Syok telah dijual

1036 Words
Setelah mengetahui dirinya telah dijual. Bunga ingin kabur dari klub malam milik Hesti. Namun ternyata Hesti memiliki beberapa penjaga bodyguard yang sigap dan bertubuh kekar. Dua bodyguard itu langsung mengangkat Bunga ke dalam kamarnya. Mereka memaksa Bunga masuk ke dalam kamar dan melempar Bunga dengan kasar di atas kasur. Lalu dengan cepat mengunci Bunga dari luar kamar. Bunga berteriak dan menangis. Menggedor pintu dengan kencang dan mengiba untuk dibiarkan lepas. Tapi para manusia-manusia itu seperti tidak punya hati. Mereka tidak memperdulikan teriakan Bunga dan tangisnya yang terdengar memilukan. Bunga terduduk di atas lantai, bersandar pada pintu kamar yang telah dikunci dari luar. Ia menangis sejadi-jadinya. Meratapi nasibnya yang akan suram terjebak di dalam lembah porstitusi ini. Bunga teringat akan menelpon ibunya di kampung dan meminta pertolongan. Mencari ponsel di dalam tasnya. Sial! Ponsel Bunga tidak ada. Sepertinya Seno telah mengambil ponsel milik Bunga agar Bunga tidak dapat meminta tolong kepada siapa pun. 'Sungguh bajiingan Seno itu! Tega sekali dia menjualku....’ Tiga ratus juta! Harga dari tubuh Bunga yang masih perawan dengan wajah cantiknya. Bunga menangis kembali lebih kencang dari sebelumnya. Beberapa jam berlalu, Bunga masih menangis. Hingga kedua matanya bengkak dan kepalanya sedikit pening. Terpaksa dia merayap ke arah tempat tidur untuk merebahkan tubuhnya yang telah lelah. Bunga menatapi ruangan yang kata Hesti ini adalah kamarnya. Kamar ini tergolong bagus dan nyaman. Bahkan lebih baik dari kamar Bunga di rumahnya sendiri. Bunga menarik selimut yang berada di ujung kakinya. Kemudian menarik ujung selimut itu ke depan dadaanya. Bunga meringkuk di dalam selimut berwarna pink itu. Nafasnya masih tersendat akibat beberapa jam ia menangis. Bunga memikirkan bagaimana nasibnya selanjutnya berada di rumah bordil ini. Ia terus berfikir hingga tertidur. Bunga sangat lelah. Lelah hati, fikiran dan tubuhnya. Hingga ia ketiduran sampai pagi. Cahaya terang mulai menembus dari luar jendela. Sinar matahari masuk dari luar melalui kisi-kisi jendela kamar dan tirai yang sedikit terbuka. Bunga merasa silau dengan cahaya itu, sehingga membuatnya terbangun. Bunga mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Merasakan cahaya yang menyorot itu tidak nyaman. Lalu terdengar suara sebuah kunci kamar yang akan terbuka. Bunga terkejut dan langsung terduduk. Ia mempersiapkan diri untuk sebuah perlawan. Menanti seseorang yang akan masuk ke dalam kamarnya. Pintu kamar terbuka, terlihat Hesti masuk ke dalam kamar Bunga dengan sebuah nampan berisikan banyak makanan dan juga segelas s**u segar. “Pagi Bunga... Pasti kamu laper ya. Dari malem kamu belum makan. Nih makan, nanti sakit.” Hesti menaruh nampan berisikan makanan itu di atas meja. Di samping tempat tidur Bunga. Bunga membuang mukanya. Tidak sudi ia melahap makanan haram dari rumah bordil ini. Hesti tersenyum melihat wajah masam Bunga. Hesti mulai merayu Bunga dengan sikap lemah lembutnya dan suaranya yang merdu. “Bunga... Ayo makan. Sekarang kami adalah keluarga kamu.” Bunga menatap Hesti dalam. “Aku hanya ingin pulang Tante... Tolong aku. Aku engga mau di sini. Aku hanya ingin bekerja.” “Iya, kamu di sini juga bekerja. Malah kerjaan kamu itu gampang. Tinggal nemenin pelanggaan. Sekali kencan, kamu akan dapat uang dari Mami dua juta. Sekali loh itu. Kalo dalam semalam kamu kencan dengan tiga pria, bisa enam juta kamu dapatnya. Kamu cantik dan polos. Masih muda. Pasti banyak sekali pelanggaan yang menginginkanmu.” Hesti tersenyum. Bunga yang sejak tadi sudah ingin menangis. Mendengar perkataan Hesti kini langsung mencurahkan tangisnya yang sudah tertahan sejak tadi. Hesti mengusap air mata Bunga perlahan. “Jangan menangis. Terima saja takdirmu di sini.” “Takdir?” Seru Bunga tidak terima dengan apa yang diucapkan Hesti. “Ini bukan takdir! Aku dijebak!” “Itu urusanmu dengan Seno. Aku tidak tahu apa-apa. Ingat aku sudah membelimu tiga ratus juta. Nanti saat ada pelanggaan yang menginginkanmu, tenang saja kamu pasti akan aku berikan uang juga. Kita keluarga di sini.” Suara tangisan Bunga semakin menjadi. “Aku mohon... Aku ingin pulang. Pulangkan aku.” Hesti memejamkan kedua matanya. Kesabarannya sudah mulai berkurang. Ia mulai risih dengan rengekan dari Bunga. “Dengar Bunga...!” Suara Hesti terdengar mulai meninggi. “Jika kamu ingin bebas dari sini. Kamu harus mengganti uang yang aku keluarkan untuk membeli kamu. Tiga ratus juta di kali dua. Jadi enam ratus juta! Apa kamu punya uang sebanyak itu? Dan jika kamu kabur dari sini. Ingat, aku tahu di mana tempat ibu dan adikmu tinggal. Jika kamu kabur. Mereka yang akan menjadi sasaranku.” Mulut Bunga ternganga mendengarnya. Ia tidak menyangka jika kelak ia berusaha kabur dari sini, Ibu dan Ridwan akan celaka. “Tapi mereka membutuhkan aku. Mereka butuh untuk aku kirimkan uang.” “Kirimkan uang? Gampang! Besok juga ibumu akan aku kirimkan uang. Asal kamu ingat, kamu tidak boleh kabur dan menceritakan perihal dirimu di tempat ini! Jika tidak... Bahkan kamu sendiri tidak akan pernah bisa membayangkannya.” Hesti menatap Bunga dengan tajam. Nafas Bunga seakan terhenti. Ia terjepit. *** Hesti memberikan waktu dua hari kepada Bunga untuk beradaptasi di tempatnya. Dua hari tanpa menerima tamu. Dan ini adalah hari ketiga, waktunya Bunga harus menerima tamu dan pria hiduung belang yang menginginkan tubuhnya. Malam ketiga Bunga di klub malam yang merangkap sebagai rumah bordiil ini, membuatnya nyaris ingin bunuh diri. Jika tidak ingat kepada ibu dan adiknya yang masih membutuhkannya. Pasalnya, Bunga masih peerawan. Belum ada pria yang menyentuhnya. Bahkan berciuman bibir saja, Bunga belum pernah. Bunga adalah gadis yang masih peraawan dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Bahkan hatinya pun belum terjamah cinta seorang pria pun. Bunga terduduk lesu di sofa sudut. Keramaian yang ada di sekitarnya tidak membuatnya bersemangat. Musik yang terdengar dari alunan dj yang menggema tidak dapat membuatnya bahagia. Sejak sore, Hesti berkata jika sudah seorang pelanggaan yang telah tertarik pada Bunga. Bahkan ia telah membeli Bunga dengan harga tinggi. Satu milyar, agar Bunga ikut bersamanya pulang. Mendengar berita dari Hesti membuat perasaan Bunga amat sakit. Kini dirinya seperti sebuah barang yang diperjual belikan. Di lempar ke sana ke mari. Ini semua karena ulah Seno yang tidak punya hati. ‘Lihat saja, aku akan membalasmu, Seno!' "Beruntungnya kamu Bunga... Baru tiga malam di sini, udah ada yang tertarik dan membelimu dengan mahal. Tenang, Mami engga serakah. Mami akan buatin kamu rekening dan transfer uang buat kamu tiga ratus juta.” “Kenapa untuk aku sedikit sekali? Tiga ratus juta dari satu milyar?” ungkap Bunga tidak terima.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD