LOST IN MACAU.04

1335 Words
LIM.03 ZHU JIANG (PEARL RIVER)         Lee Zhang maju dua langkah ke hadapanku, lalu tersenyum  sambil merangkul bahuku. “Sepertinya aku berhutang padamu karena telah membuatmu sangat sedih malam ini. Bagaimana kalau kita ke Zhu Jiang?”       “Baiklah.” Aku tersenyum pada Lee Zhang.       “Kalau begitu ayo naik ke motor.” Lee Zhang membalas senyumku dan kemudian merangkul pundakku. Ia membawaku ke tempat perkiran motor yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.       Aku dan Lee Zhang menaiki motor menuju Zhu Jiang. Sungai Mutiara atau Zhu Jiang atau secara kurang umum, Sungai  Guangdong atau Sungai Kanton, adalah system sungai ekstensif  di selatan Tiongkok. Nama Sungai Mutiara  boasanya digunakan sebagai istilah yang merujuk kepada daerha aliran sungai Xi Jiang (sungai barat), Bei Jiang (sungai utara), Dong Jiang (sungai timur). Sungai-sungai tersebut semuanya  dianggap sebagai anak sungai Sungai Mutiara karena sungai-sungai tersebut berada di sebuah delta, Delta Sungai Mutiara. Sistem Sungai Mutira adalah sungai terpanjang ketiga di Tiongkok, setelah Sungai Yangtze dan Sungai Kuning, dan kedua terbesar bedasarkan pada volume setelah Yangtze. Serta mulut Sungai Mutiara adalah sebuah teluk besar di tennggara delta tersebut, Zhujiang Kou. Teluk tersebut memisahkan Makau dan Zhuhai dari Hong Kong dan Shenzhen.           Tidak butuh waktu lama dari Dreamy Club menuju Zhu Jiang. Lee Zhang menghentikan motornya tidak jauh dari Haizhu Bridge , yang memisahkan jalan raya dengan tepian Zhu Jiang atau Pearl River.        Aku merasa senang karena saat ini bisa melihat sungai yang terkenal di Guangzhou di malam hari. Terlalu sibuk bekerja tanpa kenal waktu membuatku tidak memiliki waktu untuk berjalan-jalan. Bahkan kesibukan itu membuatku sudah bertahun-tahun tidak pergi ke Zhu Jiang, meski sebenarnya dari kecil aku telah tinggal di kota yang dilalui oleh Zhu Jiang ini. Di tambah lagi malam ini aku datang ke Zhu Jiang dengan pria yang di sukai, membuat perasaan sedihku karena di pecat dari pekerjaan tadi sedikit berkurang.       Aku dan Lee Zhang menyeberangi jalan dan melihat dari dekat sungai, menyusuri tepian sungai yang rapi dan rindang menuju arah Dock kapal wisata yang terparkir di dermaga. Sepanjang jalan ia menggenggam tanganku, membuat hatiku terasa hangat. Ia adalah satu-satunya teman masa kecilku yang hingga saat ini tetap bersikap baik dan mempedulikanku.       “Apa kamu kedinginan, Viera?” Tiba-tiba Lee Zhang bertanya padaku saat kami berjalan bersama.       Aku menggelengkan kepala dan tersenyum memnjawab, “Tidak terlalu dingin.”       Lee Zhang melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Kemudian ia melepaskan bomber jacket yang menempel di tubuhnya dan memasangkannya padaku. “Pakai ini. Udara malam hari ini terasa lebih dingin karena sudah memasuki musim dingin. Kamu bisa masuk angin jika tidak memakai jacket.”       “Terima kasih, Kak. Tapi aku juga membawa jacket di ranselku.”       “Sudah…pakai saja. Kesehatanmu lebih penting.” Lee Zhang berbicara sambil merapikan jacketnya di tubuhku dan kemudian merangkulku.       Aku memiringkan kepala menatap wajah tampan Lee Zhang dari samping. Terlihat wajah tampannya dengan kulit putih merona kini lebih pucat dari biasanya karena dingin. Dengan rasa khawatir aku pun berkata, “Kakak juga kedinginan. Kakak saja yang memakai jacket ini.”       “Tidak apa-apa, kamu saja yang pakai jacket ini. Melihatmu saja sudah cukup membuat hatiku menghangat.”       “Tapi Kakak kedinginan.” Aku melepaskan jacketnya yang ada di tubuhku dan kemudian mengembalikan padanya sembari berkata, “Ini pakai! Aku juga punya jacket sendiri.”       Lee Zhang tersenyum padaku, namun ia menolak jacket yang aku berikan. Ia malah memasangkan kembali jacket itu ke tubuhku sembari berkata, ”Ini jacket akan menjadi milikmu. Anggap saja kenang-kenangan dariku.”       Aku menghentikan langkahku dan berdiri menghadap Lee Zhang, “Kenang-kenangan? Apa kakak akan pergi?”       “Ya, minggu depan aku akan berangkat ke Macau. Aku baru saja mendapat pekerjaan sebagai manager di Macau.”       Spontan aku memeluk Lee Zhang dengan rasa bahagia, “Aku ikut senang mendengarnya. Aku senang Kakak mendapat pekerjaan dengan cepat.”       Ia membalas pelukanku dengan memeluk tubuhku dengan erat. Ia membelai rambutku dengan lembut dan berkata, “Saat aku telah mampu nanti, aku akan datang menjemputmu.”       “Menjemputku? Aku masih tetap disini, tidak akan kemana-mana.”       Lee Zhang melepaskan pelukannya di tubuhku dan kembali merangkul bahuku sambil berjalan. Ia terus merangkulku hingga akhirnya kami berhenti di dermaga kapal. Dan kemudian ia menunjuk pada sebuah bangku yang tidak jauh dari dermaga, “Kita duduk di sana saja.”       “Sayangnya hari sudah larut malam. Kalau tidak, kita akan naik kapal pesiar ini. Aku ingin mengajakmu berjalan-jalan sebelum aku pergi.” Lee Zhang berbicara sambil duduk di bangku yang ia tunjuk tadi.       “Jangan bilang begitu… Aku yakin kakak akan pulang.”       “Tentu saja aku akan pulang. Aku akan datang menjemputmu saat waktunya telah tiba.”       Aku duduk di bangku di samping Lee Zhang, menyandarkan tubuh dan menatap kedepan melihat riak air sungai yang berwarna kecoklatan. Meski air sungai berwarna coklat, tapi sungai yang ada di Guangzhou ini sangat terawat. Karena setiap harinya kita bisa melihat beberapa kapal memungut sampah yang ada dipermukaan air berlalu lalang di sepanjang sungai.       Aku menoleh ke sekitar Zhu Jiang dari sisi kiri dan kanannya. Kilauan lampu di sepanjang  sungai, mempercantik ibu kota Provinsi Guangdong. Panorama di Zhu Jiang semakin indah dengan banyaknya gedung pencakar langit di sepanjang sungai. Ditambah lagi dengan beberapa jembatan yang membentang di atas sungai dengan lampu-lampu yang indah.       Di bawah jembatan, kapal-kapal yang sudah di hias berlalu lalang menyusuri sungai. Karena saat ini sudah larut malam, aku tidak lagi melihat kapal pesiar yang membawa wisatawan berlalu lalang. Saat ini aku hanya melihat kapal selain kapal pesiar  yang dipenuhi lampu-lampu melintas di atas sungai Zhu Jiang. Dan dari posisi kami duduk saat ini, kami bisa melihat Canton Tower yaitu gedung pencakar langit yang bermandikan cahaya lampu pelangi yang begitu megah.       Aku dan Lee Zhang yang duduk di bangku terdiam cukup lama. Hembusan angin malam yang terasa lembut menerpa tubuhku membuatku terasa dingin. Saat aku larut dalam pikiranku sendiri, tiba-tiba Lee Zhang menggenggam tanganku dan merangkul pundakku. Dengan suara rendahnya, ia memanggil namaku, “Viera…”       “Ya, Kak…”       “Apa kamu mau menungguku?”       “Aku adalah adikmu, tentu saja aku akan menunggumu. Karena kamulah satu-satunya kakakku. Meski kita tidak memiliki ikatan darah, tapi aku sudah menganggapmu seperti kakakku sendiri. Hanya kamu dan Bibi Fang Er yang selalu menyayangiku dan memeprhatikanku sejak ibu ku pergi.”       “Kamu jangan bersedih. Masih ada aku yang akan selalu menjagamu. Aku juga akan membantumu untuk mencari ibumu.” Lee Zhang berbicara sambil membelai rambutku.       Setelah Lee Zhang mengatakan hal itu, ia kembali terdiam cukup lama. Aku tidak tahu apa yang sedang ada di dalam pikirannya. Ia menatap wajahku dari samping membuatku sedikit gugup. Dengan suara bergetar aku pun bicara, “Kakak…jangan melihatku seperti itu.”       “Kenapa aku tidak boleh melihat adikku?”       “Karena tatapanmu membuatku sangat gugup.”       “Kenapa kamu gugup?”       “Aku….”       “Apa kamu memiliki perasaan terhadapku?”       Aku kembali tergugup menjawab pertanyaan Lee Zhang yang sangat pribadi itu. “Aku…. Aku…. Siapa bilang aku memiliki perasan terhadapmu?”       “Matamu…” Lee Zhang tertawa kecil mendengar pertanyaanku.       Ia menghela nafas panjang sambil memutar tubuhnya menghadapku. Kemudian ia menarik kedua tanganku agar aku ikut memutar tubuh menghadapnya. Saat kami telah saling berhadapan dan mata kami saling bertemu, Lee Zhang berbicara dengan lembut, “Viera… Sepertinya aku tidak bisa menahan perasanku lebih lama lagi. Sepertinya aku harus mengungkapkan perasaanku terhadapmu sebelum aku pergi.”       “Apa maksud Kakak?” Aku bertanya pada Lee Zhang dengan wajah penasaran.       Lee Zhang kembali menarik nafas panjang seolah sedang mengumpulkan keberanian yang ada di dalam dirinya. Dengan suara yang terbata-bata ia kembali bicara, “Viera…. A-aku… Aku mencintaimu. Apakah kamu ingin menjadi kekasihku?”       Seketika aku tertegun mendengar ucapan yang keluar dari bibir Lee Zhang. Aku tidak menyangka ia akan menyatakan perasaannya terhadapku. Aku sangat menyukainya, bahkan aku menyukainya semenjak kami masih remaja. Namun entah kenapa saat ini perasaanku menjadi tak karuan setelah ia menyatakan perasaanya terhadapku. Bukannya merasa bahagia, kini hatiku tiba-tiba merasa sedih. Karena jika aku mengingat cinta, aku akan selalu teringat masa laluku yang buruk. Aku teringat ayah dan ibuku setiap hari bertengkar meski mereka menikah karena cinta. Dan hal itu membuatku takut untuk merasakan cinta.       “Viera…apa kamu baik-baik saja?” Tiba-tiba Lee Zhang menguatkan genggamanya di tanganku. Ia menyentuh wajahku dengan tangannya sembari berkata, “Apa kamu merasa kurang enak badan?”       Dengan segera aku menggelengkan kepala dan berkata, “Tidak, Kak. Aku baik-baik saja.”       “Viera, apa kamu menugguku kembali? Mau menerima cintaku?”       “Aku akan menunggu kakak kembali. Tapi aku belum siap dengan kata cinta. Beri aku waktu agar aku bisa percaya dengan cinta. Karena aku masih teringat masa kecilku tentang ayah dan ibuku.”       Lee Zang melepaskan genggamannya dan memeluk tubuhku dengan erat sembari berkata, “Tidak apa-apa. Aku akan menunggu hingga kamu siap untuk menerima cintaku. Yang terpenting bagiku sekarang ini, kamu menungguku hingga aku kembali. Aku akan menjemputmu dan membuat hidupmu bahagia.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD