2. Suami

1006 Words
Waktu pulang telah tiba, itu berarti dia sudah terbebas dari si perfectionist CEO itu. Mungkin waktu pulang adalah waktu yang sangat dinanti-nantikan olehnya sedari tadi yang sudah beribu kali terkena semprot hanya karena kesalahan kecil yang dia perbuat. Wanita itu merenggangkan kedua tangannya yang terasa kaku, pekerjaannya mungkin akan terlihat mudah dan enak jika dilihat. Tetapi siapa sangka dibalik itu semua dia mengalami penderitaan batin yang luar biasa, siapa lagi penyebabnya kalau bukan Relix? Atasannya itu sepertinya suka sekali mencari-cari kesalahan dirinya. Benar-benar menyebalkan, kalau saja dia bukan atasan sudah dari tadi dia timpuk pakai sepatunya yang pastinya sudah ikut berkeringat karena menemaninya naik turun tangga. Kini dia memilih berjalan dengan perlahan menuju lift, untunglah lift-nya cukup lengang sehingga dirinya bisa memasuki lift itu. Jika saja masih penuh, dia tidak akan pernah bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada kakinya yang sudah pegal pasti akan bertambah patah jika dipaksakan menuruni beribu anak tangga lagi. "Ayo pulang," ucap suara seorang pria membuat wanita itu tersentak. Di sana ada Relix dengan senyum manisnya, sangat berbeda sekali dengan Relix yang sedari tadi memarahinya. Dia mendengus kesal, karena masih sebal dia memutuskan beranjak meninggalkan pria itu. Namun belum dua langkah dia berjalan, sebuah tangan menahan langkahnya. "Ih lepas, ini di kantor!" ucapnya agak sedikit ketus. "Ini sudah bukan jam kantor lagi, Sayang. Sekarang kamu itu istriku, bukan sekretarisku lagi. Lagipula kantor sepi begini, apa yang kamu takutkan hmm?" ucapnya yang kini menarik dengan paksa tangan Syafira sehingga wanita itu kini berada di dalam dekapannya. "Ayo pulang," ajak Relix yang membuat Syafira akhirnya mau tak mau menurut. Perlu diketahui saja kalau hubungan mereka adalah sepasang suami istri, mereka menikah secara diam-diam. Dalam artian tidak ada yang tahu status mereka, kecuali keluarga mereka sendiri tentunya. Sudah dari lama Relix dan Syafira saling mengenal, Syafira merupakan Adik dari Sandi–sahabat baik Relix. Entah apa alasan keduanya yang ingin menyembunyikan pernikahan mereka di depan umum, hanya mereka dan Tuhanlah yang tau apa alasannya. "Pegal ya?" tanya Relix sambil melirik sekilas ke arah Syafira yang tengah memijiti betisnya yang masih terasa sakit. "Menurutmu?" tanyanya balik dengan sinis. Relix tak menanggapi, dia memilih melajukan mobilnya hingga tiba di apartemen yang mereka tinggali. Tadi selama perjalanan, tak ada pembicaraan di antara mereka. Syafira yang masih merasa kesal dengan perbuatan Relix, sedangkan Relix yang tidak mau Syafira marah kalau dia banyak bertanya lagi. "Eh? Apa ini?" Syafira berontak ketika mobil mereka berhenti, Relix menggendongnya ala bridal style. "Udah, diem aja. Katanya kamu tadi capek?" ucap Relix membuat Syafira kini lebih memilih menyembunyikan wajahnya di d**a bidang Relix, dia sangat malu sekali ketika melewati beberapa satpam yang berjaga. "Siapa yang buat aku capek begini coba?" sindir Syafira ketika Relix menurunkannya di sebuah sofa. "Maaf, Sayang. Itu kan keinginan kamu sendiri, bukan salah aku dong kalau kamu naik-turun tangga begitu. Padahal udah ada lift di sana, masa malah pake tangga? Duh sampai bengkak begini." Syafira tersentak ketika Relix membawa kedua kakinya menuju pangkuan pria itu. "Kamu mau apa?" "Udah diem deh, Yang. Ini sebagai permintaan maaf aku ke kamu," ucap Relix yang kini mulai memijiti kaki Syafira dengan perlahan. "Kamu nyalahin aku!? Salah siapa nyuruh aku buat laporan? Padahalkan itu bukan tugas aku, sembarangan aja nyuruh-nyuruh" sungutnya kesal yang ditanggapi kekehan ringan Relix. "Dulu semua yang pernah menjadi sekretaris aku itu ya aku suruh buat laporan seperti itu, alasannya ya sekedar mau tahu kinerja dia aja." Mata Syafira mendelik mendengarnya. "Kamu ngeremehin aku?" kesal Syafira. "Enggak ngeremehin, Sayang. Cuma kan aku harus profesional, masa kamu mau aku sayang-sayang di kantor? Katanya kita harus menyembunyikan pernikahan kita dari orang-orang? Terus aku juga enggak mau bawa masalah pribadi ke kantor. Maafin aku ya kalau sikap aku selama di kantor itu menyebalkan, kalau di kantor aku memang begitu." Syafira mendengus mendengarnya, bukan lagi menyebalkan tetapi sudah berada di taraf sangat-sangat menyebalkan. "Kalau tahu itu adalah kantor kamu, mungkin aku enggak akan pernah melamar kerja di sana. Lagian kenapa kamu enggak ngasih tau aku sih kalau itu kantor kamu?" Relix menghentikan pijatannya di kaki Syafira, kemudian menatap wanita itu dengan serius. "Memangnya kamu mau melamar kerja di mana kalau enggak di perusahaan aku? Aku pastinya enggak akan izinin kamu jauh-jauh dari aku, atau kalau perlu kamu jadi asisten pribadi aku aja ya? Sekretarisnya ganti aja." Sontak saja Syafira langsung menggeleng. "Enggak! Enggak mau! Enak aja main ganti, untuk apalagi coba ada asisten pribadi? Aku enggak suka ya!" sungutnya yang membuat Relix tersenyum simpul. "Ciee cemburu ya? Senang deh aku kalau kamu cemburu gini," ucap Relix sambil menjawil hidung Syafira hingga membuat wanita itu kembali bersungut-sungut. "Siapa yang cemburu? Kepedean banget sih!?" Syafira memalingkan wajahnya, dia tidak mau mengaku kalau sebenarnya dia memang cemburu kalau Relix dekat dengan wanita lain. "Ya kalau kamu enggak mau ada asisten pribadi berarti kamu harus terima segala konsekuensinya dong, Sayang. Aku itu orangnya emang teliti gitu, enggak boleh ada kesalahan yang diperbuat sama karyawanku. Meskipun kamu istriku, tapi mereka enggak tau kalau kamu itu istri aku. Aku juga enggak mau berlaku enggak adil, aku harus adil kan kalau jadi atasan?" Syafira terdiam, benar juga apa yang dikatakan Relix. Pria itu memang harus adil. "Adil sih adil, tapi enggak sampai gitu juga kali!" gerutunya yang masih dapat didengar oleh Relix. "Gitu gimana, Sayang?" tanyanya. "Ya itu, masa cuma salah di koma doang kamu marah-marah sampai segitunya? Mana sambil bilang mau pecat lagi. Kebangetan banget!" Lagi, Relix terkekeh. "Tanda koma itu juga penting, Sayang. Coba kamu bayangin, kalau misal kamu nulis kalimat enggak ada tanda komanya satu pun gimana? Kan kamu enggak tahu di mana kita harus mengambil jeda untuk mengambil napas sebelum kembali melanjutkan membacanya." Tetapi, tetap saja menurutnya Relix itu keterlaluan. "Emm kamu enggak pegal lagi kan, Sayang?" tanya Relix membuat Syafira mengernyit. "Memangnya kenapa?" tanyanya. "Aku mau ini," ucap Relix serak. Syafira jelas saja paham apa yang Relix inginkan, tetapi ia pura-pura tidak tahu dan lebih memilih pergi. "Kamu mau ke mana?" tanya Relix "Ke dapur, mau ngambil minum," jawab Syafira kemudian pergi meninggalkan Relix untuk pergi ke dapur. Ia benar-benar haus dan butuh minum saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD