Prolog

1151 Words
Keysa mengusap air matanya perlahan. Berusaha menahan tangis yang tak bisa ia kendalikan. Berulang kali Keysa terisak. Menyadari jika kini ia bagai ampas tebu yang terbuang. “Kamu benar akan meninggalkan aku?” tanya Keysa pada Adam. Menatap lekat pria yang sudah menjalin kasih dengannya selama empat tahun. “Aku kan sudah bilang jika ibuku itu tipe wanita yang klise dan jadul banget. Apa yang dia katakan aku harus menurutinya. Dan kamu tau sendiri kan jika ibuku tidak menyetujui jalinan cinta kita ...,” jawab Adam mengingatkan. “Tapi katamu, kita bisa memperjuangkan cinta kita ....” ujar Keysa meratap. “Kamu yang mengatakan jika hubungan kita pasti berhasil dan meluluhkan hati ibumu jika kita yakin dan tetap bersama. Lalu kenapa setelah empat tahun kamu malah ingin meninggalkanku? Sama saja kamu mencampakkan aku Adam ...,” ujar Keysa lirih. Kedua matanya sudah sembab karena tak hentinya menangis. Setelah hari ini ia tidak akan bisa melihat pria yang telah dipacarinya selama empat tahun lamanya. Pria yang sudah ia berikan hal paling berharga di dalam hidupnya. Pria itu seminggu lagi akan menikah dengan wanita lain, pilihan ibunya. Adam memejamkan kedua matanya sesaat. Menghela nafas panjang dan terasa sesak di d**a. “Jangan seperti ini Key ... Jangan seolah aku berbuat jahat padamu. Kita sama-sama tahu, jika hal seperti ini mungkin saja terjadi. Ibuku tidak segera luluh dan tetap memaksakan kehendaknya untuk menikahkan ku dengan Desi.” Tatapan Keysa berkaca-kaca. Ia mengatur nafasnya yang tersenggal. Isak tangis tak kunjung hilang darinya. Keysa menggelengkan kepalanya. “Pokoknya aku engga rela kamu pergi! Kamu meninggalkan aku setelah aku sudah sangat mencintaimu dan sudah sangat terbiasa denganmu ....” Adam melingkarkan tangannya di bahu Keysa. Ia mengecup bahu Keysa dengan lembut. Menghirup aroma tubuhnya yang mungkin setelah ini tak akan bisa ia temukan. “Maaf ... Aku tidak berdaya dengan keinginan ibuku. Apa kamu mau aku menjadi anak durhaka?” tanya Adam. “Tapi apa aku pantas kamu buang seperti ini?” tanya Keysa lirih. Adam menarik pipi Keysa ke arahnya. Agar ia dapat menatap manik mata Keysa yang berwarna cokelat pekat. “Aku tidak membuangmu Key ... Aku terpaksa.” Kedua mata Keysa berkaca-kaca. Suaranya tertahan karena isak tangis yang menyangkut di kerongkongannya. Tangannya menggenggam erat telapak tangan Adam. Seakan memohon agar tidak pergi darinya. Namun Adam tetap pada pemikirannya. Ia beranjak berdiri dari duduknya. Perlahan tangannya menjauh dari genggaman tangan Keysa. Buliran air mata menetes perlahan, jatuh membasahi pipinya. Dadanya semakin sesak karena sedih yang amat sakit terasa. Empat tahun lamanya mereka menjalin kasih. Dan ini balasannya? Empat tahun mereka melewati detik, menit, jam dan hari silih berganti dan ini yang diterimanya? Empat tahun, Adam selalu menyakini dirinya jika hubungan back street dari orang tua Adam akan berhasil. Dan ini akhirnya? Waktu yang tebuang sia-sia. Keysa sadar jika ia dan Adam tidak sepadan. Adam adalah anak orang kaya. Pemilik perusahaan terkemuka. Bahkan orang tuanya kerap di undang acara para selebritis dan sering di sambangi you tuber terkenal untuk mengulas perjuangan dan cara merintis usaha mereka yang makin tahun ke tahun makin melejit dan sukses. Keysa hanya anak kampung yang datang ke Kota. Untuk menuntut ilmu. Kuliah pun dengan jalur beasiswa. Lalu setelah lulus kuliah ia mulai bekerja di bank swasta. Orang tuanya hanya petani di kampung. Wajah cantik naturalnya saat pertama kali masuk Universitas di tahun pertama, langsung membuat Adam jatuh hati. “Aku mencintaimu dan akan selalu bersamamu.” Itu lah kata-kata yang selalu dikatakan Adam padanya. Apa kata-kata yang diucapkannya hanya pemanis hubungan mereka? Apa empat tahun ini memang tidak ada artinya untuk Adam? “Selamat tinggal Keysa. Dirimu akan selalu ada di hati ini walau kita tidak saling memiliki,” ujar Adam yang berniat akan pergi untuk selamanya dari kehidupan Keysa. Keysa menatap nanar kepergian Adam. Bahkan kini air mata dan tangisnya tidak berarti untuk Adam. Ke mana hati dan cinta Adam yang dulu ikut bersedih ketika Keysa merasakan sakit? Apa perasaan cinta Adam telah pudar perlahan di makan waktu? “Adam!” panggil Keysa sambil berdiri. Adam menoleh menatap Keysa. “Ada apa ...?” tanyanya yang juga menahan kesedihan. “Jangan pergi,” pinta Keysa sekali lagi. Adam menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya. “Tidak ... Aku harus pergi. Justru jika semakin lama kita bersama ini akan menyakitimu Key ... Aku melakukan ini juga demi kita. Pernikahan aku dan Desi akan dilaksankan minggu depan. Aku melepasmu, bukan karena aku sudah tidak mencintaimu. Tapi karena aku ingin kamu juga dapat hidup bahagia dengan laki-laki lain. Dari pada terus bersamaku yang tidak bisa memberikan kepastian.” “Kamu meninggalkanku setelah aku seperti ini? Setelah aku tidak suci lagi?” tanya Keysa meratap. “Apa yang tersisa dariku Adam ...? Hatiku hancur. Kepingan hati ini telah remuk. Tubuh ini bukan lah Keysa yang polos.” Adam kembali melangkahkan kakinya mendekat. Ia menatap manik mata Keysa lekat. Kedua tangannya memegangi lengan atas Keysa agak erat. “Jangan takut Key ... Ini adalah jaman modern. Milenial. Tidak ada yang mempermasalahkanmu masih gadis atau tidak,” ucap Adam berusaha memberikan ketenangan. Keysa menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Dan ini bukan masalah masih gadis atau sudah tidak, Adam. Masalah ini lebih dari itu ....” Adam mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu?” tanyanya lirih. Keysa menarik nafas panjang. Berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada. Ia membalas tatapan Adam yang menatapnya tajam dan penuh tanya. Adam menunggu Keysa berucap. Namun tak mudah untuk mengatakan hal sepenting ini. “Katakan Key ... Ada apa? ‘Masalah lebih dari itu’ yang kamu maksud apa? Katakan dengan jelas?!” tanya Adam dengan jantung yang berdegup lebih cepat dari pada tadi. Keysa masih menatap Adam dengan kedua matanya yang sembab dan berlinang air mata. Wajah Adam sedikit pucat menunggu Keysa berucap. Degupan jantungnya tak terkendali. Ia merasa Keysa akan mengatakan hal yang selama ini ia takutkan. “Aku hamil, Adam ....” Akhirnya Keysa menjawab. Bersamaan dengan air mata yang jatuh mengalir membasahi pipinya. Adam menggelengkan kepalanya. Ini bukan berita bahagia untuknya. Bagaimana bisa Keysa hamil diwaktu yang hampir sama dengan pernikahannya dengan Desi. Jika ibunya tahu, pasti Adam akan dicoret dari daftar warisan keluarga besarnya. “Kamu bohong!” hardik Adam. “Bagaimana bisa?!” “Tentu saja bisa! Kita sering melakukannya!” sahut Keysa. Adam terdiam. Ia menatap Keysa dari atas wajahnya hingga berhenti di bagian perutnya. Benarkah di rahim itu telah berkembang benihnya? tanya Adam di dalam hatinya. Langit yang sejak tadi memang telah gelap. Kini menyusul angin yang berhembus kencang. Mengibarkan ujung dress yang dikenakan Keysa. Taman kota sudah sepi karena cuaca tak bersahabat sejak tadi. Namun Adam dan Keysa tak segera pergi dari sana. Padahal buliran air hujan menetas perlahan membasahi kepala mereka. “Tidak! Kamu tidak hamil! Ini hanya caramu agar aku tidak pergi kan?!” hardik Adam dengan kedua mata tajam menatap Keysa. Ia berusaha mengubur kata hatinya sendiri jika Keysa mengatakan hal yang sejujurnya. “Kamu hanya pura-pura hamil!” seru Adam lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD