Bagian 9

1165 Words
Sudah dua hari, Akhtar belum juga sembuh dari sakitnya. Selama itulah ia tidak mengajar di kampusnya. Saat ini, Akhtar sedang menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ia sedang berdzikir, karena menurutnya dengan cara berdzikir hatinya akan semakin tenang. Tok Tok Tok "Assalamualaikum den Akhtar" panggil seorang asisten rumah tangga yang beberap hari lalu bekerja di rumahnya bernama Inem. Akhtar menghentikan dzikirnya. Lalu menyuruh pembantunya masuk ke kamar. "Masuk bi! Pintunya nggak di kunci" ucap Akhtar dengan suara serak. Pembantu itu langsung membuka kenop pintu dan memasuki kamar Akhtar dengan membawa nampan makanan. "Den, ini makan dulu! Habis itu minum obatnya!" ucap pembantu itu sambil meletakkan nampan makanan di nakas samping tempat tidur Akhtar. Akhtar tersenyum. Walaupun ia sakit, tapi aura ketampanannya masih terpancar. Apalagi saat ia hanya memakain kaos bewarna abu-abu yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dan celana pendek. "Makasih ya bi. Nanti saya makan" ucap Akhtar. "Harus den. Nanti kalau nggak di makan, nanti saya yang dimarahin sama nyonya" Akhtar tertawa lirih. "Iya bi. Oh ya, mama sama papa kemana?? Kok dari tadi saya nggak liat mereka?" tanya Akhtar. "Tadi nyonya sama tuan lagi pergi ke acara pernikahan" Akhtar menganggukkan kepalanya. "Ooo, yaudah kalau gitu" "Yaudah den, saya tinggal dulu. Mau beres-beres rumah dulu" Akhtar kembali menganggukkan kepalanya kembali. Lalu, pembantu itu pergi keluar dari kamar Akhtar. Akhtar menatap makanan yang dibawakan oleh bibi Inem. Rasanya ia tidak ingin memakan makanan ini karena lidahnya sedang mati rasa. Namun, bagaimanapun juga ia harus memakan makanan ini karena pembantunya telah memasakkannya dan dalam Islam kita tidak boleh membuang-buang makanan. Akhirnya dengan keadaan masih lemas, Akhtar memakan makanan yang dibawakan oleh bibi Inem. Hari ini, Afifa akan pergi ke suatu tempat dengan seseorang. Namun, bukan Maya. Tetapi, dengan David. Ya, semenjak kejadian beberapa hari lalu di malam hari, mereka memutuskan untuk berpacaran. Hal ini tidak di ketahui oleh siapapun. Bahkan, orang tuanya saja tidak ada di rumah, jadi ia masih bisa untuk pergi berduaan dengan David. Afifa sedang menunggu David di teras rumahnya. Tak lama kemudian, David datang dengan meniki motor kesayangannya. "Afifa!!" panggil David. Afifa langsung menghampiri David dengan senyuman yang ceria. Ia merasa, semenjak kedatangan David hatinya merasa tenang. "Maaf ya sayang, tadi di jalan macet" ucap David sambil menyerahkan helm kepada Afifa. "Nggak papa sayang. Yang penting, kamu nggak ninggalin aku kayak dulu " ucap Afifa sambil memakai helmnya. David hanya tersenyum. "Yaudah kalau gitu, silahkan naik tuan putri!" Afifa pun meenaiki sepeda motor itu. Lalu, sepeda motor itu berjalan menyusuri jalan. Selama perjalanan, Afifa melingkarkan tangannya di perut David dan menyenderkan kepalanya di punggung David. Rasanya sangat nyaman sekali. Afifa sangat bahagia sekali. Akhirnya, orang yang ia cintai datang juga. Setelah menempuh perjalanan, mereka sampai di sebuah taman. David memarkirkan motornya di tempat parkir. Setelah motornya terparkir, Afifa dan David menuruni motornya. Tak sengaja, tatapan David menuju ke arah tas yang di bawa Afifa. Ia ingat tas itu adalah tas kesukaan Afifa dari dulu. Namun, ada sesuatu yang hilang di tas itu. "Afifa kemana gantungan kunci dari aku??" tanya David. Afifa menelan salivanya dengan susah. Ia takut, David akan marah karena gantungan kunci pemberian David hilang. Selain Afifa yang ketakutan, David pun juga ketakutan. Karena ia takut Afifa akan tahu jika gantungan itu bukan darinya, namun dari seseorang. "Mmmm... Gantungannya ada si rumah. Tadi aku lupa buat masangin ke tas aku" bohong Afifa. David menghela nafas lega. "Untung aja Afifa nggak tahu kalau gantungan kunci itu dari Akhtar. Jadi, gw bisa dong menghasut Afifa buat tambah benci sama Akhtar" ucap David dalam hati. "Yaudah masuk yuk!!" ajak David dan menggandeng tangan Afifa. Di lain tempat, Akhtar yang meminum tiba-tiba gelas yang di pegang terjatuh dan pecah. Prannkk Akhtar terkejut. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Bibi Inem yang mendengar suara barang pecah dari kamar tuannya, ia langsung pergi  menaiki tangga ke kamar Akhtar. Begitu bi Inem membuka pintu, ia sangat terkejut bahwa gelas yang ia bawakan untuk minum Akhtar pecah. "Ya Allah den... Kok bisa pecah sih den. Udah udah jangan di bersihin, biar bibi aja yang bersihin" ucap bi Inem saat Akhtar akan mengambil potongan kaca yang berserakan. Akhtar hanya mengangguk saja dan memilih menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Perasaanya tiba-tiba tidak enak. Entah apa yang sedang terjadi sehingga membuat Akhtar jadi kepikiran. "Kenapa aku ngerasa ada sesuatu yang terjadi di luar dugaan ku??" Begitu Dani mengetahui jika Akhtar sedang sakit, ia langsung bergegas menuju ke rumah Akhtar. Pantas saja saat ia temui di kampusnya, Akhtar selalu tidak ada. Setelah melakukan perjalanan beberap menit, akhirnya Dani sampai di kediaman Akhtar. Satpam yang menaja rumah Akhtar pun membukakan pintu untuk Dani. Setelah Dani memasukkan mobilnya ke pekarangn rumah Akhtar, ia langsung keluar dari mobil dan mengetuk pintu. Tok Tok Tok "Assalamualaikum Akhtar!!" "Waalaikumsalam, sebentar!!" Mendengar ada seseorang yang memanggil Akhtar, bi Inem langsung membukakan pintu rumah. "Mmm Akhtar nya ada?" tanya Dani saat yang keluar bukan Akhtar, melainkan bi Inem. "Ada den, masuk aja. Den Akhtar nya lagi ada di kamar" Setelah di persilakan masuk, Dani langsung memasuki rumah sahabatnya dan berjalan menuju kamar sahabatnya. Dani sudah tiba di depan pintu kamar sahabatnya. Ia langsung mengetuk pintu dan memanggil nama Akhtar. "Assalamualaikum Akhtar" Akhtar yang sedang menonton tv, lalu tiba-tiba mendengar suara sahabatnya, langsung mempersilahkan Dani masuk. Dani pun memasuki kamr sahabatnya. Ia melihat kamar sahabatnya ini berantakan sekali. Danj berjalan ke arah ranjang dan duduk bersebelahan dengan Akhtar di ranjang. "Ya Allah tar Akhtar. Kamu liat tuh. Kamar kamu itu kayak kandang kambing. Gak di bersihin apa sama pembantu baru kamu??" Akhtar kesal. Bukannya memberikan doa, malah Dani mengomelinya masalah kamar. "Bisa nggak sih, kamu nggak bahas itu dulu. Ada yang lebih penting dari itu" jawab Akhtar dengan lemas. Dani menatap Akhtar. Wajah Akhtar sangat pucat sekali. Dan di lihatnya, badan Akhtar sangat kurus. "Apa gara-gara Afifa, dia jadi kayak gini?" ucap Dani dalam hati. "Apa yang mau kamu omongin?" tanya Dani. Akhtar menghela nafas lelah. "Aku ngerasa ada yang aneh gitu sama diri aku. Tadi aku itu mecahin gelas. Aku nggak tahu kenapa aku bisa kayak gini. Dan tiba-tiba aja juga, aku lngsung lemas" curhat Akhtar. Dani mengernyitkan dahinya. "Maksut kamu?" "Jadi, aku itu punya firasat tentang Afifa" Dani memutar bola matanya malas. "Afifa lagi... Afifa lagi. Mau sampek kapan kamu kayak gini cuman gara-gara Afifa. Sampek-sampek kamu mecahin gelas. Apa nggak sekalian tu vas bunga yang ada di rumah ini, kamu pecahin?" "Daaannn, aku serius!!!" jawab Akhtar dengan nada sedikit meninggi. Dani tertawa melihat sahabatnya itu marah. "Yaudah terus mau kamu gimana?" Akhtar nampak berfikir. Lalu, ia membuka mulutnya. "Aku minta tolong sama kamu. Tolong kamu pantau Afifa setiap hari. Kalau masalah kerjaan di kantor nggak usah kamu pikirin, biar yang lainnya yang handle!!" Dani mengangguk. Apapun yang sahabatnya mau, pasti ia akan turuti. Alhamdulillah part ini selesai juga. Niatnya tadi malem mau up, malah ketiduran. Maaf kalau makin jelek. Jangan lupa vote dan comment. Bentar lagi akan ke bongkar ya siapa Akhtar di masa lalu Afifa dan Afifa di masa lalu Akhtar. Dan siapa David sebenarnya. Jadi tetep stay ya.. See U ❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD