Bab 2 – Secercah Harapan

1088 Words
Kedua orang tua Faiz terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya tersebut. Pasalnya mereka sangatlah mengerti tabiat anaknya. Dan seorang Ayah tentu tidak bisa mengingkari janjinya.   "Kamu jangan bercanda." kata Surya memarahi anaknya.   "Faiz serius Papa. Faiz janji kalau papa dan mama setuju Faiz akan jadi anak baik dan lulus dari pesantren tanpa mempermalukan kalian.” Kata Faiz bersungguh-sungguh.   "Mintalah hal yang lain, Nak." kata Intan. Dia mencoba meluluhkan anaknya.   "Faiz hanya mau itu, Ma. Tidak mau yang lain." kata Faiz.   Surya memandangi anaknya dangan serius, dia mencoba mencari kebenaran dari mata anaknya yang sayangnya dia bisa mengetahui kalau anaknya bersungguh-sungguh.   Namun, seketika Surya tersenyum licik karena dia juga mengerti tabiat Faiz yang pada dasarnya tidak bisa diatur dan anak nakal seperti biasanya.   "Ikut denganku, Intan!" ajak Surya kepada mantan istrinya.   Setelah mendengar ajakan tersebut, Intanpun berjalan mengekori mantan suami. Intan tahu kalau mantan suaminya tersebut sedang ingin mengatakan sesaatu yang serius. Ia pun sama, bagaimana pun permintaan dari anaknya memang sesuatu yang terlalu sulit untuk dikabulkan.   Faiz menunggu orang tuanya dengan santai, senyumannya tersungging begitu saja, diam-diam dia sangat berharap kalau kedua orang tuanya akan menyetujuinya karena dengan begitu dia bisa memiliki keluarga yang utuh kembali.   “Paman!” panggil Faiz kepada Zakaria.   “Iya, Tuan Muda?” tanya Zakaria.   Sebetulnya, dalam hati, Zakaria merasa sedikit takut kepada anak bosnya tersebut karena beberapa kali dirinya menjadi bahan jailan Faiz. Namun, apapun yang dilakukan oleh Fatiz, Zakaria tidak bisa membalasnya sebab bagimanapun Faiz adalah Tuan Muda yang harus dia layani juga seperti Tuan Besar (Surya/Ayah Faiz).   “Ayo, kita taruhan, Paman. Menurut Paman kedua orang tuaku menyetujui permintaanku atau tidak?” kata Faiz.   Zakaria mengaduh dalam hati, di dompetnya hanya ada uang satu juta rupiah yang sangat berharga baginya, namun dia lagi-lagi tidak tahu cara menoleh permintaan anak tuannya tersebut.   “Maaf, Tuan, bukankah taruhan itu adalah sesuatu yang tidak baik.” Kata Zakaria mencoba melindungi satu juta rupiahnya.   “Begini saja, Paman. Kalau orang tuaku menyetujui permintaanku, kau harus memberikan smeua uang yang adi dalam dompetmu? Deal ya!” seru Faiz dengan tampang licik.   Zakaria menelan ludah. Faiz tertawa dalam hati. Dia tidak sampai memikirkan anak istri dari bawahan ayahnya tersebut sebab dia percaya gaji yang diberikan oleh ayahnya cukup besar untuk semua kayawannya dan Faiz hanya ingin main-main sedikit.   “Ayo, ulurkan tangan paman!” seru Faiz sambil menyodorkan tangannya dengan sangat santai.   Mau tak mau Zakaria pun langsung menyetujuinya dan langsung menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan Tuan Mudanya.   “Nah, bagus.” Kata Faiz sambil menepuk-nepuk pundak Zakaria.   Setiap tepukan itu benar-benar badan anak buah Surya tersebut meremang.   Tak lama kemudian, Surya dan Intan kembali menemui anaknya. Faiz sudah siap dengan jawaban kedua orang tuanya yang dia yakini pasti menyetujui permintaannya. Bagaimanapun kedua orang tuanya adalah seorang pebisnis yang tengah naik daun, Faiz tentu tahu kalau bisnis menjadi sesuatu yang sangat penting bagi keduanya, dan seorang pebisnis tentu tidak boleh memiliki anak nakal seperti dirinya bukan?   “Baiklah.” Kata Surya sesampainya di depan Faiz yang tengah berdiri dengan santai dan tanpa rasa berosa sedikitpun walaupun sudah masuk penjara seperti ini.   Faiz melirik bawahan ayahnya yang tidak dia ketahui jabatanannya apa dengan senyuman licik, sedangkan yang ditatap hanya bisa menunduk sambil harap-harap cemas uangnya akan diambil oleh Tuan Mudanya.   “Baik untuk apa Pa?” tanya Faiz yang pura-pura tidak tahu apa maksud dari Ayahnya padahal dalam hati dia sangatlah mengetahuinya   “Kami akan menyetujui permintaanmu asal kau bisa lulus dari pondok pesantren.” Kata Surya.   “Oke deal. Papa dan Mama tidak akan  berbohong kepada Faiz kan?” tanya Faiz.   “Untuk apa kamu berbohong. Tapi kamu juga memiliki syarat, kalau kamu sampai dikeluarkan daro pondok pesantren itu, kau juga harus berjanji akan menjadi anak baik dan tidak akan merepotkan kami dengan ulah-ulah ajaibmu seperti ini. Kami benar-benar tidak bisa menerimanya.” Kata Surya.   “Siap, Papa. Itu gampang diatur.” Jawab Faiz dengan sangat enteng.   “Baiklah, kalau begitu, mari kita pulang. Kami akan mengantarkan kau ke pesantren besok pagi.” Kata Surya.   “Papa dan Mama duluan saja, Faiz akan menyusul. Aku ingin ‘berteima kasih’ sedikit kepada Paman Zakaria karena memiliki ide yang luar biasa.” Kata Faiz.   Mendengar apa yang dikatakan oleh Faiz, Zakaria langsung merasakan panas dingin. Dia tahu kalau anak dari Tuan Besarnya itu ingin menagih uangnya.   “Baiklah, lekas bawa dia kembali. Saya tunggu di mobil.” Kata Surya kepada bawahannya yang wajahnya kini benar-benar memelas itu.   “Baik, Tuan.” Katanya.   “Mama pulang ya, Nak. Sampai jumpa besok. Mama akan menyiapkan semua keperluanmu jadi kamu tidak perlu menyiapkan apapun.” Kata Intan seraya memeluk tubuh Faiz.   Faiz pun membalas pelukan ibunya dengan perasaan hangat. Meski ibunya sering marah-marah namun perhatian ibunya begitu besar kepada dirinya. Ah, mengingat apa yang dirasakannya sekarang membuat Faiz cepat-cepat datang ke pesantren dan lulus dari sana.   “Terima kasih, Mama.” Kata Faiz.   “Sama-sama. Uh … anak baik mama.” Kata Intan sambil mengusap Faiz.   “Ck, baik dari manaya.” celetuk ayah Faiz yang membuat Intan melotot. Surya hanya bisa pura-pura tidak melihat tatapan yang diberikan oleh Intan kepada dirinya.   Faiz terkekeh dalam hati melihat tingkan kedua orang tuanya. Dia mulai bertekad untuk mewujudkan apa yang selama ini diinginkannya. Dia tidak ma uterus-terusan dicap sebagai anak ‘broken home’ dia ingin keluarganya bersatu kembali.   Setelah itu, Intan dan Surya pun langsung pergi meninggalkan Faiz dan Zakaria yang sudah panas dingin ditempatnya.   “Lihat kan, Paman?” kata Faiz sambil menarik turunkan alisnya membuat Zaharia rasanya ingin berteriak begitu saja.   Zakaria mengangguk lemah.   “Paman yang memberikan atau aku yang mengambilnya sendiri?” tanya Faiz.   Zakaria pun mangambil dompetnya dan menyodorkannya kepada Faiz. Tanpa menunggu perintah, Faiz pun langsung menyambar uang milik Zakaria sambil terkekeh dan langsung membuka isi dompet tersebut.   “Ck, yang benar saja, Paman. Paman kerja tiap hari tapi uangnya hanya segini? Untuk jajanku sehari saja tidak cukup.” Kata Faiz.   Zakaria meringis dalam hati. “Maaf, Tuan Muda. Karena memang hanya segitu yang ada di dompet saya.” Kata Zakaria.   “Iya, nggakpapa. Dari pada tidak ada. Ini aku kembalikan dompet Paman.” Kata Faiz yang setlah mengambil isinya langsung menyodorkan dompetnya kembali kepada Zakaria.   Zakaria pun mengambil dompetnya dengan cepat, dia merasa takut kalau anak dari Tuan Besarnya ini akan menjadikannya bulan-bulanan lagi. Dia juga menganggap ini adalah kali terakhir Faiz akan memperlakukannya seperti itu sebab besok-besok Faiz akan dimasukkan ke pesantren.   Faiz memasukkan uang itu ke dalam kantong celananya. Dan mereka pun kembali ke rumah Faiz. Sedangkan Ibunya sudah pergi dahulu menggunakan taksi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD