PROLOG

938 Words
Sesosok wanita terlihat tidak nyaman dalam tidurnya. Tubuhnya berkeringat dingin. Kedua tangannya mencengkeram selimut kuat-kuat hingga guratan nadinya terlihat jelas. Matanya terpejam sambil sesekali berkerut menahan takut. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan dengan buliran keringat yang membasahi dahinya. Entah mimpi seperti apa yang saat ini tengah singgah di dalam tidur wanita itu, namun yang jelas mimpi itu bukanlah mimpi biasa—terlihat dari guratan wajah yang kini tengah Bina tampilkan. Wanita itu jelas sangat menderita dalam tidurnya. “Dasar genit!” “Perempuan yang itu ‘kan?” “Ternyata dia orangnya begitu, ya?” “Kelakuannya nggak sesuai sama wajah polosnya.” Bisikan-bisikan itu terus terdengar dalam alam bawah sadarnya. Bisikan-bisikan itu menyakitkan, hingga membuat air mata Bina mengalir dalam tidurnya. “Bawa dia ke gudang!” Bina semakin berontak dalam tidurnya. Air matanya semakin deras, dan tangannya terlihat mendorong-dorong udara. “Ini kan yang kamu mau? Jangan munafik, aku tahu gadis genit kayak kamu memang menginginkan ini!” Bina menangis semakin keras. Laki-laki berseragam putih abu-abu itu terus menyeretnya menuju gudang. Dia menghimpitnya, membuat Bina tak berdaya. “Jangan...” gumam Bina dalam tidurnya. Namun alam bawah sadarnya seolah memaksanya untuk terus larut dalam mimpi kelam itu. “Na,” panggil seseorang samar-samar. Namun Bina tidak tahu siapa yang memanggilnya. Fokusnya sekarang hanya pada laki-laki kurang ajar di depannya. “Na, bangun! Lo kenapa?” ucap orang itu lagi-lagi. Orang itu menepuk-nepuk pipi Bina berusaha membuat gadis itu bangun dari tidurnya. Dan berhasil, Bina membuka matanya dengan sisa air mata yang masih terlihat basah di sekitar matanya. Ia menatap nyalang langit-langit kamar, membuat Karen—sahabat yang kebetulan menginap di kost-nya menatapnya khawatir. “Lo kenapa?” tanyanya sambil berusaha membantu Bina untuk duduk. Bina berhasil mendudukkan tubuhnya, dan isak tangisnya mulai keluar dari bibir mungilnya. Ia melipat kedua lututnya dan memeluknya erat. Tubuhnya bergetar membuat Karen semakin takut. “Na? Ngomong sesuatu, jangan bikin gue takut.” Dalam tangisnya, Bina mulai mengadu. “Mimpi itu datang lagi, Ren.” “Aku takut...” ucapnya dengan napas yang masih memburu. Karen termenung sejenak, dan setelahnya ia peluk sahabatnya itu—berharap pelukannya mampu melunturkan rasa takut yang dialami sahabatnya sekarang. “Stt... nggak papa, itu cuma mimpi. Lo baik-baik aja sekarang,” katanya sambil mengusap-usap punggung sahabatnya lembut. Bina masih tergugu dalam tangisnya, persis seperti anak kecil yang tengah mencari perlindungan dari ibunya. Karen menatap kasihan sahabatnya yang kini tengah berada di dalam pelukannya. Bina memang sering mendapatkan mimpi semacam ini, tapi dulu. Belakangan ini mimpi itu sudah tidak pernah datang lagi, tapi kenapa malam ini ia kembali memimpikannya lagi? “Ren, aku mau obatku,” kata Bina yang kini sudah melepaskan pelukan Karen darinya. “Aku mau obatku,” ulangnya lagi. Matanya terlihat menggebu-gebu, dan dia sudah mau turun dari tempat tidur demi mencari sesuatu yang ia mau. Namun dengan cepat Karen mencegahnya, “Lo udah nggak minum obat itu lagi, Na. Lo udah sembuh,” kata Karen bersungguh-sungguh. “Enggak, aku belum sembuh. Aku butuh obat itu.” Bina terlihat tidak tenang, dia terlihat gelisah. Dan air matanya masih terus mengalir. Karen merasa kasihan dengan kondisi sahabatnya sekarang. “Lo udah sembuh, Na. Dokter Ovi udah bilang lo udah nggak butuh obat itu lagi.” Mendengar itu, Bina menjadi semakin histeris. “Bohong! Bohong!!” teriaknya sambil menutup telinganya rapat-rapat. Melihat Bina yang mulai hilang kontrol, Karen pun meraih pundak Bina dan memaksanya untuk melihat ke arahnya. “Dengerin gue, Na. Lo udah sembuh, lo udah nggak butuh obat itu. Yang lo butuhin sekarang cuma kontrol diri. Buat diri lo lebih tenang,” ucapnya pelan-pelan. “Tapi mimpi itu datang lagi, Ren,” ucap Bina lemah yang kini sudah kembali menangis tersedu-sedu. “Aku harus apa? Dia datang lagi! Di gudang, dia ada di sana! Aku benci!!” rancaunya tidak jelas. Bina semakin kehilangan kontrol. Tangannya terlihat memukul-mukul tubuhnya, membuat Karen menahan tangannya sekuat tenaga. Tanpa sadar air mata Karen ikut menetes. “Na, dengerin gue!!” sentaknya membuat Bina langsung terdiam. “Tarik napas pelan-pelan.” Bina menurut, meski napasnya masih terlihat memburu, tapi setidaknya dia berusaha untuk tenang. “Besok kita ke dokter Ovi ya? Nanti gue temenin,” kata Karen membuat napas Bina berangsur-angsur membaik. “Sekarang tidur, lo butuh istirahat yang cukup,” pinta Karen. Bina kembali membaringkan tubuhnya dan tidur dengan posisi menyamping. Karen ikut kembali tidur dan ia pandangi punggung sahabatnya yang terlihat ringkih di matanya. Kalau sudah begini, Karen yakin Bina tidak akan tidur malam ini. Gadis itu pasti terlalu takut untuk kembali tidur. Helaan napas keluar dari bibir Karen. Bina memiliki depresi dan panic attack yang sudah ia dapatkan sejak SMA. Dan hanya Karen yang tahu tentang penyakit Bina—yang bahkan orangtuanya saja tidak tahu. Karen sudah bersahabat dengan Bina sejak kecil, dulu mereka bertetangga, itu sebabnya mereka dekat. Sahabatnya ini memiliki kisah hidup yang menyakitkan. Sejak kecil Bina hanya tinggal bersama ibunya, ayahnya selingkuh dan meninggalkan mereka berdua. Sejak saat itu ibunya jadi memiliki temperamen yang buruk. Dan tidak hanya itu, hidupnya semakin kelam sejak ia masuk SMA. Karen tidak satu sekolah dengan Bina, namun Karen tahu cukup banyak karena Bina sering bercerita kepadanya soal bully yang selalu ia dapat. Dan ternyata tidak hanya itu, Bina mendapatkan hal yang lebih buruk lagi. Sangat buruk sampai-sampai membuat Karen selalu menangis setiap kali mengingatnya. Semua kejadian masa lalu Bina membuat gadis itu terpuruk, dan membuatnya harus berobat ke psikiater demi mendapatkan perawatan. Beberapa bulan ini dia sudah dinyatakan sembuh, dia bahkan sudah tidak perlu mengonsumsi obat-obatnya lagi. Sudah lama mimpi itu tidak hadir di tidur Bina, tapi kenapa sekarang datang lagi? Pertanda buruk apa ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD