Part 4

1792 Words
"Mas...." Ucap Vania. Attala menoleh ke arah istrinya, lalu cepat-cepat ia menghapus air matanya. "Mari dikamar saja, Lia sudah tidur hari ini pasti dia lelah," sahut Attala. Vania mengangguk, ia berjalan mengikuti arah suaminya. "Mas baik-baik saja?" tanya Vania. Attala hanya mengangguk. Vania tahu meskipun suaminya ini mengangguk tapi didalam hatinya pasti sangat khawatir. Dirangkulnya Attala. "Ada aku yang akan selalu menjaga dia mas, aku juga sering mengikutinya kemana ia pergi," ucap Vania. Ucapan Vania memang tidak bohong, bukan cuma para bodyguard saja yang mengikuti dan mengawasi Lia, tapi ia juga, meskipun hanya dari dalam mobil, tapi dia selalu menepati janjinya pada mendiang ibu Lia bahwa ia akan menjaga dan merawat Lia. Attala mengangguk lalu merangkul balik istrinya. "Terima kasih karena kau sudah mau menjadi ibu dari anak-anakku terutama Lia," ucap Attala. "Seharusnya aku yang berterima kasih karena mas telah menjadikanku ibu bagi mereka, aku diberikan kesempatan ini, aku berjanji pada kakak Santia agar menjaga dan merawat anak-anak kalian," balas Vania. Vania pernah keguguran beberapa kali, mungkin ia berpikir bahwa Tuhan ingin dia merawat dan menjaga anak-anak Attala dan Santia saja. ........................... Pasha masuk ke kamar adik bungsunya. Berjalan ke arah dimana adiknya tidur pulas. Duduk di tepi ranjang lalu ia mengusap-ngusap pelan ubun-ubun adiknya. "Selamat tidur adikku." Ucap Pasha lalu ia mengecup kening adikknya. ........................... Entah kenapa Agri tak bisa tidur, sudah berkali-kali ia membalikan badannya dan sudah berbagai macam posisi yang ia lakukan, tapi tetap saja matanya tak mau terpejam. Sekali terpejam pasti beberapa menit terbuka lagi. "Kenapa tak bisa tidur?" frustasi Agri. Jarum jam menunjukan pukul 12 malam tapi ia juga tak tidur-tidur. Akhirnya Agri memutuskan untuk berjalan-jalan saja. Beberapa saat kemudian ia sudah duduk manis di dalam jok kemudinya. Hendak menarik rem tangan tapi teralihkan oleh jok penumpang disampingnya. "Gadis aneh," gumam Agri. Mobil yang dipakainya ini merupakan mobil lain, karena mobil yang ia pakai tadi siang sudah dibawa di cucian mobil. Lama ia termenung lalu akhirnya ia melajukan mobilnya. Entah kenapa ia mengemudi mobilnya ke jalan yang dilaluinya sekarang. Dilihatnya disekitar jalan itu. "Sepi," gumamnya. Jalan ini adalah jalan yang tadi dilaluinya dengan Lia. Disini juga Lia turun dan pergi menghilang. "Kemana dia pergi?" gumam Agri. "Dimana rumahnya?" guman Agri lagi. "Lalu ia akan tidur dimana?" lagi-lagi Agri bergumam. "Sial!" umpatnya. Pikirnya mungkin pikirannya sedang kacau. Lalu ia kembali melajukan mobilnya. ............................ Seperti biasa Lia sedang duduk sambil bertongka dagu di atas meja makan yang mahal itu. Hari ini ia memutuskan untuk tidak keluar rumah, badannya masih sedikit lemas. Attala menangkap ekspresi putrinya itu. "Lia, ada apa?" tanya Attala lembut. Menoleh ke arah ayahnya lalu menggeleng. "Tidak ada apa-apa ayah, Lia hanya sedikit lemas," jawab Lia. Attala berhenti makan, begitupun yang lainnya. "Istirahat saja yah sayang? Wajah kamu juga agak pucat," ucap Vania khawatir. Lia mengangguk. "Ayah, bolehkah Lia meminta sesuatu?" tanya Lia lesu. Attala mengangguk. "Lia ingin makan bubur kacang hijau," ucap Lia. "Nanti ibu akan masakan. Mas, aku ke dapur dulu, Lia tidak sentuh buburnya aku takut ia tak akan makan ini." Ucap Vania. Attala mengangguk. Pasha memperhatikan wajah adiknya. "Ini pasti karena lelaki itu," batin Pasha kesal. Lelaki yang dimaksud tentu saja Agri, kalau saja Agri tak memaksa Lia makan makanan laut itu, mungkin adiknya ini tak seperti ini, batinnya kesal. Istrinya, Ninik Arawinda memahami ekspresi suaminya ini, tangannya terulur dan mengusap-ngusap lengan suaminya. "Lia mau makan apa lagi?" tanya Ninik. Lia menoleh ke arah kakak iparnya. "Hanya bubur kacang hijau yang dicampur s**u, kakak ipar." Jawab Lia teduh. "Baiklah kakak akan mengambil s**u untukmu." Ucap Ninik. Lia mengangguk. "Ayah, kemarin Lia bertemu dengan seseorang, ayah." Ucap Lia ke arah ayahnya. Attala memperhatikan wajah anaknya yang sedang berbicara. Vania dan Ninik datang dari arah dapur lalu mereka duduk di kursi masing-masing. "Siapa yang Lia temui?" tanya Attala. "Seorang paman, ia sangat baik ayah, ia juga memberikanku karton pengalas tidurnya untuk kupakai menutup kepalaku, aku berjanji akan membalas kebaikannya suatu hari nanti," jawab Lia. Attala dan yang lainnya manggut-manggut. Attala sudah tahu siapa paman yang dimaksud oleh Lia. "Oh, ada juga seseorang lagi ayah yang Lia bertemu dengannya," ucap Lia. "Siapa itu lia?" kini giliran Arsyad yang bersuara. "Namanya Advaya Nayaka, ia orang baik abang, ia memeriksa dan memberiku makanan. Ah, tapi aku lupa bilang padanya bahwa suatu hari nanti aku akan membalas kebaikannya." Jawab Lia. Arsyad hanya tersenyum. "Memeriksamu? Tunggu dulu Lia, apa ia menyuruhmu untuk membuka bajumu?" kini giliran Arya yang bertanya. Lia mengangguk. "Uhuk uhuk!" Pasha, Meisia, Vania dan yang lainnya tersedak makanan mereka. "Berani sekali ia menyuruh adikku untuk membuka bajunya, dan kau buka bajumu?" tanya Arya dengan emosi tertahan. "Hanya mengangkat saja sampai batas d**a, abang. Ia hanya memegang sebentar perutku yang sakit lalu menyuruhku untuk menurunkan bajuku lagi, lalu setelah itu ia menyuntikan sesuatu kepadaku dan aku tertidur." Jawab Lia. Attala sekarang tahu siapa yang dimaksud oleh putrinya. Orang itu adalah dokter yang memeriksa putrinya. "Ia dokter yang memeriksa Lia, kemarin Lia masuk UGD--" bisikan Pasha terputus. "Jelaskan padaku!" pinta Arya sambil melotot ke arah kakaknya. ............................ "Apa? Si manusia kejam itu bertemu dengan adikku dan memaksanya memakan udang?" tanya Arya tak percaya. Pasha mengangguk. "Benar-benar manusia tanpa hati," rutuk Arya. Sekarang mereka sedang berada di ruang keluarga, Lia sedang makan bubur kacang hijau di temani oleh Ninik dan Vania di ruang makan. Arya, Arsyad, Meisa dan Pasha duduk di ruang keluarga untuk menjelaskan tuntutan Arya. "Agri Arelian Nabhan, ia merupakan saingan bisnis kita, ia juga memiliki kepribadian yang dingin," ucap Arsyad. "Jangan lupakan liciknya," sambung Pasha. Meisa tahu siapa Agri itu, Agri juga merupakan mantan pacar dari saingannya di dunia permodelan. "Jangan berurusan dengannya kak, jauhi Lia darinya, laki-laki itu berbahaya." Ucap Meisa mengingatkan. "Kau pikir aku tidak tahu? Salah satu gedung pemotretan yang terbakar waktu itu kau gunakan siapa kalau bukan karena dia? Manusia licik itu benar-benar kejam," ucap Pasha. "Manusia licik sudah pasti kejam, kak." Timpal Arsyad. Semua manggut-manggut. "Wahai kakak dan abang-abangku tidakah kalian pergi bekerja?" tanya Lia tiba-tiba. "Ah...!" Meisa berjinggat kaget. Lalu ia mengusap-ngusap dadanya. Mereka semua kelagapan. "Ini kita mau pergi kerja," sahut Arsyad mencari alasan. Lia hanya manggut-manggut. "Baiklah kalau begitu wahai kakak dan abang-abangku, aku akan ke kamar untuk beristirahat, sampai jumpa," ucap Lia. Arya dan yang lainnya mengerutkan kening mereka. "Kau tidak pergi hari ini?" tanya Arya hati-hati. Lalu mengangguk. "Aku akan beristirahat hari ini, mungkin tubuhku butuh istirahat, besok aku akan pergi lagi," jawab Lia teduh. Lalu Arya dan yang lainnya saling memandang. "Kalau begitu aku tidak akan pergi kerja hari ini." Putus Arya. Lia mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa begitu?" tanya Lia. "Ah, tiba-tiba kaki dan tanganku pegal-pegal, jadi aku istirahat saja," jawab Arya mencari alasan. Lia hanya manggut-manggut. "Bolehkah hari ini kita berdua beristirahat bersama? Maksudku ehm di kamarmu, kupikir kasurmu lebih empuk dari kasurku," ucap Arya hati-hati. Tanpa pikir panjang Lia mengangguk. "Kenapa tidak? Ayo kemari kita istirahat bersama!" jawab Lia sambil tersenyum. Arya tersenyum lebar. Hari ini dia akan mengabaikan pekerjaannya dan akan menghabiskan satu hari penuh dengan adiknya. Pasha dan yang lainnya menaikkan alis mereka. "Enak saja di mau menguasai Lia sendiri," batin Mesia. "Tak akan kubiarkan!" seru Arsyad dalam hati. "Ehm sepertinya tubuh dan badanku sakit-sakit semua mungkin aku juga butuh istirahat. Ah, jadi bolehkah aku ikut beristirahat juga denganmu, Lia?" ucap Arsyad beralasan. "Ehm...sepertinya kaki, tangan, kepala dan mataku juga pegal-pegal, aku akan istirahat, jadi aku akan ikut istirahat bersamamu, Lia." Ucap Meisa. Pasha memijit pangkal hidungnya, ia tahu adik-adiknya ini hanya beralasan sakit dan ingin menghabiskan waktu mereka bersama Lia. "Ah, jadi kak tolong ijinkan aku yah!?" bukan permintaan tapi suruhan dari Arya. "Aku juga!" timpal Arsyad. Lia hanya mengerjab-ngerjabkan matanya lalu memadangi ketiga kakaknya. "Ah, baiklah." Sahut Lia. Meisa dan kedua adiknya tersenyum girang. "Kakak, ayo cepatlah pergi bekerja, akhir-akhir ini banyak sekali laporan yang harus di urus." Ucap Arya. Arya sebenarnya bermaksud untuk membebankan pekerjaannya pada sang kakak. Pasha hanya tersenyum masam. "Bilang saja ingin bolos," gerutu Pasha dalam hati. "Baiklah aku pergi." Sahut Pasha. ............................... Agri sedang sibuk menandatangani berkas-berkas yang akan menjadi dokumen-dokumen kerja samanya bersama beberapa perusahan yang baru saja mengajukan proposal. Hari ini pekerjaannya sangat banyak jadwalnya pun padat. "Terlalu banyak laporan." Sahut Agri pelan. Dilihatnya jam tangan mahal yang bertengger manis dipergelangannya. "Dua belas lewat empat puluh menit," gumamnya pelan. "Sepertinya aku harus berhenti dengan ini untuk sementara, dan makan siang." Ucapnya pelan. Agri keluar dari ruangannya, di luar ruangannya ada sekretarisnya yang sudah menunggu. "Selamat siang tuan," sapa Lita, sekretaris Agri. Agri hanya mengangguk tanpa menyahut. Lalu ia melewati Lita begitu saja tanpa melirik. "Ish, cuek sekali." Cibir Lita pelan setelah bosnya masuk ke dalam lift. Beberapa saat kemudian Agri memasuki mobil mewahnya yang lain. Agri menjalankan mobilnya ke arah restoran terdekat. Setiap ia melihat tempat sampah entah mengapa pandangannya tak pernah absen dari orang-orang jalanan yang sedang mencakar dan mengobrak-abrikan tempat sampah. Sampai di tempat tujuan, ia turun dari mobil mewahnya dan memasuki sebuah restoran mahal. Berjalan masuk dan duduk di kursi yang sudah disediakan mengabaikan salam dari pelayan. "Selamat siang tuan, apa yang ingin anda pesan?" tanya sang pelayan sopan lalu mencuri-curi pandang ke arah wajah tampan Agri. Agri hanya menunjuk makanan yang akan di pesan tanpa bicara. Sang pelayan hanya mampu menelan ludah bak pil pahit. "Lalu minumnya anda mau apa?" tanya sang pelayan itu lagi. Agri menoleh ke arah pelayan itu dan menaikan sebelah alisnya. "Air mineral," sahut Agri singkat, padat dan jelas. Sang pelayan sempat tertegun mendengar suara yang dikeluarkan oleh pelanggan tampannya ini. Seakan tersadar ia cepat-cepat menyahut permintaan pelanggannya itu "Baik tuan, akan segera siap." Sahut sang pelayan lalu cepat-cepat pergi. Beberapa saat kemudian pelayan lain datang membawa makanan dan minuman yang diminta, sama seperti pelayan yang satunya lagi, ia mencuri-curi pandang ke arah pelanggang tampannya ini. Agri hanya memandangi pelayan yang didepannya ini dengan tatapan datar dan menusuk. Seakan tersadar bahwa ia baru saja mendapat teguran tak langsung, sang pelayan menunduk dan pergi. Hari ini entah mengapa Agri tak berselera makan. Makanan yang ia makan tak habis, kehilangan selera makannya, Agri meletakkan beberapa lembaran uang seratus-an di atas meja dan berjalan keluar dari restoran itu. ........................... Meisa ditelepon oleh menejernya tak henti-henti. Lama-lama ia jadi muak akan kelakuan menejernya ini. Ia tadi sudah mengirim pesan pada menejernya bahwa hari ini ia tak masuk karena kurang enak badan. Tapi sang menejernya berkata bahwa hari ini ada pemotretan yang sangat penting, rencananya hasil fotonya itu akan di muat dalam sampul dan cover dari majalah terkenal yang sudah mensponsorinya. "Terserah jika mereka minta ganti rugi aku tidak peduli, membuang waktu bersama adikku lebih menguntungkan dari pada kalian," cibir Meisa kesal. "Hei kak, ada apa?" tanya Arya. "Menejerku ngotot ingin aku ikut pemotretan katanya penting dan aku tak peduli, kubilang saja aku sedang sakit," jawab Meisa sambil mencibir. Arya hanya tersenyum geli. Lalu terdengar seruan dari Arsyad. "Hei kemarilah kak, Lia tersenyum dalam tidurnya!" seru Arsyad heboh. Buru-buru Meisa dan Arya berjalan ke arah Arsyad yang sedang berbaring miring di ranjang Lia sambil menongka dagunya. "Wah, apa mungkin ia sedang bermimpi?" tanya Arya penasaran. "Jujur saja bukankah dia sangat manis?" tanya Arsyad. Meisa dan Arya mengangguk setuju. "Kapan lagi kita bisa melihatnya tidur siang hari di atas kasur begini? Ini sangat menyenangkan, aku ingin terus memeluknya dan heuumm gemes," ucap Arya gemas sambil mengusap-ngusap pipi tembem adiknya. "Sstt jangan keras-keras nanti dia bangun," sahut Meisa. "Kau jangan di situ terus gantian aku yang disitu, kalau kau disitu terus aku kapannya peluk Lia?" tanya Meisa kesal ke arah Arsyad. "Sebentar saja aku masih ingin memeluknya seperti ini, heuuumm dia sangat harum seperti bayi, kak." Sahut Arsyad. "Ck! Minggir tidak?" ancam Meisa. Arsyad tak menyahut dan malam menngecup seluruh permukaan wajah adiknya. Meisa di buat kesal atas tingkah adiknya ini, dengan sadis ia mencubit kuar perut Arsyad. "Aaaa--hmmmpphh!" teriakan kesatikan Arsyad lalu tertahan. "Hak...." Lia membuka matanya. Meisa dan kedua adiknya melotot. "Kakak...." ..........................
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD