menerimanya mentah-mentah. Kong telah memberi mereka kebebasan berpikir. Borgol ada di pikiran mereka sendiri.” “Tapi Kong tidak pernah berusaha mengajari mereka itu!” Wastu mengempas, hendak mendaratkan bogem roketnya ke Kong Jaal. Kong Jaal mampu menghindar sehingga bogem Wastu menyasar ke pasir. Membuatnya meledak tinggi. Anehnya, percikan pasir itu mematung. “Itu adalah hal yang mereka harusnya ajarkan kepada diri sendiri. Seperti kau!” Kong Jaal termakan perkataannya sendiri. Kenapa tadi dia mengatakan bahwa Wastu adalah kegagalannya? Wastu berhenti menyerang. Dia terengah-engah. Di tangannya ada sejumput pasir, dia tumpahkan, tapi sama halnya seperti percikan pasir ledakan tadi, jumputan pasirnya mematung. Melayang di udara. “Mari kita bicarakan di padepokan, ya? Mungkin memang Kong memerlukan relefksi, darimu.” “Bukan mungkin lagi. tetapi harus!” “Ya, Kong harus merefleksi diri. Maukah kau membantu Kong?” Kong Jaal merasa berhasil meredakan emosi Wastu. Wastu menjatuhkan diri, berlutut. Dia dikuasai kesedihan. Dia memikirkan Wira. Air mata menderas. Wastu bersujud, merangkul pasir. Kong Jaal mendekati, mengulurkan tangannya. “Mari sama-sama membantu, kita punya masalah masing-masing. Dengan bicara, mungkin kita bisa menemukan solusinya. Kong akan membuka telinga Kong atas pendapatmu. Tidak ada lagi doktrin dan dogma.” Wastu mengangkat wajahnya. Dia melihat Kong tersenyum. Senyuman yang dia ingat kali pertama Wastu diangkat sebagai murid setelah ditemukan terluka parah di pinggiran sungai. Dulu Wastu dikerjai oleh anak-anak muda desa yang beringas. Wastu diajari untuk berdiri membela diri. Tapi bukan untuk membalas dendam. Untuk membantu kaum tertindas. Supaya di masa depan, tak ada lagi orang-orang bernasib sepertinya. Oleh Kong Jaal anak-anak muda perisak itu dia rekrut juga sebagai murid padepokan. Dia memberi ultimatum, jika ingin mencari lawan, carilah yang sepadan dan seilmu. Maka selama mereka berlatih bela diri, para anak muda itu dilarang mengganggu Wastu. Wastu heran dengan keputusan Kong Jaal memasukkan mereka ke padepokan. Bukannya nanti malah memberi kesempatan mereka jadi lebih beringas lagi? Yang dilihat Wastu mengubah pikirannya. Kong Jaal memberi ujian lebih berat kepada anak-anak muda itu. Ujian-ujian yang perlahan mengikis sikap beringas mereka. Ketika mereka dinyatakan telah melewati satu ujian kelayakan, Wastu dan ketua geng perisak itu beradu. Yang terjadi adalah duel sportif. Pemuda itu sudah hilang niatannnya untuk merisak Wastu, justru meminta maaf. Pada akhir duel, Wastu yang menang. Ingatan-ingatan itu mengisi kepala Wastu saat ini. Dia melihat uluran tangan Kong Jaal. Dia tatap lama, sampai akhirnya dia menyerahkan tangannya. Kong Jaal membantunya berdiri. “Dari semuanya, kau adalah murid terbaik Kong.” Kini pikiran mereka sudah berdamai. Alam itu memunculkan pintu, dari langit keluar semacam lingkaran mendarat melewati mereka. Dalam satu kejap mata mereka telah berpindah lagi ke ruang pagoda. Di pinggir kolam. Wastu mendudukkan diri di kotak batu. Merenungkan tindakannya. Kong Jaal juga duduk di dekatnya. Tangannya belum lepas dari pundak Wastu. Sesekali dia melirik ke arah kolam, berharap Lathi segera keluar dari sana. Apa pun yang dihadapinya, semoga tidak menjadi akhir riwayatnya di alam ini. “Mau teh?” tawar Kong Jaal. Wastu mengangguk. Di pagoda itu terdapat meja kecil dengan poci yang selalu berisikan air panas. Kong Jaal memetik daun teh di depan teras. Lalu meluruhkannya di dalam poci. Dia membawakan dua cangkir untuk berdua. Wastu menghirup teh itu. Sudah lama dia tidak dijamu oleh Kong. Waktu pertama dilantik jadi murid, dia disajikan itu oleh Kong Jaal. Sehirup dua hirup, tiba-tiba dari kolam muncullah Lathi, menggapai-gapai dan mereguk udara. Kong Jaal segera menceburkan diri dan menolong Lathi. Wastu membanting cangkirnya. Dia sampai lupa tujuannya ke sini untuk apa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD