JM-2

1818 Words
Di suatu ruangan kerja dalam markas badan intelijen swasta, Chicago, seorang pria tengah tertidur di meja kerjanya karena mengantuk. Suara dengkuran terdengar lumayan keras dari pria yang tengah tertidur pulas, teman sebelahnya terpaksa menyumbat mulut pria itu dengan sapu tangan. Hingga membuat teman lain yang berada dalam satu ruangan itu pun tertawa di kecil. Sudah 3 hari dia tidak bisa istirahat pulas karena disibukkan pada penyelesaian kasus korupsi pejabat tinggi sebuah percetakan terkenal. Suara pegangan pintu yang terbuka, membuat tim yang berada di dalam langsung bersiaga. Termasuk pria yang tengah tertidur tadi. Lelapnya dipaksa sirna karena lengannya ditepuk oleh teman sebelah mejanya. Komisaris yang bertanggung jawab, mampir untuk mengatakan sesuatu. Tim detektif swasta di bawah naungannya itu bernama ‘Sky’. “Selamat siang, Pak!” sapa mereka serentak. Namun si tukang tidur belum bisa menyapa bosnya karena jiwa yang tertidur belum kembali semua. Dia menggelengkan kepala kuat agar sadar dengan cepat. “Selamat siang!” sahut pria berwibawa itu. “Saya punya kabar terbaru, mungkin kalian juga sudah mendengarnya,” kata pria bernama Charles Brown Dowson itu. Beberapa di antara mereka mengangguk. Namun, si pria yang mengantuk tadi malah mengerucutkan bibirnya, merasa tidak tahu kabar terbaru hari ini karena belum sempat melihat media kabar dari ruangan kerjanya. “Memangnya ada apa?” tanya Jhon dengan polosnya. Charles Dowson menatap ke arahnya. “Apa saja yang kau lakukan sampai tidak tahu kejadian paling menggemparkan hari ini?” tanyanya dengan nada tinggi dengan maksud marah. “Siap, maaf, Pak! Saya baru kembali dari persidangan terakhir kasus Korupsi petinggi Dragon-X,” jawab Jhon. “Oh, bagus! berarti kasusmu selesai, tim kalian akan dapat penghargaan.” Charles memuji Jhon. Mereka semua merasa sangat senang mendengarnya. Setelah berminggu-minggu menanti keputusan, ternyata pelakunya sudah ditemukan dan misi mereka selesai. “Terima kasih banyak, Pak!” ucap ketua tim, Acer Brown. “Saya punya kasus baru, Jenderal meminta saya untuk menangani kasus kematian pengawal Menteri Perhubungan Bapak Giordano Monato.” Sontak Jhon kaget sekali dengan berita tersebut. “Ajudannya yang mana?” tanyanya sedikit melambatkan nada dan volumenya juga lemah. “Dia baru saja diangkat seminggu yang lalu," jawab Dowson langsung karena mendengar pertanyaan itu. “Chelsea?” ujar Jhon spontan. Semua perhatian jadi melihat ke arah pria yang baru saja bangun tidur itu. Sontak semua menatap ke arahnya. “Ya, kau mengenal wanita itu?” tanya Dowson. Mata Jhon berkedip-kedip beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan bosnya. “Haha, tidak pernah berkenalan, tetapi saya pernah bertemu dengannya waktu istirahat beberapa hari yang lalu. Dia sedang minum kopi di kafe bersama teman-temannya. Saya tidak menegur beliau karena saya tahu dia pasti tidak mengenal saya,” jawab Jhon tertawa menurun sambil memegang kepalanya karena malu. “Itu bagus! Tandanya kau sudah tahu target yang harus kau selidiki mulai besok,” ujarnya mengejutkan Jhon. Pria itu langsung melotot sempurna. “Sa-saya?” tanya Jhon heran. “Ya, kau!” tekan Charles lagi. “Bukannya saya hanya menangani kasus korupsi saja? yang biasanya menangani kasus pembunuhan ‘kan pak Acer Brown,” sahutnya tidak percaya sambil menunjuk ke arah pria itu. “Tidak ada tawar menawar! Acer hanya memandumu seadanya. Di lapangan hanya boleh kau saja yang memecahkan kasusnya,” jelas Dowson. “Maaf, apa ini tugas tim?” tanya Jhon. “Tidak, perseorangan dan aku meminta Jhon yang menanganinya,” jawab Charles Dowson kemudian pamit dari ruangan. Ucapan pria itu meninggalkan banyak tanda tanya yang belum terjawab. Surat tugasnya akan diberikan dalam kurun waktu satu jam kemudian. Jhon panik dan berjalan ke sana ke mari dengan posisi memegang kening. “Selamat ya, Jhon!” ucap teman-temannya dengan malas. Sekadar pujian atau memang ucapan tulus, Jhon pun tidak tahu. Acer menatap Jhon sambil berdiri di depan mejanya kemudian sahabatnya itu. “Acer, harusnya kau yang melakukan ini!” kata Jhon, protes sedikit. “Tapi seisi ruangan tahu kalau kau yang diutus Komisaris untuk menyelesaikannya,” sahut Acer. “Ah, bagaimana bisa aku yang menangani kasus pembunuhan? Aku masih terlalu muda dan kurang pengalaman!” gerutunya sendiri. “Kau pasti bisa, Jhon!” ucap Acer untuk memberi semangat pada pria itu. “Susah!” tebaknya. “Mungkin, ini salah satu cara agar Komisaris punya alasan untuk mengangkat jabatanmu, Jhon,” tandas pria gemuk yang sedang memukul meja dengan pulpen bertinta airnya yang sedikit tersumbat. Jhon menjadi lemas dan tidak tahu mau senang atau sedih. Dia kembali mendatangi sahabatnya dan duduk di dekat meja kerja Acer. “Acer, kau bisa bantu aku kan?” tanya Jhon. “Kau bisa ambil file yang pernah kutangani dan pelajari sendiri.” “Aduh, Acer! Dia seorang ajudan! Pasti kematiannya terjadi karena sangkut paut kasus menteri perhubungan yang terselubung,” bisiknya asal. Acer memukul keningnya dengan pulpen. “Bicara sesuai fakta,” sahut Acer. “Di film-film kan seperti itu ceritanya,” sahut Jhon. “Kau jangan kebanyakan nonton. Kerjakan sesuai prosedur.” Acer menegurnya, meski sahabat, dia adalah ketua tim. Jhon menyandarkan dagunya di meja. Memelas minta dikasihani oleh sahabatnya. “Bantu aku ya, kalau masalah korupsi, aku pasti bisa.” Acer meliriknya. “Sebisaku, tapi aku tidak mau berurusan dengan Komisaris dan kalau dia sampai mengendus keterkaitan aku denganmu, Komisaris bisa menegurmu,” sahutnya pelan, hanya Jhon yang mendengar. “Kata mengendus itu membuatku berpikiran luas,” bisiknya pada sang sahabat. “Oke lah!” Jhon kesenangan dan kembali duduk di tempatnya. Tidak lama kemudian Jhon menerima surat perintah melalui surelnya. Pelan-pelan dia membacanya. “Acer, ke mari lah!” pintanya. Acer pun mendekat dan melihat layar monitor Jhon. Sahabatnya akan ditugaskan bergabung bersama tim Light di markas lain. “Aku masuk tim lain?” tanya Jhon aneh. Acer paham, ternyata alasan ini yang membuat tim Sky tidak diwajibkan membantunya. Acer mengangguk dan menaikkan alisnya seiring gerakan bibirnya ke bawah. “Ya sudah, selamat kerja di tim Light,” sahut Acer, lalu menghela nafas. Jhon terkaget-kaget mengetahui kalau dirinya akan bekerja tanpa tim Sky melainkan masuk ke tim orang lain di wilayah berbeda. Di samping itu, Acer juga penasaran pada alasan sebenarnya, Mengapa bukan dia yang diutus oleh Komjen? Kenapa harus aku, detektif termuda yang baru saja direkrut setahun lalu? Kebingungan terus menghantui Jhon hingga dirinya resah sendiri. Beberapa saat kemudian. Jhon mencari informasi terkait Chelsea dari internet. Semua yang diperoleh, segera disalin ke buku pegangan. Jhon keluar dari ruangan dan segera menuju ruang forensik. Diam-diam Jhon masuk dan menemui wanita idamannya itu. “Cherry, apa kau sibuk?” tanyanya tidak tepat waktu. Jelas sekali wanita itu sedang mengorek sesuatu dari potongan kaki korban tabrak lari yang terjadi beberapa hari lalu. “Apa kau tidak bisa melihat aku sedang bekerja, Jhon?” tanyanya. “Ya, aku lihat, tapi mendengar jawaban itu darimu, membuatku semakin bersemangat.” Cherry memutar matanya dan mengembuskan nafas dengan kasar, bersandar ke kursi kemudian meliriknya. Jhon tersenyum manis. Perlahan dia merasakan aroma bangkai itu membuatnya mau muntah. “Di mana maskermu?” tanyanya sambil menutup mulut dan hidung. Cherry hanya menunjuk ke arah kanan dengan benda yang dipegangnya. Jhon langsung mengambil dua masker dan memakainya. Jhon mengambil nafas normal agar tidak membunuh dirinya sendiri akibat kekurangan oksigen. “Itu mayat sudah berapa lama?” tanya Jhon. “Tiga hari. Ini sudah kuawetkan. “Ah, kaya daging dendeng saja.” Cherry tersenyum. “Apa kau temukan keanehan?” tanya Jhon. “Ya, aku menemukan bekas ikatan di pergelangan kakinya serta jari kelingkingnya juga menghilang.” “Digigit tikus ya?” “Jhon! Kau kira kita ini sedang-" tiba-tiba wanita itu terdiam dan berpindah arah mendekati kelingkingnya. Jhon mengerutkan kening, memperhatikan kecantikan Cherry yang selalu ranum di matanya. “Ada benarnya juga, aku akan memeriksa sedikit potongan dagingnya. Mencari tahu apakah ada air liur tikus di sini," sambarnya menanggapi ucapan Jhon. “Eh, ahaha, aku hanya bercanda, Cherry! Kenapa kau anggap serius?” “Hei, semua bisa saja terjadi. Itulah mengapa harus diselidiki.” “Oke, kerja yang teliti ya, anak manis!” rayunya sedikit dengan senyuman. “Rayuanmu tidak berhasil menembus dermagaku,” sahut Cherry. Pipi Jhon terasa panas mendengar ucapan dari wanita itu. Dermaga itu akan runtuh suatu saat dan aku akan masuk ke dalamnya, gumam Jhon sambil senyum-senyum sendiri. Cherry memetik jarinya hingga menyadarkan pria itu dari lamunan. “Katakan padaku, apa tujuanmu ke sini?” tanyanya. “Berjanjilah untuk tidak bicara pada siapapun.” “Ya, katakanlah, kau ini seperti tidak mengenalku saja.” “Kau tahu kasus Chelsea?” Wanita itu mengernyit. “Ajudan Menteri Perhubungan?” “Ya, benar.” “Aku mendengarnya dari sebuah berita di tv.” “Apa kau mendengar kabar lainnya seperti informasi dari tim forensik di kantor pemerintahan?” tanya Jhon. “Hei, kenapa kau tanya masalah wanita itu? apa kau kekasihnya?” “Aduh, Cherry, bukan begitu! Komjen memintaku mengurus kasusnya.” “Serius?” Jhon mengangguk. “Bantu aku Cherry.” Wanita itu segera memasukkan kembali potongan jenazah yang terpisah dari tubuh utamanya ke dalam ruang pengawetan. Membuka sarung tangannya, membuang ke dalam tong, lalu mencuci tangan kemudian menyemprotkan pengharum ruangan. Mereka terlihat bicara serius dan sesekali membuat pria itu terkejut mendengar penjelasan Cherry. Semua informasi itu terbilang valid, sebab dia mendapatkannya dari pekerja forensik di bagian pemerintahan. “Kuharap kau jangan beritahukan ini pada siapa-siapa lagi selain aku dan Acer.” “Oke.” “Terima kasih banyak, aku akan mentraktir makan atas bantuanmu ini.” “Ahaha, tidak perlu! Aku mungkin akan pulang lebih awal hari ini.” Jhon berdiri dan membuka maskernya. “Kalau begitu lain waktu pasti aku akan mentraktirmu,” sahutnya kemudian pergi sambil melambaikan tangan. Cherry tertawa kecil melihat tingkah pria yang selama ini memperhatikannya, tetapi dia tidak menaruh rasa sama sekali. Hanya sebatas rekan kerja saja. Setelah berbicara dengan Cherry, Jhon tampak diam saja di ruangan. Berkas yang dipegangnya hanya berisi profil korban. Sangat membuatnya penasaran. Ingin bergerak ke tim Light sekarang, tapi surat ini berlaku mulai besok. Acer memperhatikan sahabatnya tengah kebingungan. “Ada apa? kenapa mukamu kusut seperti kulit jeruk?” “Karena kasus ini beda dari yang lainnya.” “Apa bedanya?” Jhon mendekati Acer dan mendiskusikan informasi tadi. “Aku mendengar kabar kalau pelakunya menggunakan motor, sepatunya tetap dipakai saat masuk ke dalam rumah. Hujan membuat lumpur mencetak tapak sepatunya.” “Bagus, berarti jauh lebih mudah. Kau tinggal telusuri perusahaan yang mencetak tapak sepatu seperti itu.” “Ih, bukan itu masalahnya, Acer!” “Jadi apa?” Acer bingung. “Tapak sepatunya berbentuk persegi! Mana ada perusahaan membuat tapak sepatu yang seperti itu.” Acer tersenyum. “Bersabarlah, besok kau akan ke tim Light. Mereka pasti punya data dan kau akan ikut membantu mereka melakukan penyelidikan.” “Hah!” hela nafasnya panjang. Melepaskan pikiran yang sudah kacau duluan sebelum berperang. “Tenang, jangan gegabah. Jangan sampai merusak bukti kejadian.” “Mmh, boleh aku tidur lagi?” tanya Jhon. “Ya tidur sana, kau kan menjalani tugas mulai besok.” Jhon langsung merebahkan kepalanya ke meja dan melanjutkan tidurnya sampai jam makan siang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD