Zara Fern

1028 Words
Beberapa menit sudah berlalu, mereka akhirnya sampai di Bibimbab Restaurant. Udin turun dari mobil membukakan pintu untuk tuannya. "Silahkan, Tuan," kata Udin. "Iya. Terima kasih, Pak Udin. Kalau mau makan siang makan saja duluan, Pak. Saya takutnya lama meetingnya," kata Yudha. "Iya, Tuan," balas Udin. Yudha melangkahkan kaki ke dalam restaurant. Yudha bertemu dengan kliennya yang sudah menunggu dirinya. Mereka berjabat tangan dan saling memperkenalkan nama mereka. Setelah itu, mulai dilakukan meeting pembahasan proyek mengenai hotel yang akan dibangun di daerah Badung, Bali. pelayan mulai datang begitu dipanggil oleh Martin yang saat ini sedang membahas proyek dengan Yudha. Mereka memesan makanan dan minuman dulu sebelum melanjutkan. Yudha yang sedang memperhatikan Martin menjelaskan matanya melirik ke arah di ujung sana yang terasa mengganggu penglihatannya saat ini. "Gadis itu kenapa bisa ada di sini juga? Dan sedang bersama seorang pria, mungkin pacarnya," gumam Yudha. "Tuan Yudha, apa sudah jelas penjelasan saya mengenai modal yang akan kita keluarkan?" tanya Martin. "Hmm, sudah jelas. Nanti tinggal kirim proposalnya melalui email, nanti asisten saya juga akan mengeceknya," jawab Yudha. "Baik, Tuan Yudha," balas Martin sedikit melirik Yudha yang pandangannya ke arah lain. "Maaf, Tuan. Ini makanan dan minumannya," kata seorang pelayan yang sudah membawa pesanan mereka. "Terima kasih," kata Martin. Pelayan itu mulai menyajikan pesanan mereka. "Maaf, Tuan. Apa saya boleh tahu apa yang Tuan lihat?" tanya Martin. "Iya, kenapa? Maaf saya kurang fokus," tanya Yudha. "Saya hanya bertanya apa yang Tuan lihat, sepertinya begitu penasaran," kata Martin terkekeh. "Hahaha, bisa saja. Saya mau tanya, anda mengenal gadis yang di sebelah sana, yang bersama seorang pria?" tanya Yudha. Martin melihat ke belakang sedikit, setelah itu ia kembali menatap Yudha. "Ohh gadis itu sedang bersama temannya yang suka memberikan informasi pekerjaan, ya anak itu emang kerja serabutan buat mengobati ibunya katanya sedang sakit. Saya sih tidak pernah bertanya lagi, soalnya bukan urusan saya," jawab Martin. "Menarik, gadis yang kuat," gumam Yudha. "Iya, saya hanya penasaran saja. Soalnya tadi saya sempat melihat dia di tempat bermain golf," balas Yudha. "Iya, anak itu emang bandel, sudah dibilangin jangan coba-coba jadi caddy tapi tetap maksa mau jadi caddy, soalnya bisa aja dia nanti ikut-ikutan jadi simpanan om-om," kata Martin. "Apa anda tahu nama gadis itu, sepertinya anda dekat dengannya?" tanya Yudha. "Dibilang dekat saya tidak dekat dengannya, saya tahu soal dia dari teman saya yang lagi mengobrol dengan gadis itu," kata Martin. "Oh iya, namanya Zara," lanjut Martin. "Zara, aku tertarik padamu," gumam Yudha. "Kita sampai sini saja pertemuannya, nanti saya akan kabarkan melalui email," kata Yudha dengan raut wajah datarnya. "Baik, Tuan. Senang bisa bertemu dengan anda," kata Martin berdiri dan menjabat tangan Yudha. Martin lalu pergi meninggalkan Yudha yang mulai duduk kembali memperhatikan gadis di depannya itu. "Maaf, Tuan, boleh saya angkat piringnya?" tanya pelayan itu. "Iya, silahkan," jawab Yudha. Pelayan itu mengambil piring yang sudah selesai dimakan oleh Yudha dan juga Martin tadi lalu pergi. Yudha menggeser ponselnya diam-diam lalu mengambil foto gadis di depannya. Yudha mengirimkannya pada asistennya agar menyelidiki siapa gadis itu dan latar belakangnya. Setelah mengirimkan pesan kepada asistennya ia berdiri dari duduknya dan membayar tagihan makanan dan minumannya tadi. Yudha berjalan melewati gadis itu yang sedang tertawa bersama pria di hadapannya. Tangan Yudha mengepal, entah kenapa dirinya menjadi cemburu melihat kedekatan gadis itu dengan pria itu. Apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama tapi dirinya sudah punya istri dan apa dia akan mengikuti jejak Theo temannya. Semua pertanyaan itu berputar di pikirannya. Yudha berjalan menuju mobilnya. Udin dengan cekatan melihat tuannya sudah menuju mobil langsung membukakan pintu mobil untuk tuannya. "Silahkan, Tuan," kata Udin. Udin mengernyitkan dahinya melihat tuannya tidak meresponnya. "Mungkin tuan sedang banyak pikiran, ditambah nyonya besar tidak ada di sini," gumam Udin. Saat tuannya sudah masuk ke dalam mobil, Udin mulai melajukan mobilnya. "Kita langsung pulang saja, Udin," kata Yudha. "Baik, Tuan," kata udin. Ting Bunyi pesan masuk ke dalam ponsel Yudha, ia melihat asistennya yang mengirim pesan langsung membaca pesan itu. Ia tersenyum kecil membaca biodata gadis yang tadi dia lihat di restaurant dan juga di tempat bermain golf. "Let's play baby girl," gumam Yudha. Yudha merencanakan sesuatu di otaknya. *** Di restaurant, gadis bernama lengkap Zara Fern berumur 19 tahun sedang bercerita dengan temannya yang suka membantunya mencari pekerjaan part time atau apa pun yang ada yang penting kerja. "Thomas, besok schedule aku jadi caddy ya, please. Di situ dapat duitnya lumayan banyak," pinta Zara. "Bahaya, Zara. Kan kamu tahu, di sana banyak laki-laki hidung belang, aku enggak mau kamu terjerumus nantinya. Aku bisa membantumu kok kalau kamu kurang uang untuk bayar rumah sakit," kata Thomas dengan lembut. "Ya enggaklah, Thomas. Dengerin aku, aku tuh butuh duit banyak, ibuku sakit liver terus obat-obatannya banyak dan aku enggak mau nyusahin kamu terus," balas Zara. "Zara, lihat aku. Aku tidak akan mau kamu jadi caddy di sana atau aku tidak akan mau kasih kerjaan ke kamu lagi," kata Thomas dengan mata yang tajam menatap Zara. "Terserah kamu deh, Thomas. Kamu enggak ngertiin aku, aku cari kerja sendiri aja deh," balas Zara dengan raut wajah yang kesal lalu ia berdiri dan meninggalkan restaurant. Tring tring tring Zara yang sudah keluar dari restaurant mendengar ponselnya berbunyi buru-buru mengangkatnya. "Iya. halloo," jawab Zara. Zara meneteskan air matanya begitu mendapat telepon dari rumah sakit bahwa ibunya sekarang kejang-kejang. Dirinya sangat ketakutan saat ini, takut kehilangan ibunya karena ibunya merupakan harta paling berharga untuk Zara. Zara mematikan ponselnya lalu ia mencari taksi yang lewat, untungnya taksi cepat datang sehingga Zara bisa langsung menuju rumah sakit. "Ke rumah sakit Bunda, Pak," kata Zara. "Iya, Nona," balas supir taksi dengan sopan. "Pak, tolong agak cepetan ya," pinta Zara. "Iya Nona, ini sudah maksimal," kata supir taksi. Lima belas menit kemudian, Zara sampai di rumah sakit Bunda. Zara yang sudah membayar ongkos taxi langsung turun dan berlari menuju kamar ibunya dirawat. Begitu sampai di depan kamar ibunya, suster dan dokter mulai membawa keluar ibunya dari kamar rawatnya menuju ICU. "Sus, ibu saya mau dibawa ke ICU?" tanya Zara. "Iya, Nona. Kondisi pasien sudah kritis dan ini memang seharusnya segera dioperasi," jawab dokter. "Saya mohon beri saya waktu, saya akan segera mendapatkan uangnya," pinta Zara. Ibu jangan tinggalin Zara, Zara hanya punya ibu, batin Zara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD