Bab 2

2311 Words
HAPPY READING *** Rutinitas paginya di mulai hari ini seperti biasa, ia bangun pagi, mandi. Resti memandang penampilannya di cermin, ia mengenakan celana panjang kulot putih dipadukan dengan baju crop tanpa lengan. Ia mengoles makeup pada wajahnya, lipstick berwarna nude pada bibirnya. Setelah penampilannya rapi. Resti melangkahkan kakinya menuju kitchen. Ia mengambil roti tawar di meja, ia lalu mengoleskan roti itu dengan selai coklat ovomaltine. Ia lalu memanggangnya di pemanggangan roti, setelah roti panggang jadi, ia masukan ke dalam tempat lock & lock. Resti melihat jam menggantung di dinding menunjukan pukul 06.45 menit, ia harus bergegas ke rumah Taran, karena ia bertugas untuk mengantar Kejora ke sekolah pagi ini, belum lagi akan macet di jalan karena aktivitas pagi macet. Resti mengenakan high heelsnya, ia ambil tas dan paperbag berisi sarapannya. Ia lalu melangkahkan kakinya menuju lift menuju basement. Setibanya di basement, Resti melangkahkan kakinya menuju mobil Pajero milik Kejora, mobil itu merupakan mobil untuk dirinya khusus mengantar jemput Kejora yang diberikan langsung oleh Taran. Ia semalam mencari tahu siapa Taran Ryder, pria itu merupakan salah satu pengusaha sukses, pendiri CT Crop yang menaungi beberapa perusahaan besar, Trans Corp, Bank Mega dan jaringan supermarket dan lainnya. Katanya Taran ini dulunya pernah mendirikan toko peralatan kedokteran dan laboratorium, usaha kontraktor hingga rotan. Semua usaha itu tidak berjalan dengan lancar, bahkan pernah mengalami kebangkrutan berkali-kali. Hingga akhirnya seorang Taran tidak menyerah, ia membangun relasi yang sangat kuat, dia sekarang menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia katanya memiliki kekayaan 4,5 Miliar USD. Informasi itu ia dapat dari salah satu pencarian di beranda google. Walau pria itu sukses namun perjalan cinta Taran tidak semulus rumah tangganya. Taran resmi bercerai dua tahun yang lalu. Sekarang pria itu dikenal duda paling keren sejagat raya dan pria paling diincar banyak wanita. Katanya Taran memiliki kekasih seorang artis tenama bernama Pevita, namun ia tidak menemui konfirmasi apapun di media bahwa mereka berpacaran. Sekelas Pevita mantan dari Maikel saja menyukainya. Ia mengakui bahwa Taran sekeren itu, walau dia sangat dingin. Ia tidak mengerti kenapa pria seperti Taran mesti menerima kenyataan pahit diselingkuhi oleh istrinya. Ah, sudahlah, ia tidak ingin memikirkan terlalu banyak tentang Taran, kenapa mesti bercerai padahal umur pernikahan mereka masih sangat muda. Resti memanuver mobilnya, ia memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya. Resti menggeram karena kemacetan, ia harus tiba di rumah Taran sebelum 7.30, karena Kejora masuk sekolah pukul 08.00. Akhirnya Resti bisa melewati kemacetan, mobilnya memasuk komplek Dharmawangsa. Ia memandang rumah berpagar, ia lalu memasukan mobilnya di halaman rumah berpagar tinggi di sambut dengan security yang berjaga. Ia melihat mobil Land Rover berwarna hitam berada di luar, ia yakin mobil berbody besar itu milik Taran. Resti mematikan mesin mobilnya, ia melepaskan sabuk pengaman, ia lalu keluar dari mobil. Ia melihat pintu utama terbuka, ia memandang bibi sedang membersihkan halaman rumah. “Pagi non, Resti,” ucap bibi menyambutnya dengan hangat, kemarin setelah tanda tangan kontrak ia diperkenalkan dengan orang rumah yang bekerja di sini, termasuk security. “Pagi juga, bi,” ucap Resti. “Kejora nya ada?” “Ada non, lagi sarapan. Masuk aja, non,” ucap bibi kepada Resti. “Terima kasih, ya bi.” Resti melangkahkan kakinya masuk ke dalam, ia akui bahwa ia suka dengan style rumah Taran. Rumahnya sangat maskulin, tidak terlalu banyak barang-barang menumpuk. Rumahnya terkesan luas, tidak ada foto yang terpajang, kecuali beberapa lukisan abstrak yang menempel di dinding. Ia melihat ke arah ruang tengah, ia mendengar suara TV menyala. Tatapannya beralih ke meja makan, ia menatap Kejora dan Taran di sana. Kedua bersaudara itu sedang sarapan. Kedua orang itu menyadari kehadirannya, Resti berikan senyuman terbaik kepada mereka. “Morning,” ucap Resti. “Morning to, mba Resti,” sahut Kejora. “Bagiamana tidur kamu semalam?” Tanya Resti. “Nyenyak.” Resti mendekati Kejora, namun ia tidak bisa mengalihkan tatapannya ke arah Taran. Pria itu mengenakan kemeja putih dan celana slimfit berwarna abu-abu. Rambutnya tertata rapi, ia dapat mencium aroma parfume yang khas dari tubuh Taran, ia merasa parfume itu sangat kalem dan lembut. Ia bersumpah, akan membeli parfume itu nanti dan mencarinya hingga dapat. “Udah selesai sarapannya?” Tanya Resti kepada Kejora, yang meneguk air mineralnya, mengingat jam sudah menunjukan pukul 07.30 menit. “Iya, udah.” Kejora, beranjak dari duduknya. Ia melihat Taran yang masih menyesap kopinya dengan tenang. Tatapan mereka saling bertemu beberapa detik. “Kamu tidak sarapan?” Tanya Taran, memandang Resti, wanita itu seperti biasa looknya sangat bagus, ia akui dia sangat professional sangat bekerja, dia datang dengan tepat waktu. Ia pikir dihari pertama wanita itu bekerja, dia akan telat. Namun pikirannya salah, dia sangat on time. “Terima kasih, sarapan saya ada di mobil,” ucap Resti melihat di meja ada beberapa sandwich tuna yang masih ada di piring. “Udah, yuk mba, kita pergi,” ucap Kejora. “Hati-hati di jalan,” ucap Taran, memandang Kejora yang sudah bersiap untuk pergi. “Kita pergi dulu ya, mas,” Kejora pamit kepada Taran. “Iya.” Resti dan Kejora meninggalkan Taran yang masih duduk di kursi. Resti menghidupkan central lock pada mobil dan otomatis kunci mubil terbuka. Resti masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Kejora. Resti memperhatikan Kejora memasang sabuk pengaman. Semenit kemudian mobil meninggalkan area rumah. Resti memanuver mobilnya tangan kiri menghidupkan audio dan tangan kanannya berada di setir. Sepanjang perjalanan mereka mendengarkan lagu, ia bersyukur bahwa rumah Taran dan sekolahnya Kejora itu tidak terlalu jauh, hanya ditempuh dengan beberapa menit saja. “Kalau Kejora ada pekerjaan rumah, kasih tau mba ya,” ucap Resti, ia juga di sini bertugas untuk membantu pekerjaan rumah Kejora. “Siap, mba.” “Sekolah kamu bagaimana?” “Baik, cuma Kejora ada kesel gitu sama Robert anak kelas sebelah,” Kejora mulai bercerita tentang sekolah. “Yang buat Kejora kesal, itu apa?” Tanya Resti penasaran. Kejora menarik nafas, ia menatap Resti, “Dia suka ngejek Kejora, ada aja buat kesel, sampe tas Kejora biasa diumpetin sama Robet.” “Kamu nggak lapor ke guru, atau wali kelas kamu.” “Udah, mba. Tapi tetep aja nggak jera.” “Tanggapan guru kamu bagaimana?” Tanya Resti. “Yah, udah dipanggil, cuma masih aja terus ngelakuin gitu aja terus.” “Kalau kamu di apa-apain sama Robert, balas aja Kejora, jangan mau kalah.” “Ah, males mba, nanti dia ke GR an, terus tambah ngelunjak.” “Mungkin Robert nya suka sama kamu, makanya gangguin kamu.” “Ah, masa sih?” “Biasa sih gitu.” “Kalau sama Robert, enggak mau. Gila aja kalau sama dia, nakal banget, nggak suka modelan nakal dan urakan kayak dia.” “Terus maunya sama siapa?” “Maunya Jimin.” “Siapa Jimin?” “Ya ampun, itu aja mba nggak tau. Dia itu personil BTS mba! Mba Resti nggak gaul nih.” “Haduh, mba udah lama nggak nonton Korea. Yaudah, jangan ladenin, kalau Robert gangguin kamu, langsung bilang mba.” “Oke.” Beberapa menit kemudian mobil sudah tiba di depan gedung Binus Simprug. Resti menghentikan mobilnya tepat di depan gedung sekolah Kejora. Kejora melepas sabuk pengamannya, ia memandang mobil Jeep tepat di belakangnya. Kejora menatap Robert turun dari mobil itu. “Apaan lo!” ucap Robert ketus. “Ih, apaan sih! Eneh!” timpal Kejora tidak terima. “Dasar tukang ngadu!” “Lah, lo yang salah gangguin gue. Wajar dong, gue ngadu!” Sahut Kejora tidak kalah sengitnya. Resti yang mendengar itu lalu mengintip dari jendela, ia menatap seorang pria muda mengenakan pakaian yang sama dengan Kejora. Ia yakin pria itu lah bernama Robert. Resti lalu keluar dari mobil, ia mendekati Kejora. “Ada apa Kejora.” “Itu namanya Robert, si nyebelin.” Robert memandang wanita dewasa di samping Kejora, “Jadi itu nyokap lo?” Tanya Robert menatap Resti. “Sok tau,” ucap Kejora, melirik Resti yang berada di sampingnya. “Itu orangnya yang suka gangguin aku!” ucap Kejora mengadu kepada Resti. “Robert!” Ucap seorang pria bersuara berat itu dalam mobil. Otomatis Kejora dan Resti memandang pria yang keluar dari mobil itu. Pria itu mengenakan kemeja hitam dan celana berwarna senada. Pria itu membuka kaca mata hitamnya. Dia memiliki tubuh tinggi proporsional, rambutnya disisir rapi tatapan mereka seketika bertemu. “Ada apa Robert?” “Enggak apa-apa, pi,” ucap Robet. Kejora dan Resti menjadi tahu bahwa pria tampan yang baru keluar itu adalah ayah dari Robet. Kejora menatap Resti. “Itu bokap lo?” Ucap Kejora menunjuk pria berpakaian hitam itu. “Apaan sih! Lo!” Sahut Robert. Alis pria itu terangkat memandang wanita muda dan di samping wanita dewasa di sampingnya, “Om, Robet suka gangguin aku. Dia nakal di sekolah,” ucap Kejora tidak terima. “Wah, om baru tahu, ternyata kamu yang suka diganggu sama Robert.” “Iya, om. Kasih tau Robert om, nakal sekalih pokoknya.” Pria itu memandang Robert, ia tahu kelakukan anaknya seperti apa, ia pernah beberapa kali di panggil di sekolah atas kelakukan Robert. Namun ia masih memaklumi kenakalan remaja yang dilakukan Robert karena masih tahap wajar karena Robert anaknya aktif. Lagi pula nilai akademik Robert cukup baik. “Enggak, pi. Jangan percaya. Cuma bercanda doang.” “Emang bener! Nggak mau ngaku lagi!” Pria itu menarik nafas ia memandang wanita dewasa di samping wanita mudah itu. Ia merasa tidak nyaman karena Robert mengganggu putrinya. “Maafin anak saya,” ucap pria itu tenang. “Ah, iya tidak apa-apa,” ucap Resti kepada pria itu, ia lalu memandang Kejora yang masih berada di sampingnya. Kejora lalu berjinjit di samping Resti, mendekatkan bibirnya di telinga, “Pura-pura jadi mami aku, mba,” bisik Kejora. Resti lalu memandang Kejora, ia melihat senyum simpul gadis itu. “Kamu yang penyanyi itu kan?” Tanya pria itu memandang Kejora. “Iya, om kok tau?” “Kerena beberapa kali lihat video kamu beranda youtube saya. Om juga pernah dengar. Robert dengerin lagu yang dinyanyikan kamu.” Kejora lalu menatap Robert, “Ngefans bilang aja, deh sama gue!” “Idih, siapa yang ngefans. Udah ah, males ribut sama lo,” ucap Robet lalu berlari masuk ke dalam gedung. Kejora memandang Resti, “Mami aku masuk dulu ya,” ucap Kejora ia sengaja menyaringkan ucapannya agar terdengar oleh Robert, karena Robert pernah mengejeknya bahwa ia tidak pernah di antar oleh orang tuanya selama sekolah. “Iya, semangat ya belajarnya, ya Kejora,” ucap Resti. “Iya, mami, tenang aja.” Resti melihat Kejora masuk ke dalam gedung, ia melihat Robert dan Kejora menghilang dari balik gedung. Resti menarik nafas, ia menatap pria tidak jauh darinya. “Maafkan Robert, yang sudah nakal dengan anak kamu,” ucap pria itu. “Tidak apa-apa, namanya juga anak-anak,” ucap Resti lagi. “Perkenalkan saya Ben Hamilton, panggil saja Ben. Saya ayah dari Robert,” ucap Ben mengulurkan tangan kepada wanita berparas cantik di hadapannya. “Saya Resti Virginia, panggil saja Resti,” ucap Resti membalas jabatan pria bernama Ben. “Senang berkanalan dengan anda,” ucap Ben. “Iya, sama-sama,” Resti lalu melepaskan tangannya. “Yaudah, saya pamit dulu,” ucap Resti, ia tidak akan berbasa-basi lagi dengan pria di hadapannya ini. “Iya,” Ben melihat Resti masuk ke dalam mobil, begitu juga dengan Robert naik ke mobil jeep nya. Resti memanuver mobilnya dan ia lalu meninggalkan area gedung sekolah Binus. Ia melihat dari kaca spion, mobil Jeep itu melewati mobilnya. Resti bersandar dengan tenang, lalu membuka bekal sarapannya. Ia makan dengan tenang. Beberapa jam lagi ia akan bertemu dengan klien dan beberapa musisi, karena ia sudah membalas semua pesan-pesan yang masuk di email Kejora Official. Ia akan melakukan kerja sama dengan musisi itu dan selanjutnya ia diskusikan dengan Taran. *** “Katanya Kejora udah dapat manejer baru?” Tanya Pevita kepada Taran, dibalik speaker ponselnya. “Iya, udah. Manejer Kejora itu dulunya manejernya Rara Adora,” ucap Taran, ia menyalakan mesin mobilnya. Pevita mengerutkan dahi, ia pernah beberapa kali bertemu dengan menajer Rara sebelumnya di backstage. Sebanyak-banyaknya ia kenal dengan manejer artis, sejauh ini manejer Rara lah yang paling cantik, bahkan kecantikannya menyaingi Rara. Gayanya sangat kasual namun tetap fashionable. Jujur ia sebenarnya tidak suka dengan Rara, karena Rara lah yang berhasil dinikahi mantan kekasihnya Maikel. “Kamu kenal?” Tanya Taran. “Kenal, beberapa kali pernah bertemu di backstage. Tapi aku nggak terlalu suka dia,” ucap Pevita lagi, ia bersandar di tempat tidur. “Why?” Taran semakin panasaran. “Aku nggak suka ada wanita cantik kerja sama kamu, apalagi dia manejer sekaligus asisten Kejora. Pasti dia fulltime berada di lingkungan kamu.” Taran menyungging senyum, ia akui bahwa Resti memang menarik, dari gaya bicara dan berpakaian, sangat baik. Dia memiliki style tersendiri yang khas. “Come on, dia hanya asistennya Kejora.” “Tapi dia akan berada di rumah kamu satu harian Taran.” “Dia kan kerjanya sama Kejora, bukan sama aku.” “Tapi sama aja, aku takut kamu tertarik sama dia.” “Oh God, masa aku pacaran sama asisten adik aku sendiri,” Taran tertawa. “Yah, aku takut aja kamu naksir dia. Kamu di mana?” Tanya Pevita lagi. “Aku lagi di jalan mau ke kantor. Kamu syuting hari ini?” Taran memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya. “Iya. Bentar lagi aku ke lokasi syuting, asisten aku udah pada nungguin. Kamu hati-hati di jalan.” “Iya, kamu juga.” Taran lalu mematikan sambungan telfonnya. Sebenarnya ia tidak tahu jenis hubungan apa dengan Pevita, ia tidak pernah menyatakan cinta dengan wanita itu dan mereka seolah-olah kini berpacaran, dan banyak menganggapnya begitu. Ia hanya sekedar dekat, padahal ia tidak pernah mencium dan menyetuh Pevita. Ia akui bahwa ia memang dekat, saling memberi perhatian, namun ia pantang menyatakan cinta kepada seorang wanita, jika ia benar-benar cinta. Jika ia pacaran dengan Pevita, sudah sejak lama ia konfirmasi kepada media bahwa mereka berpacaran. Namun ia tidak pernah melakukan itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD