Part 2

1961 Words
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Agri dingin. Lia hanya mengerutkan keningnya. Setelah insiden yang terjadi di lobi kantornya Agri, sekarang Lia dan Agri berada di belakang kantornya. Banyak para pegawai dan OB ingin mengintip pembicaraan mereka tapi tentu saja Agri tak membiarkan. Agri saja yang tak menyadari bahwa dari tadi ada seorang yang mengawasi ia dan gadis itu. "Aku sudah masuk dan menyamar, sekarang nona ada bersamaku, nona dengan seorang lelaki," ucap lelaki itu di depan radio kecil. "Awasi nona jangan sampai ia kenapa-kenapa, hidupmu taruhannya," balas tony di seberang. "Wahai sang pemilik dompet, aku tidak tahu apa yang kau maksudkan, maukah engkau menjelaskannya?" ucap Lia. Lia seolah tak terintimidasi, takut atau gugup dengan ekspresi yang dikeluarkan oleh lelaki itu. "Tak ada tanda-tanda terintimidasi darinya," batin Agri. "Jangan berpura-pura bodoh gadis kotor, aku tahu kau datang ke sini dan membawa dompetku karena menginginkan uang, kan? Sebut saja berapa jumlah uang yang kau mau," jawab Agri dingin. "Oh jadi yang kau maksudkan itu adalah kertas berbagai warna yang ada gambar orang-orangan? Kenapa tidak bilang begitu saja tuan pemilik dompet?" balas Lia. Agri ingin sekali melempar gadis ini ke jalanan. Pasalnya setiap Agri berusaha untuk mengintimidasi Lia, gadis itu bahkan tak terpengaruh, gadis ini selalu merespon dan melihatnya dengan tatapan teduh. Baru pernah ada orang seperti ini selama hidupnya. "Gadis ini bodoh atau i***t? Menyebalkan," batin Agri kesal. Luar biasa, ternyata Lia mampu membuat suasana hati lelaki yang berhati es ini kesal. Sungguh keajaiban. "Terserah apa maumu, sebut apa maumu dan pergi dari sini," ucap Agri sadis. Gadis yang bernama Lia itu manggut-manggut. "Adakah tempat sampah di sini?" tanya Lia. Agri menaikan sebelah alisnya. "Tempat sampah?" beo Agri. Lia mengangguk. ................................. Krek Krek Krek Seperti biasa, bunyi tempat sampah yang sedang di cakar oleh seseorang. Lia orang itu, ia sedang sibuk mengobrak-abrikan tong-tong sampah yang berada di belakang kantor Agri. Agri si pemilik gedung pencakar langit itu hanya bisa terbengong melihat sikap dan tingkah laku dari gadis yang baru saja mengembalikan dompetnya. "Untuk apa gadis ini mencakar tong sampah?" batin Agri bertanya. Lalu terdengar seruan dari gadis itu. "Aha, akhirnya dapat!" seru Lia girang. Tangannya terulur untuk menggapai barang yang di dapatkannya itu dari tong sampah. Agri jadi penasaran, ia bahkan mengintip-ngintip di balik belakang Lia. Lia mengambil sisa makanan yang berupa roti yang memang sudah dibuang. Ia mengeluarkan roti sisa itu dan duduk di pinggir tong sampah lalu langsung memakan roti sisa itu. "Sisa roti? Astaga!" jerit Agri dalam hati. Dengan cepat ia menghentakan roti sisa yang telah dimakan Lia. "Apa yang kau lakukan!" Agri berteriak. .............................. "Makanlah!" pinta Agri datar. Mereka sekarang ada di restoran mahal. Setelah insiden tadi, Agri menyeret Lia pergi ke sebuah restoran mahal yang sekarang di singgahi oleh mereka. Agri tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis ini, jika saja itu orang lain, maka ia akan meminta banyak uang darinya, tapi gadis ini sungguh aneh batinnya. Bahkan gadis ini tak menyebut benda yang biasa dipakai dalam perdangangan dengan sebutan 'uang' tapi malah menyebutnya dengan sebutan 'kertas yang ada orang-orangan'. Dia tak habis pikir dengan itu. Lia tak menyentuh makanan itu. Ia hanya memandanginya saja tanpa minat. Agri mendengus. "Rupanya selain i***t, aneh dia juga tuli," batin Agri mendengus. "Untuk apa kau makan makanan sampah? Nanti kau bisa sakit perut, makan ini saja!" pinta Agri. Lia tak merespon. Agri dibuat naik pintam oleh sikap Lia. "Terserah kau saja, aku akan makan," ucap Agri tak peduli. Agri mulai memakan makanan yang telah di sajikan. Seorang pelayan melewati mereka. "Permisi nona pelayan, dimanakah letak tempat sampah disini?" tanya Lia "Uhuk uhuk!" Agri tersedak. Ia sedang makan, tapi ketika mendengar ucapan gadis didepannya ini, ia jadi mengeluarkan makanannya. Sungguh sial batinnya. "Sial!" umpat Agri dalam hati. "Ada di belakang restoran ini, nona." Jawab sang pelayan. "Terima kasih nona pelayan," ucap Lia. Sang pelayan hanya menganguk, ia terheran-heran, pasalnya gadis yang baru saja bertanya padanya ini memakai pakaian yang compang-camping dan badannya agak bau busuk, seperti bau sampah. "Bisakah anda makan hati-hati wahai tuan sang pemilik dompet?" tanya Lia ke arah Agri. Agri tak punya selera makan lagi. "Untuk apa kau menanyakan letak tempat sampah?" tanya Agri datar. Hari ini dia sudah menunjukan berbagai macam ekspresi. "Ini semua karena gadis aneh ini," batin Agri. "Aku ingin makan siang, ini kan sudah jam makan siang," jawab Lia teduh. Sebenarnya di dalam restoran mahal itu termasuk salah satu restoran milik kakaknya, tidak ada yang mengenalnya kecuali sang pemilik, manejer dan koki saja. Ada juga beberapa bodyguard yang sedang menyamar menjadi pelanggan. "Ini makananmu, makan ini!" pinta Agri datar. "Makanan ini terlalu enak," balas Lia teduh. "Justru enak harus dimakan," balas Agri lagi. "Nanti aku sakit perut," ucap Lia teduh. "Tidak akan sakit perut kau akan kenyang," balas Agri lagi. Sekarang ia mulai dongkol. "Nanti aku muntah-muntah," ucap Lia. "Cukup! Gadis ini benar-benar membuatku pusing," batin Agri kesal. "Aku bilang makan ini!" pinta Agri dengan nada tinggi. Lia sempat terjinggat namun kembali lagi seperti ekspresinya semula. "Dia memang benar-benar aneh," batin Agri. Semua mata pelanggan tertuju pada mereka berdua. Lia cemberut, wajahnya layu. Karena tak ingin menarik perhatian akhirnya dengan perlahan tangan kanan Lia terulur menggapai makanan itu. Para bodyguard yang menyamar, hati mereka dilanda ketakutan, mereka tahu sifat dan kelemahan nona mereka ini. Bahkan salah satu bodyguard ingin berdiri dan menghampiri nona mereka, tapi di tahan bodyguard yang lain. "Jika kau berdiri identitas nona akan terbongkar, bisa bahaya," ucap rekannya mengingatkan. Dengan berat hati bodyguard itu duduk kembali di kursinya. ....................... "Huek...huek!" suara muntahan seseorang. Agri lagi-lagi dibuat pusing dengan tingkah Lia. Orang yang sedang muntah itu adalah Lia. Lia tidak bisa memakan jenis makanan tertentu, ada hal-hal yang memang tidak bisa ia sentuh atau makan. Makanan yang ia sentuh tadi adalah jenis makanan laut, udang dan kepiting adalah makanan yang pantang baginya. Wajahnya pucat lalu keringat dingin mulai menghiasi dahinya. "Huek....huek!" Lia memuntahkan makanannya lagi. Tak tahan dengan apa yang dilihatnya, Agri memutuskan untuk membawa Lia ke rumah sakit. "Waktuku akan termakan banyak jika berurusan dengan gadis aneh ini," batin Agri. ......................... "Gadis yang kau bawa mengalami alregi makanan laut," ucap seorang dokter. Advaya Nayaka adalah dokter yang berusia 30 tahun, ia juga merupakan anak pemilik rumah sakit yang sekarang menjadi tempat kerjanya. Selain itu ia juga adalah teman dekat Agri dari SMA. Agri hanya mengangguk. "Sangat dingin," batin Advaya. "Kau kenal dia?" tanya Advaya, lelaki yang berusia 30 tahun itu. Agri menggeleng. Advaya mengerutkan keningnya. "Lalu kenapa kau bawa kemari?" tanya Advaya. "Dia gadis aneh yang membawa kembali dompetku yang hilang," jawab Agri seadanya. Advaya hanya manggut-manggut. "Aku pergi." Ucap Agri sambil berdiri dari kursi. "Hei! bagaimana dengan gadis yang kau bawa itu?" tanya Advaya. "Aku tak peduli, terserah padamu, aku ada meeting lagi," ucap Agri lalu berjalan keluar. "Ck! Dingin sekali dia," decak Advaya. Beberapa saat kemudian seorang suster mengetuk ruang kerja Advaya. Tok tok tok Bunyi ketukan pintu ruang kerjanya. "Masuk!" sahut Advaya. "Permisi dokter, gadis yang tadi di rawat sudah bangun," ucap sang suster memberitahu. "Nanti akan saya lihat," ucap Advaya. Sang suster mengangguk. "Kalau begitu permisi dokter," pamit sang suster. Advaya mengangguk. "Ok. Sepertinya aku harus melihat gadis yang dibawa Agri itu." Ucap Advaya. ....................... Lia membuka matanya, tadi setelah pemeriksaan ia langsung tertidur, setiap makan makanan itu pasti energi dan tenaganya hilang, jadi ia harus membutuhkan tidur dan istirahat. "Ini dimana?" tanya Lia bingung. Kepalanya menoleh ke kiri dan kenakan. Ada kain pembatas yang memisahkan ruang. Ia sedang berada di UGD. "Bau obat, ah! aku ingat ini apotik," ucap Lia. "Apotik ini besar sekali, ada tempat tidurnya juga." Ucap Lia. Srett Kain pembatas sekatnya diangkat seseorang. "Ah, kau sudah bangun?" tanya lelaki yang memakai jas putih. Advaya adalah lelaki itu. Lia menoleh ke arah Advaya. Dilihatnya lelaki yang sedang berdiri di depannya ini, memakai jas putih lalu di lehernya terlingkar steteskop. Lia mengerutkan keningnya bingung. "Maafkan aku, tapi wahai lelaki yang sedang berdiri di depanku ini, siapakah engkau?" tanya Lia ke arah Advaya. "Hah!?" cengo Advaya. Lia masih memandanginya dengan tatapan teduh. "Ada yang salah dengan gadis ini," batin Advaya. "Oh saya dokter Advaya yang memeriksa kamu," jawab Advaya. Lia manggut-manggut. "Ah, jadi di apotik ini ada dokter yang memakai earphone juga ternyata," ucap Lia. "Hah?! Aarphone? Apotik?" beo Advaya. Lia hanya memandanginya teduh. "Ini di rumah sakit dan ini steteskop bukan earphone," ucap Advaya menjelaskan. Lia hanya mengangguk. "Oh, jadi ternyata aku sudah mati," ucap Lia sambil manggut-manggut. "Hah?!" beo Advaya lagi. "Nona kau belum mati, kau masih hidup," ucap Advaya menyadarkan Lia. Lia menatap Advaya bingung. "Benarkah? Tadi kau bilang aku di rumah sakit, rumah sakit kan tempat orang yang sudah mati, biasanya orang yang masuk kesini akan ditaruh disebuah ruangan yang banyak orang mati, jadi orang mati itu adalah teman orang mati," ucap Lia. Plok Advaya menepuk dahinya. "Sudah kubilang ada yang salah dengan gadis ini," batin Advaya menyimpulkan. Kryukk Kryukk Suara bunyi perut seseorang. Lia memandangi perutnya yang minta di isi, tadi ia sudah memuntahkan semua makanan yang ia makan, lalu sekarang perutnya kosong dan itu minta diisi lagi. Advaya memandangi gadis di depannya ini. "Kau lapar?" tanya Advaya. Lia mengangguk. "Baiklah tunggu disini sebentar!" pinta Advaya lalu ia berjalan keluar dari ruang UGD. Sedari tadi ada yang mengawasi mereka, siapa lagi kalau bukan orang suruhan ayahnya. "Nona ada di UGD dan sudah sadar, nona alergi makanan laut, lelaki tadi yang memaksa nona," ucap sang bodyguard pelan di depan sambungan eraphone. Kryukk Kryukk Bunyi suara perut Lia lagi. Tak tahan akhirnya Lia turun dari bed dan berjalan mencari keberadaan tempat sampah. "Dimana tempat sampahnya?" gumam Lia. "Ah, itu dia tempat sampahnya," ucap Lia girang. Berjalan mendekat ke arah tempat sampah itu dan mencakar serta mengobrak-abrik tempat sampah. Dilihatnya ada sisa roti. Tangangannya terulur menggapai roti sisa itu dan mulai memasukannya ke dalam mulutnya. "Roti ini enak kenapa mereka membuangnya?" tanya Lia sendiri. Advaya berjalan menenteng sebuah bungkusan kecil, ia tadi ke ruang UGD berniat untuk memberikan makanan pada Lia, tapi gadis itu tak ada di sana, suster bilang gadis itu sempat menanyakan letak tempat sampah dan berjalan pergi setelah ia mendapat jawaban. Advaya mencari gadis itu di setiap tong-tong sampah yang ia temui. Lalu pandangannya jatuh pada sebuah tong sampah yang disampingnya ada seorang gadis yang sedang duduk sembil memakan sesuatu. Matanya melotot hampir keluar, dengan cepat ia berlari dan menghampiri gadis itu. "Hei, apa yang kau lakukan? Itu sampah, jangan dimakan!" seru Advaya heboh. Lia menoleh ke arah Advaya. Advaya sampai di depan Lia, lalu tangannya terulur hendak mengambil roti yang dimakan gadis itu, tapi terlambat gigitan terakhir sudah ditelan Lia. "Apa yang kau lakukan? Jangan makan ini nanti perutmu sakit lagi." Ucap Advaya khawatir. "Tak apa-apa," sahut Lia teduh. Advaya melotot lagi. "Apa maksudmu tidak apa-apa?" tanya Advaya. "Aku sudah biasa," jawab Lia. Lagi-lagi Advaya melotot. Advaya memijit pangkal hidungnya. "Kalau lapar bilang saja padaku, aku akan membelikanmu makanan," ucap Advaya Lia memandangi lelaki yang sedang berbicara dengannya ini. "Orang baik," batin Lia menilai. Lia tersenyum lebar. "Wahai tuan yang baik hati, terima kasih atas makanan yang engkau berikan ini," ucap Lia. Advaya mengangguk. Lia sudah makan makanan yang ia belikan. "Siapa namamu?" tanya Advaya. Lia tersenyum manis, sesaat Advaya terpesona. "Aku tidak sadar rupanya ia punya lesung pipi," batin Advaya terpesona. "Wahai tuan yang baik hati, namaku Lia, senang bisa berkenalan denganmu." Jawab Lia sambil menyodorkan tangannya. Advaya memandangi tangan yang terulur didepannya itu. Ia menimang-nimang apakah ia harus menjabat tanganya ataukah tidak. Setelah dipikir-pikir akhirnya ia memutuskan untuk menerima jabatan tangan itu. "Senang berkenalan denganmu juga, namaku Advaya Nayaka." Ucap Advaya balas tersenyum. Lama mereka berjabat tangan. Entah mengapa Advaya seperti tak ingin melepas jabatan tangan Lia. "Tuan yang baik hati, tanganku kau genggam terus." Ucap Lia. Buru-buru Advaya melepaskan jabatan tangannya. "Baiklah kalau begitu tuan yang baik hati, saya harus pergi lagi, permisi." Pamit Lia. "Kemana kau akan pergi?" tanya Advaya. "Karena kau sudah baik padaku maka aku akan memberitahumu, aku akan pergi menjarah dan singgah di tempat sampah yang kulalui," jawab Lia. Advaya melotot lagi. "Untuk apa kesana? Jangan cari makanan disana lagi, nanti kau bisa sakit," ucap Advaya. Lia tersenyum. "Hanya singgah, aku juga harus tidur siang, permisi." Jawab dan pamit Lia. Advaya menghirup napas lega, ia kira Lia akan mencari makanan lagi di tempat sampah. Lia berjalan menjauh dari rumah sakit dan singgah di sebuah tempat sampah yang ada pohonnya. Duduk lalu ia bersandar di tempat sampah itu, perlahan kantuk menyerangnya. ....................... Ini sudah malam, jarum jam menunjukan pukul 7. Seorang pria mengendarai mobil mahalnya membelah jalan raya. Pandangannya tak sengaja jatuh pada tempat sampah, sebenarnya bukan tempat sampah, tapi kepada seorang gadis yang tadi siang sempat membuat ia mengeluarkan banyak ekspresi. "Gadis itu? Gadis aneh, kenapa ia di tempat sampah?" tanya Agri sendiri. Agri menaikkan bahunya tanda tak peduli, ia melajukan kembali mobilnya. Lia sedang mencakar dan mengobrak-abrik tempat sampah, ia hendak mencari makan malamnya, tempat sampah ini adalah tempat sampah yang tadi malam di singgahinya dan akan menjadi wilayah tetap jerahannya. "Ah, akhirnya dapat!" seru Lia girang. Tangannya menggapai sisa makanan yang memang masih layak untuk dimakan itu. Hendak menyuapi makanan itu ke dalam mulutnya. Plak "Apa yang kau lakukan!?" .............................
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD