bc

Promise Of Our Heart

book_age18+
416
FOLLOW
1K
READ
sporty
sweet
brilliant
genius
realistic earth
secrets
like
intro-logo
Blurb

Diandra Margaretha seorang wanita polos yang baru pertama kali mengenal cinta. Ia memiliki seorang kekasih bernama Dewa. Hubungan mereka tampak baik-baik saja sebelum kedatangan cowok blesteran bernama Petir Arswenda.

Diandra berpikir jika kekasihnya itu tidak pernah serius dalam hubungan cinta. Bahkan Diandra juga tidak begitu berani terlalu dalam mencintai. Hubungan mereka hanya sebatas cinta monyet.

Diandra melihat Petir lebih serius dan baik memperlakukan seorang wanita. Petir pandai mengambil hati keluarga Diandra. Ia tidak banyak bicara tapi melakukan tindakan untuk mengambil hati Diandra.

Siapa yang tidak tertarik dengan dengan laki-laki yang serius dalam hubungan. Seorang Diandra pasti luluh lantah melihat bukti-bukti yang diberikan Petir.

Akankah Diandra meninggalkan Dewa yang terlihat tenang dan dianggap tidak serius dalam hubungan cinta atau Diandra akan memilih Petir yang dia pikir serius menikahinya.

chap-preview
Free preview
Foto Usang
"Wah ini kacau sekali, kenapa foto ini bisa di sini. Album lama dari jaman sekolah yang aku sendiri sudah lupa menaruhnya." Sang kakak terlihat khawatir sambil menatap beberapa foto. Ia memegang satu foto cowok muda tampan dengan rambut lurus terbelah, godek tipis serta berkulit putih dengan tubuh berisi. "Tadi pada masuk gudang nyari sesuatu kayak bisa dimanfaatkan, soalnya aku ada di kasih tugas dari sekolah. Ini lihat Kak, aku nemu kamera janan dulu." Sang adek menunjukkan sebuah kamera berwarna hitam keluaran tahun tujuh puluhan. Adek tidak terlalu menanggapi sang kaka yang tampak kebingungan melihat foto jaman sekolah di bongkar. "Iya itu kamera emang jadul, aku juga masih ingat itu dari jaman kakek. Aku gak lagi bahas kamera! Ih kamu cuek banget, gak lihat aku khawatir ya," kata sang kaka. Mengumpulkan foto-foto yang berserakan di meja, kembali memasukkan ke dalam album yang terlihat usang. Tampak sibuk membersihkan kamera, berbicara atau menjawab pertanyaan kakanya tanpa beradu pandang. "Emang kenapa sih? Kan cuma foto jaman sekolah. Lagian yang ada di album bukan foto satu cowok, ada beberapa teman akrab kaka juga kan." "Iya emang ada banyak foto, banyak tumpukan album yang berisi foto-foto kegiatan sekolah. Aku memang dari dulu sering bawa kamera dan mengabadikan momen-momen tertentu. Kayak ini foto haiking." Menunjukkan beberapa foto anak remaja yang mendaki gunung. "Iya, aku sudah lihat kok, pas dulu, itupun juga atas izin kaka." Respon sang adik biasa saja. Berbeda dengan kaka yang terlihat tegang dan khawatir. Sepertinya ia ketakutan jika orang terdekatnya saat ini melihat foto itu. "Lagian kenapa masih di simpan," ucap sang adik. Sedikit menatap ke arah sang kaka, lalu kembali membersihkan kameranya. "Gak ada maksud apa-apa, lagian juga bukan foto mesra. Ini foto candit," sahut sang kaka sambil menunjukkan satu foto. "Bukan masalah candit atau gak Kak. Tapi itu kan foto mantan pacar waktu Kaka masih SMA. Kan dulu pernah cerita dan aku masih ingat Kak. Waktu itu kaka sudah putus dan kaka ngambil foto itu sekali jepret pas lewat di depan dia dan teman-temannya. Itu momen pas study tour, menjelang kelulusan." "Bener banget, aku juga masih ingat. Sebenarnya bukan apa-apa gak ada maksud jelek kenapa ngambil foto itu, hanya gak berani saja kalau izin ngambil foto dia, sedangkan aku gak bertegur sapa. Malu sih pas itu tapi mau gimana lagi, seluruh siswa dari beberapa kelas, memang bikin foto untuk kenang-kenangan terus di jadikan satu buku. Aku sedih kalau misalnya aku gak ada foto dia, rasanya aku gak profesional banget, mencampur adukkan urusan pribadi dengan urusan yang lain seperti kegiatan sekolah." "Padahal kalau Kaka minta izin foto pasti dia ngizinin Kak, masak tiga tahun gak negur sapa. Sampai lulus sekolah atau sampai selamanya mau musuhan. Ingat Kak, kalian pernah pacaran dua tahun loh. Aku percaya dia sayang sama kaka. Bahkan filling aku dia itu serius," sambung sang adek. "Iya, apa yang kamu bilang itu benar. Inilah yang membuat aku menyesal karena terbiasa dengan mudah mengakhiri hubungan. Mungkin dulu aku masih polos, pikiran juga masih kekanak-kanakan. Dikit-dikit kalau berantem break, itu masih bagus jika jeda hubungan karena untuk instrospeksi. Tapi salahku yang pas kita putus, aku memiliki keinginan sepihak." "Kakak nyesel kan." "Itulah penyesalan ku, apa lagi aku baru tahu ketika ibunya menemui ku. Ibunya baik sama aku. Aku pikir beliau gak tahu hubungan ku sama anaknya, secara aku pacaran sama anak kayak cinta monyet. Jaman sekolah jadi mikir gak mungkin ortu tahu, gak mungkin hubungan yang serius." The full story is on other platforms.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Dilamar Janda

read
319.6K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook