SAYATAN 32

991 Words
Sudah menjelang pagi dan Lathi belum berhenti sama sekali. Dia mengikuti arahan Bubun yang juga melek sepanjang waktu bersamanya. Kini dia nangkring di dasbor motor. Aman karena kakinya bisa menempel lekat. Bubun bisa loncat dengan leluasa ke jaket baru Lathi lalu membisikinya dekat telinga, “Kamu perlu istirahat. Meski kamu seorang immortal, tapi energimu bisa terkuras juga lho. Apalagi dalam malam ini kamu sudah membangkitkan tiga orang sekaligus, termasuk dirimu.” “Benar juga, oke oke, Bubun bawel,” kata Lathi. Dia mencari pom bensin terdekat yang kelihatan sudah sangat sepi. Dia parkir di sana dan menyelinap masuk ke bilik ATM yang berpendingin udara. Lathi meringkuk memeluk dirinya sendiri. Jaketnya dia lipat sedemikian rupa supaya jadi bantal yang nyaman. Bubun berinisiatif melindungi Lathi dari gangguan orang pom bensin yaitu dengan mematikan lampu bilik ATM dan mengganjal pintunya pakai patahan ekornya. Toh Bubun bisa menumbuhkan ekornya lagi. Seperti yang Bubun bilang, Lathi butuh istirahat. Buktinya dia baru sebentar membaringkan badan sudah terlelap. Lathi terbawa oleh mimpi, ke sebuah ingatan. Yang terasa begitu jauh, begitu lampau. Sesuatu abstrak yang amat dirindukannya. Ibu. Lathi dibawa ke sebuah penampakan wajah samar. Batas pandanganya terhalang. Dia menyadari, dia masuk ke dalam wujudnya yang masih bayi. Ketika itu dia belum dapat melihat dengan jelas-jelas amat. Yang dia lihat adalah senyum merekah ibunya. Senyum itu yang selalu membuat Lathi semangat hidup, dulu ketika pertama tinggal di sebuah panti. Senyum itu perlahan terlupakan oleh senyum yang sama hangatnya dan dimiliki oleh ibu angkat yang betulan hadir untuknya. Sekaryani. Sekarang karena ibu asli itu hadir kembali untuk bertemu dengannya, menjelaskan situasi kaum imortal sepertinya, senyum itu hadir, namun kini berubah jadi bibir yang datar saja. Tanpa ekspresi. Lathi pikir itu adalah manifestasi dari ketidaktetapan wajah para imortal seperti dirinya yang bila kena ledakan atau api cukup panas, bisa mengubah penampilan. Lathi melayang kini, mengikuti langkah ibunya yang menyembunyikan tampan menggunakan kerudung besar. Menembus hujan dan kegelapan. Di tengah jalan ibunya dicegat oleh sekelompok pria berpakaian necis. Jas hitam dan kemeja putih. Mereka berkacamata hitam semua meski hari sudah gelap. Lathi kagum, ibunya dapat mengalahkan mereka dengan mudah. Jumlah mereka padahal ada dua belas. Ibu Lathi membunuh mereka dengan meludahkan cairan hijau dari mulutnya. Dua belas orang itu leleh seketika, wujudnya melumer ke aspal. Ibu Lathi mencuri salah satu mobil mereka dengan terlebih dahulu menghancurkan alat pelacaknya. Sejak malam itu, ibu Lathi lenyap dari peredaran. Mimpi berikutnya membawa Lathi pada malam pertama dia mendapatkan atau menyadari keunikannya. Yaitu ketika dia menjerit panjang memekakkan telinga seisi panti. Lathi dalam mimpi disajikan dua pemandangan yang saling berkesinambungan. Momen menjelang dia menjerit panjang, adalah momen saat ibunya tertangkap, lalu dilakukan ujicoba berbasis siksaan. Para laki-laki berkacamata hitam itu menyuntikkan sesuatu ke tubuh ibu Lathi. Mereka mengumpat dan membanting banyak barang lab karena tak mampu menemukan petunjuk apakah ibu Lathi berhasil melahirkan bayi atau tidak. Ibu Lathi pun diam seribu bahasa. Dia dimaki-maki tidak tahu diri, diberi anugerah tapi seperti itu membalasnya. Untunglah ada orang baik yang membebaskan ibu Lathi. Ibu Lathi yang mendendam dan bersumpah akan menghancurkan markas itu merakit bom dadakan, dia meledakkan markas itu beserta ratusan orang di dalamnya, termasuk dirinya sendiri. Itu dilakukannya dengan kesadaran bahwa dia bisa bangkit kembali selayaknya foniks. Bangkit dari abunya. Hidup menjadi orang yang baru tapi tetap membawa ingatan lama. Wajah baru ibu Lathi itulah yang dia ingat sebagai wajahnya Bi Seroh di padepokan Ki Yono. Lathi menangis, rupanya selama ini, dia sudah pernah berada di pelukan ibunya sendiri. Lathi berusaha keras untuk mereka ulang pengalaman itu, namun gagal. Pengalaman itu tidak bisa direka hanya dengan memikirkannya, tapi harus dilakukannya. Lathi terjaga karena ada suara berisik di bilik ATM sebelah. Dia membuka mata dan mengintip bersama Bubun. Pom bensin masih beroperasi tapi tidak ada yang menjaga. Lathi membuka pintu perlahan, dan merayap di lantai demi tidak terdengar oleh siapa pun yang lagi ada di sebelah. Lathi merasakan niatan jahat sedang berlangsung di sana. “Kawanan pembobol ATM,” gumam Lathi. Lathi ingin mengerjai dua orang itu yang lagi mencongkel mesin ATM. Dia coba pikirkan cara yang menarik. Pembobolan itu dilakukan menjelang subuh. Pantas saja pegawai pom bensin itu lagi tidak kelihatan, mereka sedang ibadah dulu. “Kita apakan ya, Bun, biar mereka kapok sekapok-kapoknya?” Bubun kelihatan berpikir, dia melongo melalui lubang pintu. Dia bisa melihat dengan jelas karena ukurannya yang kecil dan bisa menyelinap di celah sempit. Bubun kembali dan membisikkan sesuatu ke Lathi. Lathi mengangguk, tertawa dalam hati. Lathi memberikan jarinya untuk digigit Bubun. Bubun bilang dia bisa tak terlihat oleh orang lain, sesuai dengan statusnya sebagai kadal gaib. Setelah menjilat darah Lathi, Bubun menyelinap masuk ke bilik ATM sebelah. Bubun membuat pintu tak bisa diayun dengan menggunakan cakarnya. Perlahan tapi pasti ukuran tubuh Bubun membesar. Dua pembobol itu baru mau mencongkel pakai linggis ketika Bubun sudah memenuhi seisi bilik. Keduanya terdesak kehabisan napas, wajah mereka menempel lekat ke kaca. Sampai pagi terang mereka terjebak dengan muka menempel kaca. Lathi sudah cabut duluan. Dia sudah merasa segar dengan tidur satu jam tadi. Petugas sif berikutnya yang menemukan dua pembobol ATM itu terjebak aneh di bilik ATM. Dia segera lapor polisi dan mereka datang dan meringkus mereka. Lathi sedang ada di musala pom bensin, mengamati dari jauh bagaimana dua pembobol itu dibebaskan dari bilik. Mereka lengket sekali ke kaca sampai ketika dicabut paksa, pipi mereka masih menempel, mereka menjerit kesakitan. Sudahlah mereka robek pipinya, juga dibawa ke kantor polisi untuk ditahan. Cocok sekali. Pantas sekali. Bubun sudah kembali ke motor Lathi. Mereka berdua siap melakukan perjalanan kembali. Masih jauh dari jangkauan. Bubun bisa merasakannya. Tampaknya ibu Lathi sedang dipindahkan ke tempat baru. Itu hanya mendorong Lathi supaya lebih cepat lagi mencari ibunya. Tak lupa Lathi melakukan tos bersama Bubun. Tos simbolik kemenangan karena dalam satu malam sudah berhasil membasmi kebatilan lebih dari satu. “Menyenangkan juga sepanjang jalan kita sudah jadi hakim jalanan. Lama-lama aku terbiasa. Pintar juga kau Bubun, banyak akal, aku harap kau tetap bersamaku meski kita sudah menemukan ibuku,” kata Lathi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD