JILATAN 13

550 Words
Lathi baru bisa masuk sekolah empat puluh hari setelah kematian Pak Tarjo. Itu pun dengan penolakan yang sama di awal. Kepala sekolah baru yang ditunjuk langsung oleh diknas setempat, menutup mata melihat Lathi. Hal itu membuat geram Waluyo. Kemudian tanpa sepengetahuan dan persetujuan Moko, sepulang kerja, kepala sekolah yang bernama Yoto, masih muda ia, dicegat oleh Waluyo di perempatan sewaktu ia melipir ke toko kelontong. Kepala sekolah bermuka tengil itu diseret dan didesak ke tembok sebuah gang kecil sepi orang. "Lihat ini," Waluyo memamerkan empat jarinya yang dipasangi cincin akik. "Buat ninju pasti sakit." "Ini... ini apa maksudnya?" Yoto berkeringat dingin seketika. "Kau pecundang tengik. Pejabat tak tahu etika. Pejabat songong. Pejabat suka menyakiti hati orang." "Itu.. itu bukan deskripsi tentang saya. Lihat saja di buku profil sekolah." Waluyo menghantam tembok di samping pipi Yoto. Ia membuat Yoto menengok dan melihat bekas hantaman bogemnya. Tembok itu retak dan remahannya mengotori kemeja merah muda Yoto. "Ampun... ampun... saya baru mau kencan nanti malam, jangan buat benjut muka saya. Tolong bilang saja apa yang anda mau." Yoto berkeringat dingin dan hampir menangis. "Terima anak bernama Lathi untuk bersekolah di sekolahmu. Awas kalau tidak. Akan kubuat kau jelek sejelek tahi kucing." "Baik baik. Besok silakan datang lagi orangtuanya untuk administrasi." Waluyo melepas cengkeramannya dari kerah Yoto. Biar tidak begitu kecewa akibat tidak jadi membuat jelek muka Yoto, ia menyentil kuping kepala sekolah muda itu dengan kencang sampai memerah. Yoto memengangi kupingnya sampai menunduk-nunduk. Waluyo pergi tanpa kata-kata tambahan. "Lathi besok bisa sekolah," Waluyo memberitahu sesampainya di rumah. "Asiiiik." Lathi minta digendong Waluyo. Iguana ikut digendong juga, di lengan kiri Waluyo, hampir seperti tato yang timbul. "Abang akan mengantar Lathi setiap hari." "Boleh bawa Iguana?" "Biar abang yang bawa. Biar kalau Lathi istirahat bisa bermain dengannya. Jangan dibawa ke kelas. Iguana tidak bisa baca." Lathi tersenyum. "Baiklah." Moko, Manjani dan Sekaryani datang ke sekolah untuk mengurus administrasi. Sekaryani pun heran dengan sikap Pak Yoto yang suka menunduk sembari menandatangani berkas. Oleh Manjani ia diberitahu, "Perbuatan Waluyo." Sekaryani mengangguk, dalam hati menyesalkan tindakan itu. Ia takut itu nanti bakal berakibat buruk terhadap Lathi. Setelah selesai dengan t***k bengek urusan administrasi, Manjani dan Sekaryani mengantar Lathi ke kelas. Mereka disambut hangat oleh guru kelas. Guru tersebut tampak tidak takut atau risih dengan Lathi. Melihat itu Manjani dan Sekaryani jadi senang. "Kami titip Lathi, ya. Dengan bu siapa?" Guru kelas itu masih muda, jauh lebih muda dari Manjani bahkan. Dari perawakannya yang ramping mungil, sepertinya masih usia mendekati dua puluh. Ia menawarkan senyum hangat selalu, "Saya Memes." Ia menawarkan jabatan tangan perkenalan. Manjani dan Sekaryani senang menyambut perkenalan itu. Setidaknya, pikir Sekaryani, masih ada orang yang memiliki welas asih tanpa pandang wujud fisik. "Ayo, Lathi, kita masuk kelas dan perkenalan." Lathi yang memasang wajah riang, menurut, ia melambaikan tangan kepada dua ibunya. Dari pagi sampai siang waktu pulang sekolah, Sekaryani danWaluyo yang membawa kandang Iguana, menunggui Lathi di hari pertamanya sekolah.Manjani dan Moko pulang duluan. Semuanya berjalan baik-baik saja. Bahkan ketikawaktu istirahat banyak anak yang ingin dekat kepada Lathi, mereka pun tidaktakut ketika Lathi meminta Waluyo mengeluarkan Iguana dari kandang danbermain-main dengannya. Teman-teman Lathi malah berebut giliran untuk memberimakan Iguana. Hari itu, Sekaryani menyaksikan senyum bahagia yang belum pernahia lihat dari Lathi. Hatinya terenyuh, di kantin yang tidak begitu jauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD