Bagian 12

1495 Words
"Ya Allah... Aku nggak nyangka, David itu orang paling licik sedunia. Aku juga nggak nyangka, kalau dia juga mencintai Afifa" ucap Akhtar setelah mendengar cerita dari Dani. Dalam hatinya ia berucap istighfar sebanyak mungkin. Takut ada pikiran negatif yang akan hinggap di pikirannya. "Terus, waktu kamu ngikuti David dan nguping pembicaraan dia?" tanya Akhtar sangat penasaran dengan pembicaraan David. Dani menghela nafas panjang. Ia takut sahabatnya ini akan drop lagi, mengingat Akhtar mempunyai riwayat penyakit tipes. "Jadi waktu aku nguping, dia bilang mau bunuh orang tuanya Afifa buat balas dendam" ucap Dani. DEG Akhtar terkejut dengan perkataan Dani. Ia masih tidak menyangka sahabat yang sangat ia sayangi malah berubah menjadi pria licik. "Kamu yakin David bakalan bunuh orang tuanya Afifa?" Dani mengangguk "Iya. Dan bukan cuman orang tuanya aja, kakaknya, Afifa dan-" "Dan apa?" tanya Akhtar ketika Dani tidak melanjutkan kalimatnya. "Dan keluarga kamu juga akan di bunuh karena udah jeplosin dia ke penjara" Lagi dan lagi hati Akhtar bagai di hantam batu yang sangat besar. Ia tidak bisa membayangkan orang yang di cintai mereka mati di tangan David. Ia tidak menyangka David akan senekat itu demi obsesinya dan balas dendam. Melihat Akhtar yang melamun, membuat Dani takut jika kesehatan Akhtar menurun lagi. Sejak Dani menceritakan rencana busuk David untuk membunuh keluarganya, Akhtar sering melamun. Ia tidak bisa membayangkan orang yang di cintainya mati di tangan orang yang licik. "Ya Allah apa yang harus hamba lakukan?" Tiba-tiba ponsel Akhtar berdering. Ia menoleh ke arah nakas samping tempat tidurnya. Ia mengambil ponsel itu dan melihat nama yang terpampang di ponselnya. Di sana ada nama mama. Akhtar heran, mengapa mamanya menelponnya padahal ia dan keluarganya satu atap. "Assalamualaikum ma? Ada apa?" akhirnya Akhtar mengangkat panggilan mamanya. "Waalaikumsalam. Mama sama papa mau bilang, kita lagi ada di bandara. Kita mau pergi ke luar kota. Tadinya mama mau bilang ke kamu, tapi kamunya malah ngelamun. Yaudah, karena ini urusan mendadak jadi ngabarin kamu lewat telepon" jawab mama di seberang telepon. "Oh gitu. Yaudah mama sama papa hati-hati ya" "Iya. Kamu juga, jaga diri baik-baik. Jangan lupa diminum obatnya. Terus jangan lupa buat makan. Jangan nglamun terus" "Iya ma. Yaudah Akhtar mau istirahat dulu ya ma. Assalamualaikum" "Waalaikumsalam" Panggilan pun berakhir. Akhtar merasa tubuhnya drop lagi. Belakangan ini banyak sekali yang harus ia pikirkan. Untung saja ada Dani yang bisa mengurus perusahaan papanya mengingat Dani bekerja di perusahaan papanya. Jadi masalah perusahaan bisa teratasi. Namun, bagaimana dengan keluaganya dan keluarga Afifa? Apakah mereka bisa selamat dari rencana jahat David? Apakah ia bisa menyelamatkan mereka dari David? Memikirkan itu membuat kepala Akhtar sangat pusing. Ia memijat pelipisnya yang terasa sakit. Akhirnya ia memilih untuk membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya. Pukul 17.00 sore. Dani sedang menempuh perjalanan menggunakan mobil ke rumahnya. Hari ini membuat badan Dani terasa remuk. Ia harus mengurus perusahaan orang tua sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai keluarganya. "Ya Allah. Semoga lelah hamba ini menjadi berkah" ucapnya disela-sela menyetir. Di tengah perjalanan, tiba-tiba tatapannya tertuju pada sepasang kekasih yang sedang menaiki satu motor yang ia kenali. Tapi ia tidak tahu siapa mereka. Dani menajamkan pandangannya kepada dua orang itu. Dani mencoba untuk mendekati orang itu. Sekiranya sudah jelas, Dani mencoba mengenali dua orang itu. Dan betapa terkejutnya Dani melihat dua orang itu adalah David dan Afifa yang sedang memeluk David dari belakang. "Astaghfirullah, aku nggak salah lihat kan?" Dani masih tak percaya. Ia melihat lagi ke arah motor tadi. Dan ternyata ia tidak sedang bermimpi. Mereka adalah David dan Afifa. "Ngapain mereka naik motor bareng? Mau kemana mereka?" gumam Dani "Terus kenapa Afifa pakai pakaian ketat gitu? Bukannya dia udah hijrah?" Daripada rasa penasaran semakin besar,  Dani memilih mengikuti arah motor David dari belakang tanpa di ketahui oleh mereka. Rasa cemas mulai hadir di hati Dani. Berbagai pertanyaan mulai memenuhi pikirannya. "Apa mereka pacaran?"gumamnya sendiri "tapi nggak mungkin mereka pacaran" Karena terlalu berpikiran macam-macam, tak sadar mereka telah sampai di sebuah cafe yang letaknya jauh dari keramaian dan banyak sekali orang yang sedang berzina. Bahkan ada juga yang meminum. "Ngapain mereka kesini? Ya Allah semoga mereka nggak nglakuin yang aneh-aneh?" ucap Dani sambil memarkirkan mobilnya. Setelah terparkir, Dani mengikuti dua orang itu masuk ke dalam cafe tersebut. Dani memilih duduk agak jauh dari posisi duduk Afifa dan David. Namun juga tidak terlalu jauh. Dani mendengarkan percakapan mereka dan merekam percakapan mereka. Selain itu, ia juga ingin memfoto mereka untuk diberi tahukan kepada Akhtar. "Sayang. Kamu suka nggak twmpat ini?" tanya David sambil menggenggam tangan Afifa. Afifa tersenyum diperlakukan seperti itu. "Iya sayang, aku suka. Udah lama aku nggak kesini. Semenjak kamu datang lagi, aku jadi lebih tenang" jawab Afifa Dani terkejut mendengar mereka saling memanggil dengan kata 'Sayang' yang biasanya digunakan untuk orang yang berpacaran. "Aku seneng lihat kamu bahagia kayak gini" setelah mengatakan itu, David mencium bibir Afifa.  Dengan cepat, Dani langsung memfoto aksi mereka yang sudah kelewatan. Bukannya malah menyudahi, mereka malah saling melumatkan bibir mereka. Hal itu membuat Dani ingin muntah di tempat itu. Karena semakin tidak tahan, Dani memutuskan untuk keluar dari tempat itu. Setelah keluar dari cafe itu, Dani memilih untuk masuk ke dalam mobilnya. "Ya Allah. Di dunia ini, ternyata masih banyak yang nglakuin itu. Gimana nanti kalau Akhtar tau tentang ini? Aku harus apa Ya Allah?" gumam Dani frustasi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu mengemudikan mobilnya menuju rumahnya. Pukul 18.00 di Jalan Raya Poros Akordion. Akhtar baru selesai menyelesaikan salat Maghrib. Ia melipat sajadahnya lalu meletakkannya di atas nakas samping tempat tidurnya. Kemudian ia menaiki tempat tidurnya dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Semenjak ia sakit, ia tidak bisa kemana-mana kecuali ke kamar mandi untuk mandi dan wudhu. Untuk turun ke bawah pun, ia tidak sanggup. Menurutnya ia malah semakin merasa sakit daripada merasa sembuh. "Ya Allah, semoga sakit hamba ini menjadi penggugur dosa hamba" ucapnya lemas. Tok Tok Tok Suara ketukan pintu membuat Akhtar melihat ke arah pintu. "Masuk!!" Pintu kamar terbuka. Muncul-lah bi Inem dan Dani yang membawakan sekantong buah-buahan. "Den, ada nak Dani" ucap Bi Inem. Akhtar mengangguk. "Iya bi. Bibi udah sholat belum?" "Sudah den. Bibi ke bawah dulu ya, mau bikin minuman buat Den Dani sama Den Akhtar" Akhtar mengangguk lagi. "Makasih ya bi" "Iya den. Bibi permisi dulu" lalu Bi Inem pun keluar dari kamar Akhtar. Suasana pun hening. Hanya suara detak jam yang ada di kamar Akhtar. Mereka saling menatap. Akhtar melihat ada tatapan aneh dari mata Dani. Ada rasa tidak tega di mata Dani. Akhtar semakin ingin tahu. Akhirnya Akhtar mempersilahkan Dani duduk di sampingnya. "Dan duduk dulu di samping aku!" ucap Akhtar sambil menepuk tempat yang kosong di samping kanannya. Dani menuruti perintah Akhtar. Sebelum itu, ia menaruh buah-buahan yang ia bawa di atas nakas. "Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?" tanya Dani memulai pembicaraan. Sebenarnya ia tahu tentang keadaan Akhtar. Terlihat dari wajah pucat Akhtar. "Alhamdulillah agak mendingan" jawab Akhatar. Dani tahu jika Akhtar sedang berbohong padanya. Memang dari dulu sahabatnya ini suka menyembunyikan masalahnya sendiri. Dani teringat akan kejadian tadi sore yang ia lihat. Ingin rasanya ia memberitahu Akhtar kejadian tadi. Namun melihat keadaan Akhtar yang sangat lemas, membuatnya ia tidak tega memberitahu Akhtar. Melihat Dani yang melamun, membuat Akhtar penasaran. Lalu ia bertanya "Dan?" "Euh, ya? Ada apa?" "Ada apa? Kok dari tadi kamu ngelamun terus? Ada yang mau kamu omongin?" terlihat jelas di mata Dani jika dia ingin memberitahu sesuatu. Dani bingung. Apa ia harus memberitahu Akhtar atau tidak? Jika ia tidak memberitahu, ia takut jika Akhtar akan marah padanya. Namun jika ia  memberitahu Akhtar, ia takut Akhtar akan drop lagi. "Dan? Ada apa? Kalau ada yang mau kamu omongin, omongin aja!" ucap Akhtar lagi saat Dani melamun. Akhirnya terpaksa Dani mengatakan yang sebenarnya. Dani mengeluarkan ponselnya dari saku celana jeans-nya dan mencari foto yang ia ambil tafi sore. "Tadi aku nggak sengaja ketemu sama David. Tapi David nggak sendirian. Dia sama Afifa" ucap Dani. "Mereka naik motor berdua dan tangan Afifa meluk David dari belakang dan pakaian Afifa bukan ghamis lagi. Tapi dia pakek celana jeans" Dalam hati Akhtar, ia merasa tak percaya. Setahunya, Afifa sedang berhijrah. Tapi kenapa Afifa malah berzina? Dan kenapa pakaian Afifa seperti itu? "Mungkin kamu nggak akan percaya sama aku. Katena-karena aku pun juga nggak percaya. Mungkin kamu mengira ini adalah mimpi. Aku juga ngira ini adalah mimpi. Tapi setelah aku ikutin, mereka pergi ke cafe dan mereka nglakuin ini" lalu Dani menunjukkan gambar yang ia tangkap tadi. Akhatar menerima ponsel Dani dari tangan Dani. Dan bagai gelas kaca yang pecah, hati Akhtar hancur berkeping-keping. Matanya mulai memerah karena rasa marah, rasa sedih, dan semua rasa itu bercampur aduk menjadi sebuah bumbu yang tidak jelas rasanya. Rasanya ini semua adalah mimpi. Jika ini mimpi, ia berharap akan segera bangun dari tidurnya. Namun itu mustahil. Ia berharap yang ada di foto ini bukan Afifa. Namun hal itu juga mustahil untuk berubah. Karena terlalu syok, tiba-tiba kepala Akhtar berputar. Matanya mulai memburam dan akhirnya semuanya menjadi gelap. Alhamdulillah part ini selesai. Makasih yang udah mau baca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment. See U
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD