SAYATAN 31

845 Words
Jonggi alias Kanto sudah tiga kali ejakulasi di dalam liang tubuh mati Lathi. Dia puas, mengeluarkan rokok dari kantong celana, tak masalah meski sudah penyok-penyok, dia hisap dengan hikmat. Dia berbaring memanfaatkan lengan tubuh mati Lathi sebagai bantal. Tak peduli darah dari leher buntung Lathi masih merembesi lantai. Kanto bersiul-siul sambil mengembuskan asap. Lindes masih sibuk di bawah menusuk-nusuk kepala Lathi di tong api. Apinya semakin besar, tercium aroma bensin padahal pembakar api di tong itu hanyalah barang-barang rongsokan macam kardus, puing kayu, buntalan kertas, dan sampah lainnya. Kanto memosisikan badan miring, menghadap tubuh Lathi. Dia tadi hanya meloloskan celana dan sedikit membuka kaos Lathi. Sekarang dia robek kaos Lathi dan bongkar semuanya. Dia takjub, tubuh Lathi masih menyisakan kehangatan. Pantas saja tadi dia masih enak sekali memasukkan dirinya. Kanto meremas-remas d**a Lathi, memainkan juga putingnya, bahkan mengisapnya bergantian dengan mengisap rokok. Makin lama Kanto malah mencumbui tubuh Lathi yang tanpa kepala. Dia tak jijik lagi, dia buka kardus yang menutupi leher Lathi. Dia benamkan kepalanya ke genangan darah itu. Menjilat-jilat darah, menelannya. Kanto melenguh puas. Tak pernah terbayang olehnya ternyata dia bisa berhubungan badan tapi dengan gadis tanpa kepala. Menarik. Itu sangat spektakuler. Kalau dia nekat menceritakan ini di internet dia pasti akan segera viral. Dan mungkin juga… ditangkap polisi. Kanto mengenang permainan tiga kalinya tadi. Yang pertama terlalu cepat, baru lima kali sodokan dia sudah keluar. Yang kedua dia lebih menikmati, ada mungkin lima menit yang memanjakan jiwa. Yang ketiga dia lebih mahir. Dia bahkan memosisikan tubuh mati Lathi dengan posisi-posisi yang diingatnya dari video asusila. Kanto tidak menyadari adanya kadal di kantong jaket Lathi yang dia robek paksa juga tadi. Bubun si kadal, membebaskan diri dari timpaan lipatan jaket dengan menggigitnya. Dia merasakan marabahaya, bila dia berlama-lama diam saja, Lathi akan mati sepenuhnya. Bubun merayap, dia menyelinap ke celana Kanto. Kanto panik, dia mengibas-ibaskan kakinya, memukul-mukul gerak ganjil di dalam celananya. Kulitnya serasa dicakar-cakar. Dia panik bukan main, mana celana jinsnya susah sekali dilepas gara-gara kancingnya dia ganti pakai peniti dan penitinya berkarat jadinya macet. Bubun mencapai kepala kemaluan Kanto, dia gigit lahap. Putus. Kanto menggelepar, dia lompat-lompat tak karuan, sampai akhirnya dia tergelincir dari balkon, terjun ke lantai satu, kepala duluan mengenai lantai cor-coran. Pecah kepalanya. Lindes melonjak kaget. Dia menoleh ke sana kemari, terutama ke lantai dua. Tak ditemukan apa-apa dan siapa. Lindes merinding, dia menengok ke dalam tong, kepala Lathi masih di sana, sudah gosong dan berbau seperti bakaran sate. Lindes telat menjerit, dia kabur kemudian terbirit-b***t. Dia melompati bangkai teman-temannya yang tanpa kepala. Dia sempat terjegal oleh kepala bos begal. Lindes mengumpat, panik membelalak. Bangkit sempoyongan dan lari pontang-panting tak karuan. Dia melompati pagar seng tapi celananya robek, sekaligus menyayat betisnya. Lindes mendarat muka duluan. Pipinya tertancap paku karatan. Lindes masih bisa berdiri. Sempoyongan melanjutkan larinya. Bubun keluar dari celana Kanto susah payah merobek s**********n celana jins. Dia melepeh kelamin Kanto yang bau amis itu. Bubun mencari kepala Lathi dengan melacak aroma darah dagingnya. Untunglah bagi Bubun si kadal gaib itu tidak mempan api, dia mencemplungkan diri ke tong itu sekaligus memadamkannya. Dia gigit pinggiran potongan leher di kepala buntung Lathi, dia seret keluar dari kantong. Bubun merayap di dinding menuju lantai dua. Kepala Lathi sudah tak kelihatan cantiknya lagi. Sudah gosong, rambutnya habis, matanya meleleh. Lidahnya mengkerut. Giginya menghitam. Bubun tahan panas, tak masalah baginya. Pengetahuan yang melekat erat dalam darah Bubun menyatakan bahwa apabila tubuh Lathi masih mengeluarkan darah dan terasa hangat, itu masih bisa baginya menyambungkan lagi kepala. Kalau tidak, ya sudah tamat Lathi. Karena tidak merasakan panas atau hangat, Bubun berusaha saja memasang kepala Lathi kembali pada lehernya. Dia jilati darah yang menggenang di lantai dan melumuri garis potongan pada leher Lathi. Bubun naik ke d**a Lathi, menunggu. Darah yang menggenang itu bergerak. Rembesannya tertarik kembali ke potongan leher, membentuk seperti tangan kental mengusap leher Lathi, menyambungkannya kembali, seperti gerakan menjahit. Lalu perlahan-lahan, kulit gosong dari leher sampai ujung kepala mulai meremajakan dirinya lagi. Rambut tumbuh pendek. Bola mata memadat lagi. lidah memanjang lagi. Lathi bangkit menghentak, menarik napas panjang. Lalu terbatuk-batuk. “j*****m!” kata pertamanya. Dia melihat tubuhnya tanpa busana. Kurang ajar sekali. Bubun menjilat pipi Lathi. Lathi langsung melunak. “Terima kasih Bubun. Kalau tidak ada kamu, aku pasti sudah mati. Padahal ada misi yang mesti kuselesaikan.” Lathi berdiri, dia ingat masih punya baju salin di motor. Dia berdiri di tepi balkon lantai dua. Mengamati di lantai satu rupanya Kanto yang mati karena menghantam lantai serta kelamin putus, mulai bangkit lagi. Itu gara-gara ada darah Lathi di lidahnya. Lathi mau menghukum mereka lagi karena sudah mengkhianatinya, tapi Bubun menyarankan yang lain. “Kamu sudah membasmi para begal di sini. Kupikir dua orang itu akan menjalani hidup dihantui bayanganmu, Lathi. Aku tahu itu.” “Ya sudahlah, kubiarkan mereka dulu. Nanti kapan-kapan aku akan kembali mengecek kelakuan mereka.” Lathi turun dari gedung itu dengan lompat. Kanto kaget melihat Lathi masih hidup. Dia lari terbirit-b***t. Lathi mengagetinya dengan meraung seperti macan kepanasan. Lathi berjalan keluar, melompati seng dan menuju motornya. Mengambil baju salin. Lalu pergi dari sana. Melanjutkan pencarian ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD