"Mbak Aulia, itu pasti Pak Bisma yang melakukannya ya."
"Ini ... tadi digigit nyamuk."
_________________
Bukan Istri Idaman 5
Aulia Azzahra
Mobil melaju membelah keramaian kota, suara bising kendaraan memekakkan telinga. Aku tidak bisa membayangkan jika setiap hari harus melihat pemandangan yang semrawut kota provinsi, memang lebih enak hidup di desa.
Aku yang hidup di kampung dari lahir, merasakan begitu tenang tanpa bisingnya kendaraan, dan bisa menghirup udara segar tanpa ada asap kendaraan. Sungguh kehidupan yang sangat kontras.
Sepanjang jalan kami hanya mendengarkan ocehan Niken, bahkan dia menganggapku pembantu sampai menyuruhku mengambilkan apa saja yang dia mau. Termasuk memintaku untuk menguncir rambutnya karena dia sibuk dengan ponselnya. Sangat menyebalkan, apalagi Mas Bisma hanya diam saja melihat perlakuan Niken padaku. Apa yang bisa aku harapkan dari laki-laki angkuh itu.
Kelakuan Niken membuatku jengah, dia bahkan sengaja memperlihatkan pahanya yang tidak mulus itu. Entah Mas Bisma suka atau tidak yang jelas laki-laki normal pasti suka melihat bagian tertentu dari seorang wanita.
Mas Bisma menepikan mobil kemudian Niken turun dari mobil dan di sambut teman-temannya.
"Siapa perempuan yang di belakang itu?" tanya salah satu dari mereka.
"Pembantu baru," Jawab Niken.
"Hati-hati pacarmu di embat," ucap yang lain.
Mas Bisma mengemudikan kembali mobilnya dan terlihat tidak peduli dengan pembicaraan Niken dan temannya.
Jarak rumah dengan tempat kerja Mas Bisma tidak terlalu jauh, hanya karena macet saja jadi terasa jauh. Sungguh membosankan apalagi kami tidak saling bicara.
Di sebuah gedung tingkat, Mas Bisma menepikan mobilnya lalu memarkirnya di area luas tempat parkir. Kami pun turun dari mobil, bahkan aku harus berlari mengikutinya karena langkahnya begitu panjang. Terlihat punggung kekarnya dari belakang, berjalan angkuh. Beberapa orang memakai seragam menyapa hormat padanya. Aku masih terus mengikutinya sambil berlari.
Bugh!
Karena berlari, aku tidak menyadari kalau Mas Bisma tiba-tiba berhenti di depan lift.
Mas Bisma berbalik ke arahku, tidak menanyakan apapun hanya menatap dengan tatapan dingin. Melihat tatapannya, aku menunduk. Tiba-tiba Mas Bisma menggandeng tanganku untuk masuk ke lift. Aku menatap wajahnya yang kaku melihat ke arah pintu lift dengan masih memegang erat tanganku. Setelah lift terbuka Mas Bisma menarikku menuju sebuah ruangan. Terlihat seorang wanita cantik menyapa Mas Bisma sopan.
"Pagi, Pak!" ucap perempuan itu.
"Hemm," jawab Mas Bisma.
Setelah sampai di ruangan, Mas Bisma menyuruhku masuk lalu dia kembali lagi karena orang yang di tunggunya sudah datang.
"Siska, kamu bantu dia kalau ada apa-apa," ucap Mas Bisma sambil menunjukku.
"Perkenalkan saya Siska, Mbak siapa?" tanya Siska ramah.
"Saya Aulia," jawabku tanpa berani mengatakan kalau aku istri Mas Bisma. Dan Mas Bisma pun juga tidak memperkenalkan aku sebagai istrinya. Menyebalkan.
Aku duduk di dalam ruangan itu, Siska sangat baik hati membawakan makanan ringan. Katanya biar aku tak bosan.
Kubuka-buka majalah otomotif yang ada di meja. Gambar mobil dan seorang SPG berpose cantik. Entah berapa lama sampai mataku akhirnya terpejam.
Aku terperanjat saat terjaga dari tidurku, wajah Mas Bisma begitu dekat. Seketika dia langsung menjauh, entah apa yang dilakukannya. Bibirku terasa basah, apa mungkin dia … ah, tidak mungkin, melihatku saja dia enggan.
Mas Bisma langsung keluar dari ruangan ini, segera kubetulkan bajuku entah seperti apa aku tertidur kenapa sampai tersingkap. Senyenyak apa aku tidur hingga bajuku berantakan, atau jangan-jangan ada yang melakukan pele-cehan terhadapku. Bahkan aku tidak ingat sama sekali.
Memang kata bapak aku paling susah untuk dibangunkan kalau sudah tidur.
Aku mencari toilet, memastikan kalau aku tidak dilecehkan. Jangan sampai aku dikira nggak perawan saat malam pertama kami. Malam pertama? apa mungkin mas Bisma melakukannya padaku, bukankah dia jijik melihatku.
"Maaf, Mbak. Toiletnya mana ya?" tanyaku pada Siska.
"Mari Mbak saya antar," ucapnya ramah.
"Maaf Mbak, saya mau tanya. Apa Mbak pacarnya Pak Bisma?"
Aku harus jawab apa, kalau aku bilang istrinya takut Mas Bisma nggak suka.
"Maaf Mbak kalau tidak mau jawab tidak apa-apa," pungkasnya.
Siska menunjukkan toilet, aku segera masuk untuk memastikan. Jika ada sesuatu yang terjadi pasti ada bekasnya.
Ku periksa beberapa bagian tubuhku, tidak ada yang aneh. Hanya saja kenapa bibirku terasa aneh dan ada tanda merah di leherku. Apa karena gatal aku terlalu keras menggosoknya. Ah, sudahlah yang jelas tidak ada yang aneh dari bagian tubuhku.
Setelah memastikan tidak ada yang salah dalam tubuhku aku keluar, ternyata Siska masih menungguku.
"Mbak Aulia, itu pasti Mas Bisma yang melakukan ya?" tanya Siska sambil menunjuk leherku yang merah.
Reflek tanganku menyentuh leherku, apa maksudnya.
"Ini tadi digigit nyamuk," jawabku, mungkin juga 'kan.
"Nggak usah malu kali, Mbak. Seperti itu sudah biasa kalau laki-laki dan perempuan punya hubungan," katanya sembari tertawa.
Apaan sih anak ini, bahkan aku tidak mengerti apa yang dia maksud.
"Maaf ya, Mbak. Aku tadi tidak sengaja melihat Pak Bisma melakukannya," ucapnya sambil tersenyum lalu berlalu meninggalkanku yang masih bingung dengan ucapannya.
***
Hingga waktu shalat dzuhur tiba, Mas Bisma belum juga kembali. Aku bingung mau shalat dimana.
Siska menghampiriku dan mengajakku untuk shalat berjamaah di Mushola lantai bawah. Dia juga membawakan mukena dan menungguku untuk wudhu.
Kami menuju lantai bawah, ruangan yang penuh mobil. Tepat di ruangan paling ujung, ruangan yang lumayan besar digunakan untuk Mushola. Beberapa karyawan ikut shalat berjamaah, dan beberapa wanita cantik yang berada di ruang depan juga ikut shalat berjamaah.
Terlihat bapak sekuriti yang tadi menyapa kami maju kedepan sebagai imam. Dia memang terlihat agamis orangnya, terlihat dari perilakunya. Aku tidak menyangka Mas Bisma masih peduli dengan urusan ibadah. Mas Bisma juga sudah berada di shaf paling depan.
Setelah selesai shalat, para karyawan kembali bekerja. Para sales promotion girl kembali dandan cantik. Memang mereka harus tampil menarik, itu yang aku tahu.
Aku dan Siska kembali ke gedung lantai dua. Saat kami masuk ke dalam lift, ternyata Mas Bisma ada di dalam lift juga.
Mas Bisma terlihat canggung saat melihat ke arahku. Tidak seperti saat pagi tadi. Entah apa yang terjadi. Siska yang disampingku senyum-senyum, ada apa, sih, sebenarnya.
Setelah lift terbuka Mas Bisma menarik tanganku untuk masuk ke dalam ruangannya seperti tadi pagi, terdengar suara tawa Siska di belakangku.
Dadaku tiba-tiba berdebar, tanganku terasa dindin. Mas Bisma masih memegang tanganku. Saat pintu dibuka, dia langsung menarikku masuk ke dalam. Mas Bisma masih berdiri lalu berbalik ke arahku. Mas Bisma menatapku dengan tatapan yang, entahlah. Aku tidak bisa mengartikan tatapannya itu. Dengan secepat kilat tiba-tiba dia mendekat dan menepis jarak anatara kami. Aku terperanjat dengan yang dilakukannya. Masih dalam keadaan bingung, aku sampai tersengal. Mas Bisma langsung menghentikannya, lalu dia berbalik menuju meja kerjanya. Memukul berkali-kali meja kerjanya.
Bibirku … kenapa rasanya seperti saat tadi aku tertidur, apa mungkin tadi Mas Bisma juga melakukannya saat aku tidur.
"Lupakan kejadian tadi," ucap Mas Bisma dengan suara bergetar.
Setelah pukul tiga sore, kami pulang. Dalam perjalanan pulang kami hanya diam. Mas Bisma sama seperti saat tadi pagi berangkat, seperti tidak terjadi apa-apa.
Setelah sampai ke rumah aku segera masuk ke kamar, segera mandi karena tubuhku terasa lelah. Aku masuk kamar mandi mengguyurkan air di tubuhku. Ternyata menunggu orang bekerja itu melelahkan.
Selesai mandi, aku merutuki kebodohanku karena lupa membawa jubah handuk, sial kenapa aku lupa tidak membawanya. Dan handuk ini hanya sebatas pahaku jika aku pakai.
Aku mengintip keluar, tidak ada Mas Bisma. Kurasa aman kalau aku keluar kamar mandi hanya dengan memakai handuk.
Saat aku berjalan, tiba-tiba Mas Bisma masuk ke dalam kamar. Karena kaget aku malah mematung, tidak bisa menggerakkan tubuhku.
Mas Bisma mendekatiku, menatap tubuhku yang hanya terlilit handuk. Terlihat jakunnya naik turun, memang apa yang dia pikirkan.
Setelah sadar, aku langsung berlari menuju ruang ganti. Aku mencari pakaian yang pas aku pakai untuk di rumah. Meskipun aku orang kampung, tapi aku harus bisa menempatkan diriku. Jangan sampai aku terlihat kampungan.
Saat aku masih memakai celana dalam dan bra, tiba-tiba Mas Bisma masuk ke dalam ruang ganti. Segera ku ambil handuk yang terjatuh di lantai untuk menutupi tubuhku.
Mas Bisma mendekat ke arahku, aku mundur sampai menempel di dinding..
"Kenapa dari semalam kamu menggodaku," bisiknya di telingaku.
Aku terperanjat, ,siapa juga yang menggodanya?' Aku menggeleng.
Mas Bisma makin menempelkan tubuhnya padaku, jantungku berasa merosot sampai ke perut. Terlihat Mas Bisma seperti sedang menahan sesuatu, entah apa. Dia terlihat frustasi sampai dia memukulkan tangannya di dinding lalu meninggalkanku.