Bruno 2

1445 Words
Satu bulan sebelumnya. Bruno yang entah mau ke mana itu sudah berdandan di depan kaca. Ia terlihat necis dan sudah rapi. Memakai kemeja berwarna kuning yang mencolok dan parfum yang sudah ia semprotkan ke seluruh tubuhnya. Dengan rambut yang kelimis karena minyak, ia percaya diri melangkah keluar rumah. Padahal, hari sudah malam. Sementara, penduduk di perkampungan itu jarang ada yang keluar rumah saat malam telah tiba. Ia tidak peduli. Tujuannya berdandan seperti itu memang bukan untuk bertemu warga. Ia melangkahkan kakinya ke sebuah tempat, yang letaknya cukup jauh dari area perkampungan. Ia pun membawa selembar foto perempuan yang sudah ia kejar sejak lama. Foto perempuan cantik yang sering terlihat duduk di bawah pohon mangga rumah Nyai, berkumpul dengan teman-teman sejawatnya. Wanita yang sudah lama menolak cinta Bruno dan lari tunggang langgang begitu melihat Bruno menghampiri dirinya. Dengan percaya diri, ia terus berkata dalam hatinya kalau cinta yang selama ini selalu bertepuk sebelah tangan, akan mendapatkan sambutan dari tangan gadis yang disukainya itu. Cinta memang sudah membutakan mata Bruno. Tidak peduli jika cara yang ia tempuh adalah jalan yang salah sekali pun. Siapa peduli? Yang penting, cintanya tidak tertolak lagi. Siapa peduli? Yang penting ia tidak lagi sakit hati. Lagi pula, Bruno juga memang bukan penduduk asli kampung tersebut. Ia tidak percaya dengan hal hal yang menjadi sebuah adat di sana. Hampir sama dengan Agis si keponakan Nyai yang baru pindah dari Kota. Meskipun Agis masih ada percaya percayanya. Kalau Bruno, memang benar-benar tidak percaya dengan hal hal seperti itu. Seperti tidak boleh keluar saat magrib tiba, berkeliaran di malam hari, harus melakukan nyuguh di malam jumat, atau adat-adat lainnya yang menurut penduduk kampung ini adalah hal yang harus dilakukan demi keselamatan mereka. Bruno tidak mau ambil pusing. Selama ia hidup di kampungnya, tidak pernah ada acara acara demikian. Ia tidak mau pusing pusing memikirkan h tersebut. Yang membuat kepalanya terasa berat hanyalah satu. Kinar yang belum juga mau menerima cinta tulusnya selama ini meskipun Bruno sudah melakukan ini dan itu. Ia bertekad kalau Kinar, wanita pujaan hatinya itu akan dibuat bertekuk lutut padanya. Perlu di ketahui, Bruno adalah saudara jauh dari Bang San hang merupakan tetangga dari Kinar. Suami dari perempuan yang kehilangan bayinya beberapa bulan yang lalu, tanpa sebab yang jelas. Awalnya, Bruno yang tinggal di kampung halaman itu berniat untuk mengunjungi San yang saat ini sudah menjadi penduduk kampung tersebut setelah menikahi Suti. Sekalian karena ada perlu dengan teman nya yang kebetulan memang menjadi penduduk di desa sebelah. Bertemulah ia dengan Kinar yang kebetulan sedang membantu Mbok Mar di depan rumah. Ia sedang menjemur pakaian. Berhubung rumah Bang San dan Suti itu memang berseberangan dengan rumah Mbok Mar dan Kinar, seperti rumah Wak Jaman yang berseberangan dengan rumah Nyai, jadilah Bruno melihat Kinar yang sedang menjemur pakaian tadi. Sejak saat itulah Bruno jatuh cinta padanya. Bisa dikatakan kalau Bruno jatuh cinta sejak pandangan pertama pada Kinar. Tapi tidak dengan Kinar. Ia bahkan tidak tahu kalau diam diam Bruno memperhatikannya. Setelah itu, Bruno jadi sering mampir ke rumah Bang San dengan alasan yang macam-macam. Ia selalu menemukan ide agar ia bisa kembali ke sana. Padahal, ia hanya ingin melihat Kinar yang memang adalah tetangga dari sepupu jauhnya itu. Sampai hari di mana Bruno turut pindah ke desa sebelah, karena di kampung Bang San belum ada lagi lahan yang di jual maupun di kontrakan, akhirnya Bruno memutuskan untuk tidak apa-apa tinggal di kampung sebelah selama masih dekat jaraknya dengan Kinar. Jadi ia bisa sering-sering untuk mengunjungi Bang San demi melihat pujaan hatinya itu. Ia juga tetap memiliki alasan kalau sesekali ia tertangkap basah sedang main di kampung sana. Jawabnnya ketika seseorang bertanya 'kok ada di sini?’ ia bisa menjawab, kebetulan lewat aku bah. Mampir dulu lah akhirnya ke kosan sepupuku itu, si San! Kinar yang kian hari merasakan ada yang aneh dengan gelagat Bruno mulai menghindar tiap kali Bruno datang. Ia sudah merasa kalau Bruno sepertinya ada hati pada Kinar. Sampai akhirnya Bruno secara tersng-terangan mengejar Kinar. Ia mulai berani mendekati Kinar dan mengajaknya berbicara. Seperti beberapa bulan lalu, ketika Kinar sedang asyik mengobrol dengan Nia, Agis, Rendi, juga Dita di bawah pohon mangga depan rumah Nyai. Bruno mendatangi Kinar yang sedang mengobrol sehingga Kinar lari dari sana agar tidak bertemu dengan Bruno. Kinar rupanya tidak menyukai Bruno sama sekali. Sangat tidak menyukainya. Bruno tidak termasuk dalam kriteria lelaki idaman Kinar. Dan juga Kinar mengaku sudah memiliki pacar agar Bruno berhenti mengejar ngejarnya. Sayangnya, lelaki itu tutup mata tutup telinga. Tidak peduli kalau pun Kinar sudah menikah. Ia bilang kalau memang cinta ya cinta saja. Ia tidak bisa berhenti secara tiba tiba untuk tidak mencintai Kinar. Meski demikian, Bruno tetap datang ke rumah Kinar untuk bertamu. Ia sering kali datang membawa jinjingan, apa saja untuk Kinar dan untuk menarik hati Mbok Mar. Entah itu martabak telor, martabak bangka, dan makanan-makanan lainnya yang pada akhirnya memang tidak pernah Kinar makan. Biasanya Mbok Mar lah yang akan memakannya dan membagi makanan yang di bawa Bruno itu ke Bang San dan Suti, juga tetangga yang kebetulan ada di sana. Setidak suka itu Kinar terhadap Bruno. Memang, jika dilihat-lihat, usia Bruno jauh di atas Kinar yang memang baru berusia sembilan belas tahun, tahun ini memang menginjak dua puluh tahun. Sementara Bruno, sekarang ini sudah menginjak usia kepala tiga. Tapi, namanya cinta ya tetap saja cinta. Sementara Kinar yang memang masih muda itu berpikir kalau Bruno bukanlah tipe idaman Kinar, bahkan sangat jauh dari tipikal lelaki yang memang Kinar cari. Kinar memang perempuan cantik yang banyak di puja oleh lelaki bahkan kecantikannya itu terkenal sampai ke luar perkampungan. Banyak lelaki dari kampung tetangga yang sesekali datang ke rumahnya, dengan maksud ingin meminang Kinar. Dari mulai yang pekerjaan nya bagus, punya toko usaha kelontong yang maju, seorang pengacara, sampai seorang tetangga bernama Haris yang masih saja mencari-cari pekerjaan yang menetap. Tapi, sepertinya hati Kinar telah berlabuh pada seorang mahasiswa yang kebetulan saat itu melakukan KKN di kampung tersebut. Meskipun hanya bertemu sebentar saja karena mahasiswa itu harus kembali lagi ke kota, Kinar yakin bahwa suatu hari ia bisa bertemu lagi dengannya. Namanya Asrul. Kinar bertekad kalau suatu hari, Asrul akan datang menemui Kinar dan meminangnya. Begitu. Merasa frustasi karena Kinar terus menerus menolak cintanya, Bruno akhirnya mengambil jalan pintas. Malam ini, ia akan membuat Kinar takluk di bawah kendalinya. Sama seperti yang sudah ia bayangkan sejak ia memutuskan untuk menghentikan kisah cintanya yang miris ini. *** “Permisi, Mbok!” Bruno mengetuk pintu rumah Mbok Mar siang itu. Satu kali dia kali, pintu belum juga terbuka. Tapi, Bruno tidak menyerah. Ia masih berdiri di depan pintu. Sampai akhirnya di ketukan yang ketiga, Mbok Mar membukakan pintu untuknya. “Eh, Jang Bruno. Aya naon atuh ke sini tengari-tengari kieu?” Sama seperti Bang San yang memang sudah lama menjadi penduduk kampung sini, Bruno pun sudah lama menginjakkan kaki di tanah Sunda. Ia sedikit banyak faham bahasa yang digunakan orang-orang di perkampungan ini. Terlebih, ia berpikir, jika ia ingin menikahi Kinar, ia harus mengerti bahasa yang pujaan hatinya itu gunakan. Bukankah itu hanyalah salah satu syarat yang mudah? Mbok Mar bertanya pada Bruno tentang kedatangannya di tengah hari seperti ini. Jelas, Bruno ingin bertemu dengan Kinar. Karena untuk apa lagi Bruno datang jika bukan untuk menemui Kinar. “Tapi, Kinar teh lagi nganterin Dita. Duka aya perlu naon. Sebentar katanya mah.” Mendengar perkataan Mbok Mar, Bruno malah tersenyum. Rupanya, ia memang sengaja datang ketika Kinar tidak ada di rumah. Ia bukan ingin bertemu dengan Kinar. Bruno memiliki maksud yang lain. Maksud yang mencurigakan. “Mau nunggu Kinar pulang, Jang?” Mbok Mar memang selalu ramah terhadap tamu. Ia bertanya pada Bruno kalau-kalau Bruno ingin menunggu anak gadisnya itu pulang, barangkali memang ada suatu hal yang ingin dibicarakan. Meskipun Mbok Mar tahu, kalau Kinar mati-matian membenci Bruno. Ia tak turut membenci Bruno sebanyak Kinar membenci Bruno. Bruno menganggukkan kepala lalu duduk di bangku kayu di depan rumah Mbok Mar itu. Sementara, tangannya merogoh sesuatu di saku. Dengan wajah yang masih berseri-seri, ia sesekali menengok Mbok Mar yang rupanya pergi ke dapur untuk membuatkan kopi. Mbok Mar membuatkan jamuan untuk tamu tak diundangnya itu. Ketika Mbok Mar kembali, ia melihat baju-baju di jemurannya yang terbang berjatuhan tertiup angin. Kemudian Mbok Mar berpamitsn pada Bruno untuk mengangkat jemuran bajunya itu. Sebelum berpamitan, Bruno rupanya meminta izin Mbok Mar untuk menggunakan kamar mandinya. Katanya, ia ingin buang air kecil. Bruno kemudian masuk ke dalam. Setelah beberapa waktu berlalu, ia keluar dan meneguk kopi di meja itu sedikit. Lalu berpamitan pada Mbok Mar untuk segera pergi, katanya ada urusan mendadak. Ia bahkan tidak jadi menunggu Kinar pulang. Hari itu, Bruno berpikir kalau mimpinya sebentar lagi akan terwujud. Hari itu, senyuman di bibir Bruno tidak ada henti-hentinya tersungging.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD