Dibeli oleh Andri Subargja

1141 Words
“Segitu juga udah banyak!” sahut Hesti degan nada ketus. “Tuh kan engga mau... Engga mau.... Sok suci. Tapi pas denger duit, tertarik juga kan....” Hesti tertawa sinis. Bunga diam. Tidak terlalu menanggapi sindiran Hesti padanya. “Sebentar lagi orang yang akan membelimu datang,” kata Hesti sambil memainkan ponselnya. Melihat pesan chat yang diberikan pada asisten dari pelanggaan yang akan membeli Bunga. “Oia saat aku udah transfer jatah uang kamu. Kamu bisa beli ponsel baru. Jangan lupa hubungi Mami kalau ada apa-apa. Ingat bagaimana pun juga kita adalah keluarga.” Hesti mengedipkan mata sebelah kirinya. Bunga tersenyum sinis melihatnya. ‘Keluarga?’ “Beruntung sekali kamu. Kamu dibeli oleh orang kaya dan berkedudukan. Dia sangat kaya.” Kata Hesti kembali. “Apa mungkin kamu akan dijadikan gundiknya ya?” Hesti menerka-nerka. Mendengar kata gundik. Membuat Bunga menelan ludahnya. Ia tidak bisa membayangkan akan dijadikan wanita simpanan oleh seorang pria tua. Sungguh tragis nasib hidupnya. Setelah agak lama menunggu akhirnya tamu penting yang bernama Andri Subargja itu pun datang. Hesti pun menyambut pria tua itu. Badannya memang tinggi. Tapi kepalanya yang sudah mengalami kerontokan rambut dengan sedikit botak di tengah. Juga dengan perut buncitnya yang maju ke depan. Membuat Bunga merasa jijik. Yang benar saja Bunga akan melepaskan keperawanannya dan menghabiskan malam pertamanya dengan pria tua seperti itu. Impiannya menikah dengan seorang pria yang dicintainya. Menghabiskan malam pertama yang romantis dan penuh cinta telah kandas sudah. Air mata Bunga kembali menetes dari kedua sudut matanya. Andri Subargja melihat gerakan Bunga saat menyeka air mata yang menetes dari netranya. Sejenak ia menatap lama gadis yang pantasnya menjadi putrinya itu. Teman-teman Bunga lainnya yang berada di sana menatap iri ke arah Bunga. Bunga merasa heran kenapa para wanita di sini iri padanya karena telah dibeli oleh pria tua seperti ini yang pantas menjadi ayahnya. Setelah mengurusi pembayaran dan juga perjanjian pembelian atas Bunga. Akhirnya Bunga pergi dibawa oleh Andri. Pakaian Bunga yang masih sopan tidak seperti penjaja s*x komersial lainnya, membuat Andri Subargja, pemilik perusahaan Furniture terbesar se-Asia Tenggara itu senang. Karena ia tidak salah memilih. Bunga merasa tidak nyaman beberapa kali ditatap oleh pria tua yang duduk di sebelahnya. Bunga membuang mukanya ke arah samping. Melihat pemandangan di luar jendela. Lagi-lagi air mata Bunga menetes kembali dan membasahi pipinya. Dan kemudian dengan cepat ia menyeka air matanya itu dengan kasar. Andri Subargja yang mengetahui Bunga menangis, memberikan selembar tissue pada Bunga. Bunga tidak ingin menoleh. Karena ia tidak ingin menatap wajah pria tua di sebelahnya. Tanpa menoleh, Bunga mengambil tissue yang diberikan oleh Andri Subargja. Bunga mengusap air matanya kembali dengan kasar dengan tissue dan juga membuang ingusnya dengan suara yang tidak sopan. Bukannya marah, Andri Subargja malah tertawa. Ia mencolek pundak Bunga agar Bunga mau menoleh dan menatap dirinya. Tapi Bunga pura-pura tidak merasa dicolek. “Hai nak... Apa kamu takut sama aku?” tanya Andri Subargja dengan tawa renyahnya. Mendengar suara lembut Andri Subargja dan sapaan ‘Nak’ padanya membuat Bunga sedikit luluh. Duduk Bunga kembali benar. Ia tidak lagi membelakangi Andri Subargja dan menatap ke arah jendela. “Jangan takut,” kata Andri menenangkan. “Apa benar kamu baru datang dari kampung?” Bunga menganggukan kepalanya pelan dan ingin menangis lagi. Rasanya ia ingin menceritakan pada Andri Subargja jika sebenarnya dirinya telah dijual dan Bunga menginginkan untuk pulang ke kampung. Tapi Bunga teringat akan ancaman yang dilontarkan Hesti padanya. Mengenai ibu dan adiknya di kampung yang akan menjadi sasaran kemurkaan Hesti jika Bunga menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. “Apakah ini pertama kalinya kamu berhubungan?” tanya Andri membuat tangis yang sejak tadi ditahan Bunga pecah. Bunga menangis dan Andri yakin jika memang Bunga adalah gadis polos, lugu dan juga masih perawan seperti apa yang telah ia cari selama ini. Andri mengusap punggung Bunga agar ia tenang. Kelembutan sikap Andri sebenarnya membuat Bunga merasa tidak takut. Andri kebapakan dan menenangkan. “Jangan takut. Aku membelimu bukan untuk diriku. Aku membelimu untuk anakku, Bunga....” Andri menjelaskan. Perlahan tangis Bunga berhenti. Ia mendongakkan wajahnya ke atas. Menatap Andri yang juga menatapnya. Tatapan Bunga seakan penuh tanya dan meminta penjelasan. “Jadi begini Bunga ... Aku membelimu untuk aku nikahkan degan anakku.” “Apa nikah?” seru Bunga dengan kedua mata terbelalak. “Iya, aku meminta kamu untuk menikah dengan anakku. Tolong buat dia bahagia dan berikan kami keturunan," kata Andri menjelaskan. Bunga terdiam. Untuk beberapa saat ia terdiam. “Apa aku akan dijadikan istri kedua, karena istri pertamanya tidak bisa mengandung?” Andri Subargja menatap Bunga dan kemudian tertawa. “Tidak. Anakku masih single. Hanya saja dia dingin terhadap wanita. Sehingga untuk mendapatkan pacar saja kesulitan. Apa lagi mendapatkan istri.” Bunga masih berusaha menelaah apa yang sedang diceritakan Andri Subargja padanya. Walau sudah memikirkannya berulang-ulang, masih saja ia tidak mengerti dengan apa yang diceritakan oleh Andri. Akhirnya mobil limosin hitam panjang yang dikemudikan seorang supir sampai juga pada sebuah rumah yang sangat besar. Gerbangnya pun tinggi dan besar dengan logo tulisan Subargja di depannya. Bunga terkejut ada rumah yang luasnya bisa dihuni oleh tiga Rt. Rumah yang memiliki pilar-pilar kokoh dan besar di depannya. Rumah berlantai dua yang megah dan sangat besar. “Kita sudah sampai,” kata Andri dengan ramah. “Kamu akan aku perkenalkan dengan anakku Ardy yang akan menjadi suamimu.” Mendengar kata pernikahan dan suami membuat tangan Bunga gemetaran. Ia membawa tas jinjingnya dengan tangan berkeringat. Di dampingi Andri, Bunga masuk menuju ke dalam rumah. Pintu rumah pun tinggi dan besar nampak gagah. Di dalam ruang keluarga sudah nampak seorang wanita sekitar umur empat puluh lima tahun atau lebih. Wajahnya masih cantik seperti masih kepala tiga. Wanita yang memakai dress bunga-bunga berwarna lembut dengan lipstik merah anggun tersenyum ke arah Bunga. Wanita yang diyakini Bunga sebagai istri Andri Subargja. Di sebelah wanita itu duduk seorang pria yang nampak angkuh. Ia sama sekali tidak menoleh atau menunjukan wajahnya menatap ke arah Bunga. Dengan ekspresi malas-malasan, pria itu hanya sekilas menatap Bunga. “Hai, ini Bunga. Seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya. Ada seorang wanita yang akan menjadi istri Ardy,” kata Andry Subargja mengenalkan kepada dua orang keluarganya. Wanita yang sejak tadi tersenyum ke arah Bunga mengulurkan tangannya dan langsung menyalami Bunga. “Aku Angela. Kamu bisa memanggilku Mami Angela atau Angelica. Aku istri dari Andri Subrgja. Mamanya Ardy yang akan menjadi ibu mertua kamu.” Wajah Bunga melongo. Ia tertegun sejenak. “Jadi benar, aku dibeli untuk dinikahkan dengan anak dari Andri Subargja dan bukan untuk menjadi istri keduanya?” Andri dan Angela menggelengkan kepalanya bersamaan. “Tidak. Cukup kamu menjadi istri dari Andri. Menantu kami. Dan segeralah kalian memiliki anak,” kata Angela. Jelas, singkat dan padat. Kedua mata Bunga membulat, memandang Ardy. Pria yang katanya akan menjadi suaminya itu. Tapi sepertinya Ardy tidak menyetujui rencana kedua orang tuanya. Karena sejak tadi Ardy selalu berusaha membuang muka ketika ia menatapnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD