UR 01 : Putus Atau Terus?

1626 Words
Senin pagi yang sibuk di HappyShop. HappyShop sendiri merupakan perusahaan e-commerce yang sudah beroperasi di Indonesia dan bahkan sudah merambah sampai ke negara-negara Asia Tenggara. Seluruh pegawai HappyShop sudah terlihat sibuk di mejanya masing-masing, begitupun Bina Renjani—salah satu pegawai yang saat ini terlihat kesal di tempatnya. Dia kesal mendapati banyak error di rentetan coding yang sedang dikerjakannya saat ini. Bina merupakan seorang junior developer di HappyShop. Dia yang bertugas membuat dan memperbaiki aplikasi tersebut bersama dengan timnya yang sudah senior. Bina memang satu-satunya junior di tim ini. Dia baru setahun bergabung di perusahaan, sedangkan anggota timnya yang lain rata-rata sudah bergabung selama 3-5 tahun—dan lagi, dia juga yang paling muda di sini. Itu pun kalau 25 tahun masih bisa dikatakan muda. Sepertinya bukan dia yang muda, tapi memang anggota timnya saja yang sudah tua! Usia kepala tiga sudah termasuk tua ‘kan? “Udah selesai bug-nya, Na?” tanya sesosok lelaki jangkung yang tiba-tiba lewat di depan kubikelnya. Orang itu adalah Hilman—ketua tim mereka. Pria itu harusnya sedang duduk manis di ruangannya, tapi entah kenapa tiba-tiba sudah berada di depannya. “I-iya, bentar lagi kok, Mas.” Bentar lagi apanya! Jelas-jelas masih ada ribuan bug yang masih belum selesai!—rutuk Bina dalam hati. Tapi dia tidak mungkin mengatakannya. Ketua timnya ini terkenal galak bin sadis, dia takut disemprot! “Hari ini selesai ya, Na,” putus orang itu seenaknya. “Hah? Hari ini, Mas?” “Iyalah. Emangnya mau kapan?” ucapnya dengan nada ketus. “Lagian itu kan harusnya selesai kemarin Jumat, cuma kamu ngotot nggak mau lembur weekend jadinya molor gini.” Bina cemberut tanpa sadar. Dia memang menolak saat Hilman mengusulkan lembur Jumat kemarin. Itu karena dia sudah ada janji bertemu dengan pacarnya yang akan datang dari Bandung. Ya, Bina dan pacarnya—Radit—memang LDR. Sudah tiga tahun ini karena Radit dipindah tugaskan ke Bandung. Dan Bina ‘si pacar pengertian’ tentu saja hanya bisa mendukung. Dan lagi, memang siapa yang mau lembur di hari weekend? Anggota timnya yang lain pun juga sebenarnya tidak ada yang mau! Mereka justru berterima kasih kepada Bina karena sudah berani menentang usul Hilman—yang memang paling senior di tim. Tapi apesnya, jadi dia yang kenal omel! “Hari ini gue tunggu ya, harus selesai pokoknya. Gue nggak suka kerjaan ngaret kayak begini,” ucapnya dengan wajah kesal setengah mampus. Bina hanya bisa menelan ludah gugup sembari berkata, “Siap, Mas.” Kata-kata ajaib yang mampu membuat seorang Hilman melunak. Dan helaan napas mulai keluar dari bibir Bina begitu pria sadis itu masuk kembali ke dalam ruangannya. “Makanya Bina sayang, jangan kebanyakan pacaran,” kata Gilang dengan nada meledek. Tim developer di HappyShop dibagi menjadi dua tim, dan Bina masuk ke dalam tim I. Di tim ini ia bekerja bersama 3 orang lainnya, ditambah dengan 1 orang ketua tim ‘si Hilman’ tadi. Dan Gilang ini salah satu rekan timnya, yang juga merupakan seniornya. Dia ini senior paling cengengesan dan usil di timnya, meski begitu hasil kerjanya tidak perlu diragukan. “Mas Gilang juga seneng kan akhirnya nggak jadi lembur?” bela Bina. Dia ingat hari itu Gilang orang yang paling semangat begitu lembur dibatalkan karena Bina berhalangan. “Gilang seneng, tapi gue enggak. Bener kata Hilman, kerjaan ini bakal selesai semisal kemarin kita jadi lembur,” serobot Reno—anggota paling senior di timnya yang sifatnya 11 12 dengan si sadis Hilman! Dan jika sudah Reno yang berbicara, Bina pun tidak berani membantah. Seperti yang tadi Bina bilang, sifatnya 11 12 dengan ketua timnya yang terkenal kejam, begitu pun dengan auranya yang sama menyeramkannya. “Lo tau sendiri kerjaan lo lelet, tapi diajak lembur nggak mau. Sekarang kerasa sendiri ‘kan?” katanya yang lagi-lagi membuat Bina terdiam. Ya, Bina sadar dia memang tidak se-pro para seniornya di sini. “Memang kemarin jadi ketemu sama ayang?” tanya Dimas—yang juga rekan setimnya. “Ayang? Tua banget bahasa lo!” ledek Gilang. Ya, si bapak satu anak ini memang jadul sekali. Tapi Bina senang atas celetukan Dimas tadi. Bina menghargai niat Dimas untuk membebaskannya dari cercaan Reno. Dan menurut Bina, Dimas ini adalah senior yang paling “mendingan” di antara semuanya. Dia juga satu-satunya yang sudah sold out di antara para bujang lapuk di timnya. Ya, beginilah keseluruhan dari anggota timnya. Dimulai dari Hilman—ketua tim yang sadis setengah mampus, lalu ada Reno si ‘paling senior’ yang sifatnya nggak ada bedanya dengan si Hilman. Lalu ada Gilang—senior rese yang suka menjahilinya, dan ditutup dengan Dimas, senior yang paling kebapakan di timnya. Lengkap, bukan? *** Jam makan siang, dan Bina terlihat makan siang di kantin karyawan bersama dengan sahabatnya—Karen. Karen adalah tim UI design di HappyShop. Dia yang bertugas membuat desain web dan aplikasi HappyShop yang kemudian akan lanjut di-develop oleh tim Bina. Bina dan Karen berada di satu divisi—yakni divisi product, namun beda bagian. Bina di bagian developer, sedangkan Karen di bagian desain. Tapi karena Bina adalah satu-satunya perempuan di timnya, jadilah ia selalu pergi makan siang bersama Karen. Lagipula, makan siang bersama laki-laki di timnya sama sekali tidak menyenangkan. “Gimana temu kangennya sama pacar kemarin?” ledek Karen membuat suasana hati Bina semakin suram. “Dia nggak jadi ke Jakarta,” ucap Bina lesu. “Loh?” Bina fokus pada makanannya dan mengabaikan wajah bengong Karen. Dia tidak mau membahasnya, membahasnya hanya akan membuat mood Bina yang sudah buruk menjadi semakin buruk. Tapi tampaknya Karen pantang menyerah. “Berarti kemarin batal ketemu dong? Kenapa nggak jadi? Dia sibuk lagi kayak minggu lalu?” tanyanya bertubi-tubi. Pertanyaan-pertanyaan Karen yang terkesan memojokkan membuat telinganya terasa panas. Tapi Bina pun tidak menyangkal, karena memang tebakan Karen benar adanya. Radit memang selalu beralasan sibuk. Minggu kemarin dan minggu kemarinnya lagi adalah jadwal Radit untuk ke Jakarta menemui Bina. Sejak LDR, mereka memang berkomitmen untuk saling bertemu dua minggu sekali. Terkadang Bina yang harus ke Bandung, atau Radit yang ke Jakarta. Tapi bulan lalu, hampir selalu Bina yang berkunjung ke Bandung. Jadi dia mau kali ini Radit yang menghampirinya, tapi nyatanya laki-laki itu malah berasalan sibuk. “Kenapa nggak lo aja yang ke Bandung?—kayak biasanya,” ucap Karen memberi saran. “Enggak, Ren. Aku nggak mau cuma aku yang berusaha di sini, sedangkan dia enggak.” Karen terlihat menganggukkan kepalanya mengerti. Dia paham maksud sahabatnya ini. Memang selama ini hanya Bina yang terlihat berusaha dengan hubungan mereka, sedangkan Radit—pria itu terlalu cuek. Seolah tidak peduli apakah hubungan mereka akan terus bertahan atau putus. “Kalau minggu depan dia masih nggak nyamperin lo ke Jakarta gimana?” Pertanyaan Karen membuat Bina terdiam. “Mau putus aja?” pancing Karen lagi. “Ck, ya enggaklah! Masa putus cuma gara-gara hal beginian.” “Terus?” tuntut Karen sambil menopang sebelah tangannya ke dagu. “Ya mau nggak mau aku yang ke Bandung,” pasrah Bina diiringi dengan helaan napas lelahnya. Dan jawaban pasrahnya pun disambut decakan kesal Karen. “Katanya nggak mau berusaha sendiri, tapi ujung-ujungnya ngalah juga.” “Jujur deh, Na. Pernah nggak sih Radit yang inisiatif sendiri?” “Maksudnya?” tanya Bina tidak mengerti. “Ya, kayak tiba-tiba ngasih surprise datang ke Jakarta misalnya?” Tanpa berpikir dua kali Bina langsung menggelengkan kepalanya. “Mungkin karena dia sibuk aja sih, Ren,” belanya. Sejujurnya, sikap Radit belakangan ini memang cukup membuat Karen kesal bukan main, itu sebabnya Bina berusaha berkata begitu agar Karen tidak terlalu membenci Radit. Karena mau bagaimanapun Karen tetap sahabat Bina. Dan baginya, restu Karen hampir sama pentingnya dengan restu orangtuanya. “Menurut gue lo harus hati-hati. “ Ucapan Karen terdengar seperti sirine bahaya di telinga Bina. “Hati-hati kenapa?” “Ya coba lo kira-kira sendiri. Dia kayak nggak ada kemauan buat ketemu lo, dia nggak mau ngeluangin sedikit waktunya buat ketemu atau paling nggak nelfon lo.” “Dia masih sering nelfon kok,” sela Bina yang lagi-lagi membela pacarnya. “Nelfon yang cuma dua tiga detik itu nggak termasuk ya Bina sayang...” ucap Karen gemas sendiri. “Yang gue maksud di sini itu, nelfon yang berkualitas. Ngobrol yang emang ngobrol, bukan cuma ‘udah makan belum?’ terus udah, selesai. Itu sih cuma laporan aja namanya.” Bina kembali merenungi ucapan Karen. Sebenarnya apa yang diucapkan Karen memang benar. Selama ini Radit memang selalu meneleponnya, tapi hanya dua tiga detik saja. Setiap kali Bina ingin mengobrol lebih lanjut, dia selalu beralasan sibuk dan segera memutus panggilan telepon mereka. “Ada dua kemungkinan kenapa pacar lo bisa bersikap kayak sekarang,” kata Karen, membuat Bina kembali menaruh fokus kepadanya. Karen ini meski kata-katanya terlalu to the point, namun dia selalu berkata benar dan jujur. Terkadang orang yang sudah terlanjur jatuh cinta semacam Bina ini bisa mendadak bodoh. Jadi dia butuh kejujuran Karen untuk menyadarkannya. “Apa kemungkinannya?” tanya Bina penuh semangat. Apapun kemungkinannya, ia akan berusaha memperbaikinya sekuat tenaga. “Yang pertama karena dia udah bosen sama lo.” Kalimat yang keluar dari mulut pedas Karen sukses membuat bahu Bina merosot tak berdaya. Tak apa, masih ada kemungkinan kedua... “Dan yang kedua, karena dia udah ada cewek lain.” Tidak ada kemungkinan positif dari kedua kemungkinan itu. Padahal Bina berharap kemungkinan-kemungkinan yang masih bisa ia tolerir. Tapi ini? Bosan dan ada perempuan lain? Bukankah itu sama saja dengan meminta putus?! “Dan satu hal yang harus lo tau, Na. Mau itu kemungkinan pertama atau kedua, intinya dia tetep cowok berengsek,” kata Karen tanpa beban. Baiklah, sepertinya Karen memang sudah terlanjur membenci Radit... Tapi Bina akui, sikap Radit akhir-akhir ini memang sangat menyebalkan. Tapi Bina tidak bisa melepas Radit, mau seburuk apapun sikap laki-laki itu kepadanya. Karena hanya Radit satu-satunya pria yang mampu menerima keadaannya...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD