Kisah Cinta Nayyara dan Liam | 1

1640 Words
Di bawah guyuran hujan yang begitu lebat, saat ini seorang gadis sedang berada di sebuah halte yang tidak jauh dari kampus terbaik ibu Kota Jakarta, tempat dia mengemban pendidikan satu setengah tahun sudah. Dia sendirian di sana--cuaca sangat dingin hingga menusuk tulang--duduk melamun dengan kedua kaki dia ayunkan berlawanan arah. Sorot matanya fokus pada satu arah, entah itu apa. Tidak tahu hal apa yang sedang menguasai pikirannya, tatap gadis itu seperti tak bernyawa. Gadis itu memiliki nama dengan arti kehabagiaan, Nayyara. Gadis ceria berusia sembilan belas tahun, mahasiswi, hobinya mengganggu orang lain dan bermalas-malasan. Nayyara memiliki rambut panjang berwarna cokelat dengan pola bergelombang, nampak indah dan lembut jika dielus. Hidungnya mancung, dengan mata bulat cokelat pekat. Alisnya yang tebal sangat cantik ketika bertemu bulu mata yang lentik, sangat sempurna dipadukan dengan bibir tipis kemerahan. Jika menggambarkan sosok Nayyara ini, maka kata cantik saja sepertinya tak cukup. Gadis pecicilan satu ini dikenal memiliki rupa bak seorang dewi Yunani, namun apalah daya dia selalu bertentangan dengan dewi Fortuna, alias kebanyakan sial hingga akhirnya hanya bisa mengusap d**a. Kulit putih bersih miliknya diterpa angin dingin terlihat semakin memucat. Acara melamun Nayyara seketika buyar ketika cipratan kubangan air di jalanan mengenai tubuh bagian depannya hingga ke wajah yang dilakukan oleh mobil mewah hitam. Melintas dengan kecepatan di atas rata-rata, kemudian berhenti di depan sebuah kafe yang tak jauh dari halte. Baru saja dibicarakan jika Nayyara selalu bertentangan dengan Dewi Fortuna, terbukti kan sekarang. Dia kena sial lagi dan lagi. Ada-ada saja sesuatu yang tidak wajar menimpanya. Namun, ketika Macan sudah dibangunkan, maka siap menerima terkaman. Dengan keadaan hidung dan telinga keluar asap, tangan terkepal erat, Nayyara mendatangi mobil yang sangat kurang ajar tersebut. Nayyara bukan orang yang sabar dan lemah lembut, jadi ketika sampai pada mobil itu segera dia menggedor kacanya agar sang sopir menurunkan dan berbicara padanya, setidaknya meminta maaf atas ketidaksengajaannya yang tidak berakhlak ini. "Hei! Buka nggak kacanya?!" teriak Nayyara dari luar. Sementara sang sopir di dalam sana nampak kaget, sebelum dia menurunkan kacanya seperti perintah Nayyara, dia izin terlebih dahulu kepada sang majikan di kursi bagian belakang. "Buka saja. Mungkin dia sedang memerlukan pertolongan." Sang sopir mengangguk cepat, meski yakin sekali Nayyara sedang tidak memerlukan pertolongan. Setahunya, meminta pertolongan tak ada yang sebarbar gadis ini, seperti mengajak bertarung di atas ring. "Ya, Nona?" Nayyara menarik napas panjang. Kedua tangannya terlipat ke pinggang. Hujan masih turun cukup deras, membasahi pakaiannya. "Cih, Nona, Nona! Anda bisa mengemudi atau tidak sebenarnya?" semprot Nayyara tanpa sopan santun kepada orang tua. Sopir itu nampak kebingungan. Kernyitan di dahinya terlihat nyata. "Maaf, Nona. Maksud--" "Masih tidak sadar juga dengan kesalahan Anda yang sudah melajukan mobil ini sangat kencang hingga kubangan air di depan sana mengenai seluruh bagian depan tubuh saya?!" Nayyara mendengkus. Dia tidak habis pikir dengan jalan pemikiran orang lain. "Bisa-bisanya tidak sadar, sialan!" gerutunya pelan. "Berikan saja dia uang, Pak. Untuk mengganti pakaiannya yang kotor." Pria di jok belakang ikut menyahut. Nayyara melototkan mata. Dia sangat tersinggung. Orang kaya macam apa manusia satu ini? Apa semua kesalahan bisa termaafkan oleh lembaran uang? Cih! Hidup di zaman apa memangnya dia? "Hei, Pak! Tolong ya, sedikit menjaga kalimat Anda. Saya hanya memerlukan maaf tidak dengan uang Anda. Anda pikir saya miskin sekali hingga mengemis dengan cara murahan seperti ini?" Nayyara bersuara tidak terima, dia siap bertempur jika pria itu menyulut emosinya sekali lagi. Meski Nayyara cewek, kekuatannya dalam meninju orang mampu diacungi jempol. Dari dulu hingga sekarang, teman-teman tidak ada yang berani dengan Nayyara. Melunjak saja kalau ingin bugeman mentahnya. Pria di jok belakang itu menarik sujud bibirnya membentuk sebuah senyuman, aneh. Dia bernama Liam, CEO berusia 28 tahun--yang memiliki banyak sekali cabang usaha yang berkembang pesat di ibu Kota Jakarta, luar Kota, hingga luar Negeri. Keluarganya terkenal sebagai pemilik harta terbanyak, dermawan, senang merangkul rakyat kecil. Liam keluar dari mobilnya, menggunakan payung untuk menghindari guyuran hujan yang akan membasahi setelan kerjanya yang nampak mewah. "Anda kehujanan, gunakan ini dulu." Memberikan sebuah payung lain kepada Nayyara yang nampak mematung ketika melihat secara jelas perawakan pria mengesalkan yang baru saja menguras emosinya. Liam adalah pria sejuta umat. Wajahnya sangat tampan dengan rahang tegas. Bisep ototnya dapat Nayyara lihat di balik pakaian itu, pasti terpahat dengan sangaymt apik. Kenapa dia harus bertentangan dengan manusia rupawan bak seorang Dewa begini? Sungguh, hati Nayyara meleleh seketika. Jiwa kekonyolan Nayyara muncul, dia tak tega mengomeli orang-orang tampan. Bayangkan saja, pria di hadapannya ini bahkan lebih dari kata tampan. Aish! Bagaimana bisa seorang malaikat hidup ke bumi? "Nona, terima dulu payung ini baru marah-marahnya dilanjutkan." Liam menyadarkan Nayyara dari lamunannya. Bersikap sok jual mahal sedikit, Nayyara menerima payung itu dengan kasar. "Tolong kasih tahu kepada sopir Anda, Pak. Lain kali kalau mengemudi hati-hati. Untung saya hari ini lagi baik hati, jadi saya maafkan saja." Setelah itu dia beranjak cepat meninggalkan Liam, membawa payung pemberiannya tersebut. Liam yang ditinggalkan secara tiba-tiba tanpa permisi itu terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam mobil. Wajah gadis itu, Liam begitu mengingatnya. Sorot mata yang tadinya menajam tiba-tiba redup seketika, nampak indah. Semua terekam jelas dalam ingatan Liam. *** "Neng Nayya, kok basah kuyup. Hujan-hujanan lagi?" Seorang wanita paruh baya menghampiri Nayyara dengan keadaan cemas bukan main. Dia bernama Mbok Nar, wanita berusia enam puluh tahun. Bekerja sudah puluhan tahun bersama keluarga Nayyara. Bercerita sedikit, Nayyara hanya tinggal bersama dengan ayahnya, Andara--selama sembilan belas tahun--sebab ibunya telah berpulang ke pangkuan Tuhan pada minggu pertama setelah melahirkan Nayyara. Hanya Mbok Nar yang merawat Nayyara hingga besar seperti sekarang, wanita itu sangat baik hati dan lemah lembut. Dia menjaga Nayyara, tidak pernah marah apalagi main tangan meski tahu seberapa besar kenakalan Nayyara. Tidak bisa ditegur, dan maunya menang sendiri. Dengan cengengesan tanpa berdosanya, Nayyara mengangguk untuk mengiyakan pertanyaan Mbok Nar. "Iya, Mbok. Ngga sengaja, pokoknya tadi aku hampir berantem sama orang." "Lho, memangnya ada apa lagi, Neng? Ada yang gangguin Neng Nayya lagi di jalanan? Orang gila atau preman?" Mbok Nar bertanya banyak, penuh kekhawatiran dari nada bicaranya. "Dan ini ... ya ampun, kenapa lutut Neng Nayya luka? Keserempet mobil atau bagaimana, Neng?" Nayyara menggeleng. "Tadi hampir berantem karena sopirnya nggak ada akhlak ngemudiin mobil, sampai air kubangan di jalanan itu meloncat ke seluruh badan bagian depan bahkan wajahku, Mbok. Ngeselin banget, untuk ada dia--tampan banget, Mbok." Mata Nayyara berbinar terang, dia kembali mengingat wajah tampan itu, ah ... idaman para wanita. "Dan kalau soal luka dilutut aku, tadi di depan komplek aku jatuh. kesandung lobang di jalanan." Ada saja kelakuannya yang tidak-tidak. Masih sempat-sempatnya pula Nayyara jatuh padahal sudah berjalan dengan benar. Sudah dikata, Nayyara bertentangan dengan Dewi keberuntungan. Kalian sudah percaya bukan? Mbok Nar menggelengkan kepala keheranan. "Neng Nayyara lari-lari pulang ke sininya jadi sampai jatuh?" "Enggak. Jalan kok, udah bener langkahannya. Tapi tetap aja sial, jatuh lagi dan lagi. Ngga paham juga aku, Mbok. Mohon untuk dimaklumi ya. Jangan kasih tahu Ayah, nanti marah lagi dia tau aku luka begini. Mbok tahu sendiri kan gimana Ayah sayangnya sama Nayya, luka sedikit aja jadi kepikiran. Biar Ayah fokus sama pekerjaan dan istirahatnya, Mbok. Soal urusan Nayya biar jadi rahasia kita berdua. Oke?" Tidak bisa menolak, Mbok Nar mengangguk mengiyakannya. Memangnya selain mengangguk apalagi? Mbok Nar juga membenarkan perkataan Nayyara jika Andara tak bisa mendengar sedikit pun putrinya mendapat luka--merasakan sakit--pria itu cemas bukan kepalang. Sebab Andara hanya memiliki Nayyara, sayang dan cintanya sangat besar. Andara adalah pria terbaik dan paling setia yang pernah Nayyara kenal dalam hidupnya. Pria pertama yang mengenalkan Nayyara pada kebahagiaan yang penuh cinta, memberikan kasih sayang, kehangatan, kelembutan, dan semua hal yang baik-baik. Andara juga begitu sabar menghadapi sikap Nayyara yang kadang seperti setan saja--bahasa kasarnya--sering membuat masalah di mana-mana. Jika Nayyara salah, Andara selalu menasehati agar tidak mengulanginya lagi dan harus bersikap lebih baik ke depannya. Sayang dan cinta Nayyara untuk Andara juga sangat sangat besar, hingga bumi beserta isinya tak mampu membayarnya. "Ayo, Neng, kita ke kamar. Biar Mbok siapkan air hangat untuk Neng Nayya bersih-bersih sebelum Tuan pulang." Nayyara mengangguk. Mbok Nar merangkul lengan Nayyara membawa gadis itu menaiki satu persatu undakan tangga hingga sampai ke kamarnya. "Mbok Nar, kayaknya aku mau mandi air dingin aja. Nggak usah disiapkan air hangatnya ya." Mbok Nar mengangguk saja. "Baiklah, Neng. Kalau begitu Mbok kembali ke dapur lagi ya, nanti kalau Neng Nayya sudah selesai bersih-bersih, panggil Mbok. Biar dibersihkan lagi dan dikasih obat lukanya." Nayyara mengacungkan jempol. "Oke siap, Mbok." "Ingat ya, Neng. Hati-hati di kamar mandinya, jangan sampai kepeleset lagi di dalam sana. Bukannya sembuh, malah menambah luka baru lagi." Nayyara terkikik geli. Semua orang nampak mengkhawatirkannya. Namun tetap saja, dengan tidak tahu dirinya ... Nayyara semakin menjadi-jadi kelakuannya. Menyebalkan sekali memang! "Iya, iya, Mbok Nar yang aku sayangi. Aku bakal hati-hati terus pokoknya, meski tetap aja akan ketimpa sial. Huft! Bingung juga aku, Mbok." "Ya sudah, Mbok ke belakang dulu." Mbok Nar mengusap lengan Nayyara, memberikan senyuman manis penuh ketulusan. Hal ini yang membuat Nayyara tak pernah lelah mengucap syukur kepada Tuhan. Dia dikelilingi orang-orang baik dan tulus menyayangi. Meski tak memiliki ibu, tak dapat merasakan kasih sayang serta dekapan hangatnya, Andara sudah cukup bagi Nayyara. Pria itu segala-galanya. Puji Tuhan, telah mengirimkan malaikat penyejuk dan penenangnya. Apalagi Mbok Nar juga selalu memperlakukannya seperti anak sendiri. Nayyara beruntung! *** Terima kasih sudah menjadi pembaca setia karyaku. Semoga "Kisah Cinta Nayyara dan Liam" tak kalah seru dengan cerita lainnya. Akan aku usahakan membuat cerita sebagus mungkin, untuk memuaskan kalian semua. Love! Maaf jika terdapat kesalahan kata dalam setiap penulisanku. Jangan lupa tap love untuk menyimpan cerita ini di library dan tinggalkan komen untuk memberikan semangat. Hehehe .... Satu komen dan love dari kalian, berharga sekali. Terima kasih banyak. Muachhh! Salam manis, Novi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD