bc

Wanita Teman Tidur Suamiku

book_age18+
4.5K
FOLLOW
24.0K
READ
family
HE
love after marriage
drama
bxg
love at the first sight
assistant
like
intro-logo
Blurb

"Pergilah, Mas! Kali ini aku benar-benar melepasmu. Aku sudah tidak keras kepala lagi untuk memohon demi mempertahankanmu tetap di sini. Tapi ingat, jika suatu hari nanti kamu melihat aku dibahagiakan oleh laki-laki lain, ketahuilah bahwa aku pernah berharap bahagia bersamamu, tapi malah kamu sia-siakan."

Akhirnya Maura sampai pada titik di mana ia menyerah dan ingin berhenti berjuang, saat cinta yang ditanamnya selama ini untuk Ferdy malah dibalas dengan sangat menyakitkan, dan mengantarkan mereka pada sebuah perceraian karena kehadiran orang ketiga dalam pernikahan mereka. 

Mampukah Maura bahagia setelah istana yang dibangunnya dengan susah payah selama ini diruntuhkan oleh seorang figuran cantik yang merampas kebahagiaannya?

chap-preview
Free preview
Mimpi Buruk
"Ceraikan aku, Mas! Kamu jahat!" Seorang wanita yang sedang hamil besar tampak mengigau di atas ranjang, dahinya dipenuhi bulir-bulir keringat, napasnya terdengar memburu dan tak beraturan, dadanya pun terasa sesak hingga ia terbangun dari tidur singkatnya. Wanita itu bernama Maura Anindita. "Astaghfirullah. Kenapa aku mimpi minta Mas Ferdy ceraikan aku? Dan, siapa perempuan yang ada di mimpiku tadi? Perasaan aku nggak punya teman yang wajahnya kayak dia?" gumam Maura sembari memegangi dadanya yang masih kesulitan mengatur napas dan bertanya-tanya tentang mimpi yang baru saja dialaminya. Maura benar-benar merasa bingung karena mengalami mimpi di mana ia menampar wajah suaminya dengan berurai air mata, bahkan yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah saat Maura memukul wajah wanita yang hadir di mimpinya dengan sebuah helm, padahal Maura tidak kenal dengan wanita itu yang baru pertama kali ia lihat dan itupun karena ada di mimpinya. "Aku harus memastikan Mas Ferdy baik-baik aja!" ucap Maura yang kemudian mengambil ponselnya yang berada di atas nakas samping ranjang. Namun, sebelum menghubungi suaminya, Maura membuka status w******p untuk melihat apakah Ferdy membagikan kegiatannya selama ia tertidur setelah selesai salat Maghrib tadi, karena wanita itu memang rajin memantau kegiatan suaminya dari status w******p saat sedang sibuk shooting di luar sana. Ferdy juga rajin membagikan kegiatan shooting judul sinetron yang sedang dijalaninya, terkadang ia foto bersama para artis, dan yang lebih sering dibagikan adalah selfie bersama para figurannya yang selalu banyak di setiap harinya. "Ternyata Mas Ferdy nggak update status baru," gumamnya sambil terus menggeser ke bawah daftar pembaruan terkini hingga ia menemukan status milik kontak yang diberi nama Radit kameramen. Maura yang penasaran pun memutuskan untuk melihatnya. "Oh, ternyata shooting-nya sudah break. Tumben ya break cepat. Atau jangan-jangan cuma Mas Rendy doang yang izin pulang cepat karena ada acara keluarga ya?" tanya Maura yang penasaran dan untuk memastikan kebenarannya wanita itu lanjut melihat satu persatu status yang ada di daftar itu, kebetulan kebanyakan kontaknya adalah crew dan anak figuran yang ia kenal. Setelah melihat beberapa status w******p, akhirnya Maura baru mengetahui jika Ferdy sudah break shooting dari setengah jam yang lalu, namun sampai saat ini sang suami tidak memberinya kabar, membuat Maura ingin mengetahui keberadaannya di mana dan langsung menghubunginya untuk bertanya. "Halo, Mas. Kamu sudah di jalan pulang ya?" tanya Maura begitu panggilannya dijawab oleh sang suami. "Belum sayang, aku masih di Kebagusan nih." Ferdy menjawab sambil menyalakan lambang mic untuk mengeraskan suara panggilan itu karena ia sedang mengendarai mobil. "Loh kok belum pulang, Mas? Tadi aku lihat status w******p anak-anak ekstras mereka bilang Alhamdulillah malam ini break cepat. Terus tadi aku juga lihat status Mas Radit kameraman, dia sudah di rumah dan dia share foto bareng sama anak istrinya." Pertanyaan Maura seketika mengundang rasa pening merayap naik memenuhi isi kepala Ferdy yang sedang merasa penat karena terlalu lelah bekerja. "Mas, kok diam? Kamu dengar aku, kan?" tanya Maura saat tak mendengar jawaban apa pun dari suaminya. "Ya, aku dengar kok, Sayang. Malam ini shootingnya memang break cepat. Tapi, rencananya aku mau pergi sama anak-anak ke rumah Ardi," jawab Ferdy setelah terdiam cukup lama. "Loh mau ngapain, Mas?" tanya Maura dengan nada yang cukup terkejut karena ia sama sekali tidak mengetahui jika suaminya akan pergi ke rumah salah satu temannya yang bernama Ardi. "Mau main PS. Jadi ini aku lagi jalan ke rumah Ardi, anak-anak yang lain sudah sampai duluan sih. Cuma aku aja yang datang terlambat," jawab Ferdy yang terdengar begitu santai tanpa merasa bersalah. "Ya ampun, Mas. Kok bisa sih kamu pulang cepat bukannya langsung pulang, bahkan ngabarin aku aja nggak, sekarang kamu malah mau main ke rumah Ardi dan nggak bilang-bilang sama aku. Kamu tau nggak sih, Mas, dari tadi aku nungguin kamu pulang loh. Rasanya aku senang banget pas tau malam ini kamu bakal pulang ke rumah lebih cepat, makanya aku sengaja nggak makan karena nungguin kamu dan mau kita makan sama-sama. Ini kayaknya kalau aku nggak telepon kamu pasti kamu nggak akan bilang deh kalau sekarang sudah break shooting!" Kali ini Maura benar-benar meluapkan rasa kecewanya pada sang suami yang sejak dirinya hamil sangat jarang memiliki waktu untuknya, karena Ferdy lebih sering pulang subuh, bahkan jarang pulang ke rumah karena alasan menginap di lokasi shooting. "Kok kamu malah marah sih, Sayang? Aku bukannya nggak mau bilang sama kamu, aku sudah niat akan telepon kamu kalau aku sudah sampai di rumah Ardi biar kamu tau dan percaya!" "Kenapa harus nanti, Mas? Kan bisa kamu chat aku kalau memang kamu nggak sempat telepon, kasih kabar kalau malam ini kamu break cepat, atau setidaknya izin mau pergi ke rumah Ardi. Memangnya kamu tau aku izinin kamu atau nggak untuk main ke rumah dia?" Nada bicara Maura kali ini terdengar lebih tinggi dari sebelumnya karena ia merasa kesal dengan keputusan yang Ferdy buat, sementara dirinya tengah menunggu dengan penuh harap akan kepulangan suaminya. "Memangnya kamu nggak bisa kasih aku izin pergi kumpul sama teman-teman aku? Kamu tau kan setiap hari aku selalu kerja, nggak pernah libur, masa semalam kumpul sama teman-teman aja nggak boleh sih!" Sontak saja amarah Ferdy mulai terusik saat mendengar perkataan Maura yang terlalu mengekangnya, hingga pria itu merasa tak pernah diberi kebebasan dan waktu untuk menghibur diri sejenak yang begitu lelah karena bekerja setiap hari tanpa libur. "Bukannya nggak boleh, Mas! Masalahnya kamu nggak izin, nggak ada omongan sama sekali kalau kamu akan lebih mementingkan kumpul sama teman-teman kamu dibanding pulang ketemu sama istri di saat sedang break cepat seperti malam ini!" Ferdy berdecak mendengar perkataan Maura yang mulai melontarkan kata-kata perbandingan, membuatnya kesal dan merasa seperti ingin mengakhiri panggilan mereka agar tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan. "Loh, kok sekarang kamu jadi bilang aku lebih mementingkan kumpul sama teman-temanku sih? Memangnya ada selama aku nikah sama kamu aku pergi keluar rumah seharian buat main sama mereka? Nggak, Maura! Selama ini aku kerja, kerja, dan kerja buat kamu! Mana pernah aku berpikir untuk senang-senang sama teman-temanku, bahkan di saat mereka kumpul cuma aku yang nggak pernah bisa hadir karena sibuk kerja. Selama ini waktuku cuma buat kerja dan buat kamu, sampai aku nggak punya waktu buat nyenengin diri sendiri!" "Ya ampun, Mas! Kamu sadar nggak sih kalau selama aku hamil mana pernah kamu punya waktu lebih buat aku? Yang ada kamu jarang pulang ke rumah, kalau pun pulang selalu lewat dari jam 3 subuh, terus pagi jam 8 sudah jalan lagi ke lokasi shooting, jadi nggak ada tuh waktu kamu buat aku seharian selama 24 jam! Kamu mah enak Mas, masih bisa keluyuran di luaran sana, kerja sambil jalan-jalan, nggak kayak aku yang sumpek di rumah terus setiap hari sejak hamil sampai sekarang! Coba dong Mas, sekali aja posisikan diri kamu jadi aku! Kamu pikir enak jadi aku di rumah terus setiap hari? Mungkin kalau sekarang aku nggak hamil, aku akan tetap kerja dan nggak kepikiran untuk mementingkan orang lain dibanding kamu! Sekarang aku cuma minta kamu pulang, sekali ini aja Mas, pulang ke rumah dan habiskan waktumu sama aku saat sedang break cepat seperti malam ini. Kalau nggak malam ini kapan lagi? Kamu nggak pernah kan bisa selesai shooting secepat ini? Memangnya kamu nggak mau tau gimana kondisi anak kamu? Kamu nggak penasaran tadi dokter ngomong apa aja pas aku pergi check up ke rumah sakit sendirian?" Ferdy mendesah kasar saat Maura memintanya untuk pulang, padahal ia sudah ada janji malam ini dan berniat akan pulang subuh seperti biasanya untuk mengusir rasa bosan dan penat yang menyelimuti pikirannya beberapa hari belakangan ini. "Mas, kamu jawab aku dong! Jangan malah diam aja!" ucap Maura yang kini suaranya terdengar sedikit tinggi. Wanita itu merasa kesal karena Ferdy lebih sering diam saat dirinya menuntut jawaban. "Malam ini aku benar-benar nggak mood buat pulang, Ra." Tak lama kemudian terdengar suara isak tangis dari seberang telepon. Ya, Maura menangis mendengar suaminya mengatakan enggan untuk pulang ke rumah. "Mas, aku nggak ngerti lagi kenapa kamu jadi berubah seperti ini. Tolong kasih aku alasan kenapa kamu jadi kayak gini, Mas? Apa alasannya karena ada wanita lain?" tanya Maura yang belakangan ini sering merasa jika suaminya telah berubah, bukan lagi Ferdy 5 tahun lalu yang dirinya kenal. Ditambah mimpi yang ia alami tadi terasa seperti nyata. "Nggak ada alasan apa pun, Maura! Aku malas kalau pulang cuma buat ribut sama kamu!" jawab Ferdy yang seketika berhasil mematahkan harapan Maura untuk menyambut kepulangan suaminya malam ini. "Aku nggak ada niat buat ribut sama kamu, Mas. Dari awal aku tanya baik-baik kan kamu ada di mana karena aku tau malam ini kamu break cepat. Aku cuma mau kamu pulang, Mas. Pulang ya, please. Aku kangen sama kamu, Mas," pinta Maura dengan suaranya yang kini terdengar begitu lirih dan memohon agar suaminya pulang. Ferdy terdiam sejenak, mendengar suara Maura yang memohon padanya membuat pria itu tidak tega jika tidak menurutinya. "Astaga, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku malah buat Maura nangis? Dia kan sedang hamil dan dokter bilang Maura nggak boleh banyak pikiran sampai bikin dia stres. Mending malam ini aku pulang deh dan temani Maura, main PS sama mereka bisa kapan-kapan! Aku nggak mau kalau Maura dan bayiku sampai kenapa-kenapa hanya karena keegoisanku ini walau sebenarnya aku juga butuh waktu buat refresh otak!" batin Ferdy memutuskan setelah sadar akan kesalahannya yang sempat menolak pulang demi menghindari pertengkaran yang belum tentu terjadi seperti yang ada di pikirannya. "Sayang, maafin aku ya. Seharusnya aku nggak ngomong kayak gitu ke kamu. Maaf, aku benar-benar salah karena menunda-nunda untuk izin dan nggak kasih tau kamu sebelum pergi. Tolong jangan nangis ya, Sayang, sekarang juga aku akan putar balik dan pulang ke rumah buat ketemu kamu!" ucap Ferdy coba menenangkan istrinya agar berhenti menangis. Mendengar permintaan maaf dari suaminya membuat tangisan Maura perlahan demi perlahan mulai mereda, hatinya merasa lega karena akhirnya Ferdy mau menuruti keinginannya. "Makasih ya karena kamu sudah mau menuruti keinginanku, Mas. Aku akan menunggumu pulang. Hati-hati di jalan ya, Mas," ucap Maura yang seperti menemukan semangatnya kembali untuk menunggu kepulangan suaminya. "Nggak, Sayang, kamu nggak perlu bilang makasih karena memang sudah seharusnya aku pulang dan kasih semua waktu aku buat kamu. Sekarang kamu sudah nggak nangis lagi, kan?" tanya Ferdy yang coba memastikan karena ia benar-benar tidak ingin membuat pikiran Maura terbebani karena masalah sepele ini. "Aku sudah nggak nangis lagi kok, Mas, malah sebaliknya. Aku bahagia banget karena kamu akhirnya lebih pilih pulang ke rumah. Maafin aku juga ya, Mas, tadi aku sempat marah-marah dan nggak bisa kontrol emosi." "Kamu nggak perlu minta maaf, kamu nggak salah kok. Justru aku yang salah, semua masalah ini berawal gara-gara aku yang lupa kasih kamu kabar. Sekarang aku sudah lega karena kamunya sudah tenang dan nggak nangis lagi, kalau gitu aku tutup dulu teleponnya ya, soalnya aku harus fokus nyetir. Tunggu aku di rumah ya, Sayang!" pamit Ferdy dengan suaranya yang kini terdengar halus dan penuh kelembutan. "Iya, Mas. Ingat ya hati-hati di jalan dan nggak usah ngebut-ngebut!" jawab Maura yang tidak lupa memperingati suaminya sebelum mengakhiri panggilan mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook