SAYATAN 33

1339 Words
Pencarian Lathi terhadap ibunya mulai menemukan titik terang. Bubun dengan yakinnya mengarahkan Lathi ke sebuah gedung. Gedung itu merupakan perusahaan farmasi. “Hmm, masuk akal juga. Menurut yang diceritakan Bik Muyah, organisasi ini bergerak di penelitian dan pengembangan kloning manusia. Termasuk juga virus. Racun. Antidot. Tak heran kalau mereka beroperasi di sini. Kau yakin mereka di sini, Bun?” Bubun mengangguk. Di perjalanan tadi Lathi menyempatkan mandi di sebuah hotel yang disewanya per jam. Dia memanfaatkan kecantikan dan kecentilannya menggoda mas-mas resepsionis. Hotel itu karuan agak-agak licin usahanya. Orang menyewa kamar bukan untuk istirahat, melainkan hal lain. Hal-hal yang berhubungan dengan birahi. Bagi yang punya hubungan terlarang. Hotel itu tersembunyi di sebuah gang kecil. Di samping bertumpuk rumah triplek. Selain itu Lathi juga menyempatkan membeli pakaian yang membuatnya mudah untuk menyelinap tanpa khawatir ada bajunya yang tersangkut. Dia membeli baju ketat dari latex. Lathi timpa pakai baju kedodoran supaya gampang nanti melepasnya. Tak lupa, sebelum dia pergi dari hotel itu dia memberi kado buat si mas-mas resepsionis, yaitu sepasang gunung berpucuk mencuat menggemaskan dia pamerkan gratis kepadanya. Mas-mas itu sampai mimisan mengacungkan jempol, lututnya lemas dan dia pun ambruk pingsan. Kini Lathi berdiri di hadapan gedung tinggi menjulang itu. Lathi menguatkan tekad. Dia melawan kesan bahwa dirinya makhluk kecil di hadapan gedung. Dia beraksi tengah malam. Seharian tadi dia bersembunyi di hotel dan berbelanja. Dia juga bersemadi, mengakses dirinya, sukmanya. Bukan sukma nerakadal. Sejak dia mampu membantah nerakadal, sukmanya bertambah kuat. Lathi tidak perlu repot-repot memaksakan diri untuk tahu dia bisa apa saja. Yang dia tahu, lakukan semuanya dengan dorongan alamiah. Apa yang Lathi pikirkan, bisa kejadian. Itu kuncinya. Percaya. Semua itu ada aturannya, Lathi paham betul. Harus sesuatu yang masuk akal bagi makhluk sepertinya. Tak mungkin Lathi meminta dirinya bisa berpindah tempat dalam sekejap, atau menjadi tak terlihat. Itu bukan ada di darahnya. Darahnya beda. Mungkin di tempat lain ada makhluk-makhluk yang berdarah seperti itu. Seperti yang dirasakannya terhadap bocah kecil di desa Ndoroalas itu. Lathi memarkirkan motornya di lingkungan belakang gedung farmasi itu. Lingkungannya sangat kumuh, bau limbah. Meski sudah ada papan pelarangan untuk membuat tempat tinggal di dua puluh meter sekeliling gedung, warga sekitar situ tetap bandel. Lathi menyembunyikan motornya di antara puing-puing pintu kamar mandi. Lalu dia tutupi pakai seng dan triplek, serta terpal. Kini Lathi berdiri menantang dari arah belakang gedung. Dia akan taklukkan isi gedung itu dan menemukan otak di balik penculikan ibunya. Lathi mulai bergerak, dia melepas baju kedodorannya. Dia memakai pakaian latex itu, kini lengkap bersama topengnya. Lathi juga menyarungkan tangan dan kakinya. Lalu dia coba untuk merayap di dinding, dia senang rupanya masih bisa menempel selayaknya tokek. Lathi dengan cepat, bersembunyi di bayangan gelap, melewati pagar tinggi serta kawat durinya, dengan mulus dia mendarat di lingkungan gedung. Mencari wilayah gelap dan meneruskan rayapannya di dinding sampai ketemu lubang udara tempat dia menyelipkan diri. Selama itu dia menghindari sorotan lampu dari para penjaga. Gedung itu dijaga ketat oleh puluhan sekuriti. Yang perlu dilakukan Lathi sekarang adalah mencari kantor sekuriti di dalam gedung. Di ruang pemantauan seluruh lingkungan gedung dalam satu tempat. Bubun mengaku kehilangan penciumannya karena aroma di gedung farmasi ini terlalu tajam kimianya. Bubun bersembunyi di balik kostum Lathi. Sehingga kelihatannya tubuh Lathi yang liukannya bagus itu menonjolkan sebentuk kadal kecil di bagian perut. Gedung itu sungguh besar, Lathi sudah berkutat lama di langit-langit, menghindari sorotan kamera cctv dan bersembunyi di wilayah gelap. Kadang dia mesti lompat untuk menuju titik gelap lainnya. Lathi mematung ketika melihat ada pegawai gedung melintas di lorong. Perlu diwaspadai karena Lathi dalam tubuhnya yang dewasa muda cukup kentara. Lathi ganti strategi. Dia mesti bisa berjalan leluasa di gedung ini. Dia coba ikuti salah satu pegawai yang ditemuinya di lorong yang posturnya cocok dengannya. Ketemu. Pegawai perempuan muda itu masuk ke sebuah lab. Lathi perhatikan dia sendirian di sana. Tepat sekali. Lathi menyelinap masuk lewat lubang udara, lalu merayap di atas langit-langit lab itu. Lathi secara perlahan dan hati-hati membuka kap udara di lab itu, turun tanpa menimbulkan bunyi. Lathi berguling, lalu menjegal perempuan itu, tangannya dengan cepat menutup wajahnya supaya dia tak sempat berteriak. Lathi pukul sekeras-kerasnya tengkuk belakangnya. Perempuan itu seketika pingsan. Lathi menyeretnya ke tempat yang lebih leluasa. Dia meloloskan seragam kerja perempuan itu, bahkan melepas juga pakaian dalamnya. Lathi tertawa, dia mengagumi bentuk tubuh perempuan itu. Lathi masukkan perempuan itu ke dalam lemari pendingin. Kalau dia bekerja di sini berarti dia bagian dari organisasi Kalong Ireng. Seragamnya saja ada logo kecil berbentuk sayap kelelawar. Lathi memakai seragam itu di atas kostum latexnya. Dia melepas topeng dan mengantonginya. Dengan kartu akses perempuan yang bernama Nindi tadi, Lathi bisa masuk ke ruangan mana saja. Lathi keluar dari ruangan lab dan membaca peta setiap lantai, itu bisa ditemuinya di setiap jajaran elevator. Rupanya ruangan monitor ada di lantai tiga belas. Lathi masuk ke elevator dengan menggunakan kartu akses tadi, memencet tombol tiga belas. Tidak ada yang membarenginya. Aman. Bubun keluar dari risleting latex Lathi dan pindah ke kantong seragam farmasi. Bubun menggeliat gelisah. Lathi menepuk-nepuk pelan menenangkannya. Di lantai tiga belas Lathi mencari koridor tempat ruangan tim sekuriti. Dia menyiapkan diri dengan ragam serangan yang bisa terpikirkannya. Itu harus dilakukannya dengan cepat sebelum mereka memencet alarm. Firasat Lathi sedang bagus. Lathi mengetuk pintu ruangan itu, lalu merayap di dinding atas daun pintu. Ketika ada yang membuka, Lathi dengan cepat merayap masuk, lalu dengan cepat mencari ceruk yang muat dengan tubuhnya sebelum ketahuan. Ruangan itu luas sekali ternyata dan langit-langitnya berada di ketinggian. Dinding tempat Lathi merayap merupakan tumpukan-tumpukan alat elektronik yang tersambung satu sama lain dengan rapih. Di bawah sana layar-layar besar monitor terpampang. Ada meja bundar yang bermuatan elektronik juga, ditempati oleh belasan tim pengawas. Sekuriti yang berpakaian hitam-hitam berdiri di beberapa titik untuk memastikan keamanan. Untunglah pintu yang Lathi ketuk tadi cukup tinggi sehingga pergerakannya ada di atas level pandang. Lathi bersembunyi di rangka besi tempat sebuah kotak elektronik. Lathi duga itu adalah kotak penyimpanan rekaman cctv. Lathi menajamkan mata melihat tampilan puluhan layar. Dia mencari ruangan yang diduga tempat organisasi ini menyekap ibunya. Bubun memunculkan kepala dari kantong jaslab Lathi. Dia memberi sinyal kepada Lathi bahwa benar, aroma tubuh mereka adalah yang membawa paksa ibu Lathi dari rumah Bik Muyah. Dari puluhan layar monitor Lathi tidak menemukan lokasi ruangan. Bisa jadi memang dirahasiakan. Tempat ini, gedung farmasi ini hanyalah sebagai kedok. Organisasi di dalam organisasi. Lathi merutuk pelan. Menggigit jari. Bagaimana kalau sudah begini? Dia sudah kadung masuk kandang musuh. Keberadaannya di sini saja sudah sangat riskan. Serangan yang dipikirkan Lathi tidak memungkinkan untuk menjatuhkan banyak orang di dalam ruangan ini sekaligus. Dari apa yang diceritakan Bik Muyah kepadanya tentang ibunya yang sangat hati-hati dalam berpindah-pindah tempat dan menggunakan kemampuan uniknya, organisasi ini mampu mengumpulkan petunjuk-petunjuk dan meruncingkannya menjadi satu fakta yang bisa mereka kejar. Itulah kenapa ibu Lathi bisa tertangkap. Sekarang, Lathi dengan terang-terangan membuat banyak orang sengsara gara-gara kemampuannya. Anehnya, kenapa organisasi itu tak segera menangkapnya? Apa yang mereka tunggu? Harusnya lebih mudah bagi mereka, terutama ketika Lathi tinggal di rumah Pak Hendra. Lathi yakin organisasi Kalong Ireng ini punya pion-pion di lembaga-lembaga negara. Mereka organisasi yang besar. Ada tapi tak terlihat pergerakannya. “Ibuku tidak ada di sini, Bun,” kata Lathi. Bubun kelihatan meragu. Dia bisa merasakan Ibu Lathi di sini. “Kalau kau yakin, kenapa tidak arahkan aku ke sana?” Bubun merengut, dia masuk kembali ke dalam kantong. Lathi juga jadi sebal. Apa yang mesti dilakukannya sekarang? Lathi merasakan paranoid pertamanya di sini. Mengingat apa yang terjadi dengan ibunya, bisa dipastikan mereka akan melakukan hal yang sama terhadap Lathi. Mereka menggunakan ibu Lathi sebagai umpan. Lathi adalah yang mereka inginkan. Tapi, berdasar cerita Bik Muyah, mereka tidak menyadari kalau ibunya berhasil melahirkan anak. “Ah, masuk akal. Itu yang membuat mereka belum segera menemukanku. Mereka masih ragu,” Lathi angguk-angguk. Lathi kedapatan ide. Dia mesti belajar dari tempat ini. Tak perlu buru-buru membunuh mereka. Cara terbaik untuk mengalahkan musuh, adalah dengan mengenalinya secara mendalam. Lathi mengangguk, dia menyelinap masuk lebih dalam ke kegelapan. Mata dan telinganya dipertajam. Menangkap segala perkataan dari tim pengawas di ruangan ini. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD