Bagian 11

3072 Words
“Keindahan yang Allah berikan, memanglah tak selalu dibalut dengan tawa. Hal baik pun terkadang Allah berikan melalui rasa sakit. Allah selalu tahu, dan senantiasa memberi yang terbaik untuk kita. Namun, kita lah yang sering lalai dan kurang mensyukuri. Percayalah, dibalik setiap deraian air mata. Selalu ada cinta-Nya yang tak pernah habis untuk kita, seorang hamba yang seringkali lalai.” ~ litaps ~ Hari ini, adalah hari paling membahagiakan bagi Indah, sahabat Lydia… Karena pada hari ini, Indah telah resmi menjadi istri dari Azhar Aiman Khalil, pria yang beberapa waktu lalu meminangnya langsung dihadapan kedua orangtuanya. “Selamat ya Ndah... sekarang kamu sudah resmi menjadi seorang istri. Aku harap, kamu bisa menjadi istri yang sholehah. In Sya Allah, aamiin,” ungkap Lydia sambil memeluk tubuh sahabatnya itu, setelah prosesi akad nikah usai. Karena sedari tadi, Lydia lah yang menemani Indah di dalam kamar, menunggu sampai proses akad selesai. “Makasih ya Li... In Sya Allah, aku akan berusaha menajdi istri yang sholehah untuk suamiku. Terimakasih atas do'a nya ya Li,” ucap Indah sambil membalas pelukan Lydia. “Oh iya. Kamu sekarang sudah tau, siapa yang melamar kamu tempo hari itu?”  “Ehmm orang itu-” Ucapan Lydia terpotong, setelah keduanya mendengar suara pintu yang diketuk dari luar. Mereka sudah menduga, kalau yang datang pasti Azhar, pria yang baru saja resmi menjadi suami Indah beberapa menit yang lalu. “Nanti aku lanjutkan ceritanya ya Ndah, sepertinya suami mu sudah datang. Aku pamit keluar dulu, sekali lagi selamat ya sahabatku,” pamit Lydia seraya keluar dari kamar Indah. “Iya Li, aku do'a kan supaya kamu juga di permudah urusannya. Aamiin” “Aamiin.” CKLEKK!!! Lydia membuka pintu kamar Indah, dan yang Lydia lihat pertama kali adalah Azhar. Orang yang dulu pernah ia kagumi. Tapi kini, ia sudah bisa mengikhlaskan Azhar. Karena, ia sudah membuka hatinya untuk calon suaminya. Yaitu Faris, pria yang baru Lydia kenal beberapa waktu lalu. Tapi beberapa hari lagi akan melangsungkan pernikahan dengannya. Sungguh Takdir yang Allah rancang untuk kita para makhluk-Nya, tidak pernah kita duga sebelumnya. Dan Allah juga Maha membolak-balikkan hati manusia. Dahulu Lydia sangat berharap Azhar lah yang akan menjadi imam-nya. Tapi kini, ia sadar. Bahwa berharap pada manusia hanya akan menyisakan rasa kecewa. Dan sebaik-baik tempat berharap hanya pada Allah semata. Dan itupun terbukti, setelah Lydia sadar dan paham betul arti dari sebuah Penantian yang sesungguhnya. Lydia pun hanya menaruh harap pada Allah, sang Maha pemilik hati dan Maha mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya. Hingga akhirnya Allah datangkan pria terbaik yang Allah takdirkan untuknya. Kini, hatinya pun telah sepenuhnya mengikhlaskan Azhar. Pria yang kini telah resmi menjadi suami Indah, sahabatnya. “Lydia,” ucap Azhar setelah melihat Lydia membuka pintu kamar Indah. “Kak Azhar, silakan masuk kak. Indah sudah menunggu di dalam, Lydia pamit. Assalamu'alaikum,” balas Lydia sambil berlalu meninggalkan Azhar yang masih terdiam di depan kamar Indah. “Astaghfirullahaladzim Azhar! Yang sepatutnya kamu pikirkan sekarang adalah Indah istri sah kamu. Bukan Lydia yang hanya mampu kamu cintai dalam diam dan melepasnya dengan ikhlas. Sekarang, kamu harus membuka hatimu untuk Indah sepenuhnya. Wanita yang yang akan menjadi pelengkap iman-mu. Dan kamu harus meng ikhlaskan Lydia mulai detik ini. Karena ia tak halal untuk kamu pikirkan,” gumam Azhar dalam hati. “Kak Azhar!” ucap Indah menyadarkan Azhar dari lamunannya. “Indah...” jawab Azhar sembari menatap Indah, wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya. Ia tertegun melihat kecantiakan yang Indah miliki. Indah terlihat begitu anggun dengan gaun pengantin berwarna putih yang ia kenakan. Serta make up yang tidak terlalu berlebihan, membuat kadar kecantikan Indah bertambah. Apalagi, kini ia membalut kepalanya menggunakan hijab. Tanpa sadar, Azhar mulai terpesona pada wanita yang ada dihadapannya. “Apa kakak tidak mau masuk?” tanya Indah gugup. Azhar pun tersadar dari lamunannya. “Ehm, maaf sayang aku sedikit melamun tadi, mari kita masuk ke kamarmu. Kita akan melaksanakan sholat sunnah pengantin. Kamu sudah berwudhu kan?” tanya Azhar pada Indah. Panggilan sayang yang Azhar berikan pada Indah, tak ayal membuat pipi Indah yang di beri sedikit blussh on semakin terlihat memerah. Indah pun merasa pipinya terasa panas, perutnya pun terasa seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalamnya. Bahkan saking kagetnya, Indah kini hanya diam mematung di hadapan Azhar. Dia kini sudah dibuat salah tingkah hanya karena satu kata yang terucap dari bibir Azhar. “Sayang... kenapa malah berdiri disini?” tanya Azhar menyadarkan lamunan Indah. “I- i iya kak, mari kita masuk,” ucap Indah gugup sambil mendahului Azhar memasuki kamar. Bahkan smbil menunduk, karena malu jika Azhar melihat pipinya yang mulai merona. Azhar yang melihat tingkah lucu Indah pun mulai menggoda sang istri, “Apa kamu tidak mau masuk bersama suami-mu ini, sayang? Kenapa kamu mendahului ku?” “Ahh, iya kak,” jawab Indah sambil beranjak ke samping Azhar. Setelah Indah berada di sampingnya, Azhar membalikkan posisi tubuhnya hingga posisi mereka saling berhadapan. Cup tiba-tiba Azhar mengecup kening Indah begitu lembut.  Sampai-sampai Indah mengeluarkan air mata karena terharu. Setelah mengecup kening Indah, Azhar membacakan do'a untuk istrinya. Yang kemudian di Aamiini oleh Indah. Setelah selesai, Azhar mendekap tubuh Indah dan membisikkan seseuatu tepat di telinga Indah. “Anna Uhibbuki Fillah ya Zaujati...” lirih Azhar tepat di telinga Indah. Indah merasa begitu beruntung memiliki suami seperti Azhar, belum genap sehari ia resmi menjadi istri Azhar. Tapi Azhar sudah mampu membuatnya bahagia. Dan yang Indah bisa lakukan saat ini hanayalah menangis dalam pelukan Azhar, karena terharu atas perlakuan sang suami. Setelah sedikit tenang, Indah pun menyalimi tangan Azhar yang kini berstatus sebagai suami sekaligus imam yang akan membimbing Indah untuk mencapai ridho illahi. Di dalam hati, Azhar bertekad. Ia berjanji akan mencintai Indah sepenuh hati dan atas izin Allah. Dia juga kini telah mengikhlaskan Lydia, karena adiknya pun sebentar lagi berncana akan melamarnya. Dan yang kini tengah ia rasakan adalah, ia mulai mencintai Indah. Meski awalnya ia hanya menyukai dan mersa kagum atas perlakuan Indah padanya. Tapi setelah akad terucap dari mulutnya, ia kini telah membuka hatinya untuk Indah. Wanita yang telah resmi menjadi istrinya. Inilah yang dimaksud Cinta Karena Allah. Cinta yang hanya ada setelah Akad terucap. Bukan Cinta yang dilandaskan dengan kata Aku Cinta Kamu tapi Cinta yang berlandaskan Saya Terima Nikahnya. --- Beberapa saat setelah keluar dari kamar Indah, Lydia berpapasan dengan Fakhri yang berada di lantai bawah. Tempat berkumpulnya para keluarga dan tamu undangan. “Eh, ada anak kecil! Sendiri aja dek? Jomblo ya...” goda Fakhri pada Lydia. “Maaf, apa kita saling kenal?” Sahut Lydia, karena kesal dengan Fakhri yang selalu menggodanya. “Oh, belum kenal ya? Ya sudah. Perkenalkan, nama saya Fakhri Hamzah Kamil. Orang ter keren dan paling tampan se-Bandung Raya!” ucap Fakhri sambil merapikan kerah kemeja batik yang ia kenakan. Dan tak lupa menyombongkan diri dihadapan Lydia. “Oh…” balas Lydia sambil berlalu meninggalkan Fakhri. “Dasar anak kecil! Gak tau sopan santun kamu... ada orang memperkenalkan diri baik-baik bukannya di sapa malah pergi gitu aja,” dumel Fakhri menatap kepergian Lydia. “Ada apa sih Ri?! Bisa gak sih kamu sekaliii... aja kalau ketemu itu gak usah ganggu aku?! kamu gak ada kerjaan lain ya?! Dasar jomblo!” Ejek Lydia. “Hmm, bagus ya… jomblo teriak jomblo!” “Bodo amat,” ucap Lydia sambil melanjutkan langkahnya meninggalkan Fakhri. “Eh, tunggu dulu! Kok kamu ada di sini? Pakaian kamu juga sama kayak pakaian anggota keluarga dan saudaranya pengantin. Memangnya kamu kenal sama Indah? Perasaan gak deh. Kalau sama kak Azhar juga, hanya sebatas rekan di organisasi kan? Toh teman yang lain pun pakaiannya gak seperti kamu,” tanya Lydia penasaran. “Anak kecil kemana aja?? Masa gak tahu aku ini siapanya pengantin?!” “Ya kalau belum dikasih tahu gimana bisa tahu?!” “Kenalin! Fakhri, adik dari Azhar. Sang mempelai pria.” “Hahh!” ucap Lydia sambil menutup mulutnya yang ternganga, karena terkejut atas apa yang barusan keluar dari mulut Fakhri. “Weishhh santai mbak... gak usah heboh gitu.” “Ngarang kamu Ri! Masa kamu adiknya kak Azhar. Beda jauh pake BANGET tahu gak?!” elak Lydia masih tak percaya dengan ucapan Fakhri. “Ya... terserah kamu sih mau percaya atau gak. Orang tampan masih sibuk nih, anak kecil gak boleh pergi jauh-jauh ya... nanti nyasar, terus orangtua nya nyariin loh. Bye!” Bukannya menjawab pertanyaan Lydia Fakhri malah berlalu meninggalkan Lydia yang masih bingung dengan apa yang barusan ia dengar. “Dasar cowok aneh nyebelin!” gerutu Lydia, sambil pergi menuju ke halaman rumah Indah. Disana, Lydia bercengkrama dengan beberapa tamu undangan yang merupakan teman Indah dan Lydia di kampus. Mereka mengagumi pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan itu. Menurut mereka, Indah dan Azhar adalah pasangan yang sangat serasi. Indah memiliki paras yang cantik nan anggun, sementara Azhar adalah sosok pria yang banyak dikagumi oleh para mahasiswi karena ketampanan dan dan ke-shalihannya. “Ma Sya Allah... mereka benar-benar serasi ya Li, mempelai wanita nya cantik dan mempelai pria nya pun tampan. Sungguh pasangan idaman!” puji Melani, teman satu organisasi Lydia, Fakhri dan juga Azhar. “Iya. Terus kamu kapan nyusul?” goda Lydia pada Melani. “Kamu juga kapan nyusul? Aku kan masih menunggu pangeran datang ke rumah. Dan pangeran itu harus ada mirip-miripnya sama kak Azhar,” balas Melani sambil terus berkhayal. “In Sya Allah secepatnya aku akan menyusul mereka, mohon do'anya aja ya... semoga di permudah urusannya. Dan… kalau kamu mau yang mirip kak Azhar, sama Fakhri aja. Kan dia adiknya kak Azhar,” balas Lydia sambil meledek Melani yang sedang asyik-asyiknya berkhayal. Karena, bukan hanya Lydia saja yang kaget setelah tau Fakhri adalah adik dari Azhar, Melani pun demikian. Karena kelakuan mereka berdua sangat berbeda, yang agak sedikit sama hanyalah ketampanan yang mereka miliki. Mereka berdua memiliki paras yang sama-sama tampan. Tapi akhirnya mereka percaya, setelah bertanya langsung pada kedua orangtua Azhar dan Fakhri. Dan jawaban mereka memang benar, Fakhri adalah adik dari Azhar. Sungguh fakta yang tak terduga. “Ihh apaan sih?! Bukannya kamu ya, yang bakal sama si Fakhri?! Kan kalian berdua cocok banget tuh kalau jadi sepasang kekasih.” ucapan Melani langsung mendapat tatapan tajam dari Lydia. Melani pun akhirnya mengganti topik pembicaraan, yakni tentang Lydia yang sebentar lagi akan menyusul Indah. “Hehe... eh btw, katanya kamu bakal secepatnya menyusul Indah? Memangnya sama siapa? Jadi penasaran aku.” “Pokoknya sama manusia, jenis kelaminnya pria,” balas Lydia sewot, karena sedikit ngambek telah di goda oleh Melani. “Ya Allah… kamu ngambek, Li?” “Gak kok. Sudah dulu ya Mel, aku mau pamit pulang. Ada urusan, dahh Melani... Assalamu'alaikum,” pamit Lydia pada Melani, sambil beranjak ke tempat pelaminan. Untuk berpamitan pada kedua mempelai. “Wa’alaikumussalam… kebiasaan kan, main pergi gitu aja.” “Hai pengantin baru! Aku pamit pulang ya... ada urusan di rumah. Maaf gak bisa lama-lama disini... segera kasih aku keponakan yang lucu-lucu ya. Hehe....” goda Lydia pada Indah dan langsung mendapat tatapan tajam dari Indah sekaligus cubitan manis yang mendarat di lengan kirinya. “Awww! Sakit tahu ih, Indah! Aku aduin suami mu loh Ndah...” pekik Lydia, yang masih belum puas menggoda Indah. Sambil mengusap tangannya yang sedikit terasa sakit akibat cubitan kasih sayang dari Indah. “Habisnya... kamu bicaranya gitu! Kok mau pulang sih?! Kamu gak senang ya, lihat aku bahagia di pelaminan?” rajuk Indah yang tak ingin Lydia pergi dari acara pernikahannya. “Kok kamu mikirnya gitu sih... aku kan sudah nemenin kamu dari tadi subuh, sekarang sudah tengah hari. Kamu gak kasihan ya lihat aku yang kelelahan ini? Aku pengin bobok siang Ndah. Beneran ngantuk ini,” ungkap Lydia terus terang, karena dia memang kelelahan sejak tadi pagi. “Aihhh maaf ya Li, udah buat kamu kelelahan kayak gini... ya sudah kalau kamu mau pulang, pulanglah. Istirahat yang cukup, jangan mainan hp sama laptop terus!” “Oh iya. Kamu pulang naik apa?” tanya Indah memastikan. “Naik angkot kayaknya. Soalnya tadi aku kemari kan bareng sama bang Rafli.” “Kok naik angkot sih?! Minta antar sama saudara ku aja ya?” “Gak papa Indah... memang biasanya kalau gak bawa motor aku selalu naik angkot kan? Ciye khawatir.” Lydia malah menggoda Indah yang khawatir padanya. “Dasar ih! Sebentar, aku mau bicara dulu sama kak Azhar,” ucap Indah sambil menuju ke tempat Azhar berada. “Ehmm kak...” lirih Indah pada Azhar, karena takut mengganggu Azhar yang tengah berbincang dengan para sahabatnya. “Iya. Ada apa Ndah?” “Ehmm, kak. Adik kakak yang cowok itu, yang siapa namanya? Fa Fa Fa-” “Fakhri maksud kamu?” ucapan Indah terpotong oleh Azhar, karena Indah lupa lagi dengan nama adik iparnya itu. “Nah iya... Fakhri! Ehmm boleh minta bantuan dia gak kak untuk mengantar Lydia? Masa dia harus naik angkot?” pinta Indah pada Azhar. “Memangnya dia gak bawa kendaraan kemari?” Indah menjawab pertanyaan suaminya sambil menggelengkan kepalanya, “Gak kak. Tadi Lydia nebeng sama abangnya kesini. Boleh gak kak?” “Ya sudah. Nanti coba aku tanyakan ke Fakhri ya.” “Iya kak, terimakasih. Indah bilang ke Lydia dulu ya kak,” pamit Indah pada Azhar lalu menuju ke tempat Lydi berada. “Li!” “Hmm, apa?” "Kamu nanti bareng sama Fakhri aja ya? Aku udah bilang sama kak Azhar tadi,” jelas Indah pada Lydia. “Gak mau ah! Lebih baik aku pulang sendiri daripada bareng sama cowok aneh bin nyebelin kayak dia. Udah ah Ndah aku pamit Assalamu'alaikum.” “Wa'alaikumussalam, eh tapi kak Azhar sudah bilang loh sama Fakhri.” “Bilang aja, Gak Jadi! Aku mau pulang sekarang naik angkot. Dahhh…” pamit Lydia sambil berlalu meninggalkan kediaman Indah. Karena sedikit terburu-buru dan jalannya menunduk. Lydia menabrak bahu seseorang, hingga membuatnya sedikit meringis. “Awshh! Eh maaf ya mas... saya gak lihat jalan,” ujar Lydia pada orang yang baru saja bertabrakan dengannya. “Iya. Lain kali kalau jalan lihat-lihat ya... jangan nunduk terus.” Tunggu… sepertinya, Lydia mengenali suara itu. Ia pun melihat siapa orang yang ada di hadapannya, dan benar saja. Dia adalah Faris, sesosok Calon Imam Lydia. “Eh, bapak... kok bapak datang nya siang sih pak? Kenapa gak dari pagi?” Lydia mencoba untuk mencairkan suasana. “Kenapa memangnya? Kamu mau bareng sama saya dari tadi pagi? Kenapa gak bilang?” goda Faris pada Lydia. “Eh, enggak kok. Lydia kan cuma nanya,” elak Lydia. “Ya sudah pak, Lydia pamit pulang ya. Assalamu'alaikum.” “Wa'alaikumussalam, loh! Kok sudah mau pulang? Memangnya kamu sejak kapan disini?” “Sejak tadi pagi pak, makanya sekarang Lydia mau pulang. Lydia capek,” keluh Lydia. “Oh. Ya sudah, kamu tunggu saya di parkiran ya! Saya hanya sebentar kok. Nanti saya antar kamu pulang,” titah Faris lalu memasuki ruang resepsi yang terletak di ruang tamu keluarga Indah. “Eh, gak perlu pak. Lydia naik angkot aja.” “Kamu tahu kan konsekuensi jika menolak perintah saya?!" tanya Faris dengan wajah datar. Sambil mengembuskan napas pasrah. Lydia menjawab, “Huhhhh... iya pak.” Akhirnya, Lydia pun menuju parkiran mobil khusus tamu undangan yang telah di sediakan oleh pihak keluarga. Dan menunggu Faris disana. Sudah lebih dari dua puluh menit Lydia menunggu Faris di parkiran, tapi orang yang ditunggu belum juga menampakkan keberadaannya. Sebenarnya Lydia bisa saja langsung naik angkot, tapi ternyata dia lupa membawa uang. Dan Maha Baik Allah, Lydia bertemu dengan Faris dan bisa ikut pulang bersama Faris. “Mau pulang sekarang atau nanti?”  Suara bariton yang tiba-tiba datang itu mengagetkan Lydia yang tengah asyik bermain game yang ada di smarthphone nya. “Astaghfirullahaladzim! Bapak memang selalu buat orang keget ya?” “Gak kok… Maaf-maaf, habisnya kamu kelihatannya serius sekali dengan ponsel yang ada di tanganmu? Sedang apa memangnya?” tanya Faris penasaran. “Ya... Lydia kan bosan pak nunggu bapak di sini. Jadinya Lydia keasyikan main game deh. Bapak juga, katanya sebentar eh ternyata lama,” keluh Lydia pada Faris. Faris menjawab pertanyaan Lydia sembari melihat arloji yang nelekat di tangan kirinya, “Saya di dalam hanya dua puluh tujuh menit kok. Memangnya itu termasuk lama ya?” “Lama pak! Lydia udah capek. Pengin segera sampai rumah.” “Kalau lama, kenapa gak duluan saja naik angkutan umum?” Jika Lydia menjawab ia lupa membawa uang, bisa malu dia dihadapan Faris. Padahalkan tadi dia sendiri yang ngotot ingin naik angkutan umum. “Ya... kan bapak yang nyuruh Lydia nunggu di sini, bapak lupa ya?!” alibi Lydia. “Oh... saya kira kamu bakal naik angkutan umum sendiri gitu karena terlalu lama nunggu saya. Ternyata kamu penurut ya?” “Iya lah... terus, kapan kita pulang?” tanya Lydia dengan raut wajah lelah. “Ya sudah ayo! Kamu naik di kursi belakang ya? Biar bagaimanapun, kita masih belum sah. Takutnya timbul fitnah,” titah Faris pada calon istrinya. “Iya pak,” balas Lydia sambil memasuki mobil Faris. Di perjalanan hanya ada keheningan, Faris fokus pada jalanan. Sementara Lydia, sudah terlelap ke dalam alam mimpinya dengan nyenyak. Hingga adzan pun berkumandang, Faris yang selalu melaksanakan sholat tepat waktu mencari Masjid atau Mushola terdekat untuk dia bisa melaksanakan sholat berjama'ah. Setelah beberapa menit melajukan mobil sembari mencari Masjid, akhirnya Faris menemukan salah satu rumah Allah dan segera memarkirkan mobilnya di pelataran Masjid. Karena takut tertinggal sholat berjama'ah. Tak lupa, ia pun membangunkan Lydia yang masih terlelap begitu pulasnya. TINNNN! Suara klakson yang Faris bunyikan langsung membuat Lydia terkejut dan membuka kelopak matanya. “Hmmm... sudah sampai rumah kah?” Tanya Lydia dengan suara parau khas orang bangun tidur. “Kita sedang ada di Masjid, kamu sholat kan? Cepat bangun dan ambil air wudhu. Sebelum sholat berjama'ah nya usai,” titah Faris sambil keluar dari mobil. Sebenarnya ia tak tega membangunkan Lydia dengan cara seperti tadi, tapi bagaimana lagi. Jika ia mengguncang tubuh Lydia, otomatis ia menyentuh pasti menyentuhnya. Dan Lyida kini belum halal bagi Faris, meskipun status mereka adalah calon suami istri. Tapi itu baru calon, belum sah sebagai suami istri. Maka dari itu ia memilih membangunkan Lydia dengan cara mengagetkannya dengan suara klakson mobil. Dan dia pun melakukan itu, karena teringat sabda Rasulullah salallahu'alaihi wassalam yang artinya, “Ditusuknya kepala seseorang dari pasak besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thabrani) Sementara Faris keluar mobil dan menuju Masjid, Lydia yang masih belum sepenuhnya memulihkan kesadarannya. Ia menggerutu di dalam mobil, karena Faris yang membangunkannya tadi benar-benar mengagetkan Lydia. “Ishhh! Gak bisa pelan-pelan apa bangunin orangnya? Gak tahu apa orang lagi capek?! Mana tidur baru sebentar…” keluh Lydia sambil beranjak menuju Masjid. Setelah selesai melaksanakan sholat, Lydia menunggu Faris yang masih berdzikir di dalam Masjid. “Tunggu sebentar lagi ya di sini? Gak buru-buru kan?” tanya Faris yang tiba-tiba datang di samping Lydia. “Dia sebenarnya manusia atau jin sih? Munculnya selalu aja tiba-tiba. Untung aku gak punya riwayat penyakit jantung,” gerutu Lydia dalam hati. “Memangnya kenapa pak? Bapak sepertinya betah di Masjid?” “Kamu ingin tahu?” Lydia pun hanya mengangguk sebagai jawabannya. “Masjid itu tempat yang paling nyaman menurut saya. Karena hanya di sini, semua manusia itu sama rata. Di sini tidak memandang pangkat, jabatan, kekayaan dan apapun yang berhubungan dengan duniawi. Dan satu lagi, masuk Masjid itu gratis. Tapi anehnya, meskipun gratis. Orang-orang lebih memilih menonton konser yang harganya bisa sampai berjuta-juta, hanya untuk menyaksikan idolanya secara langsung. Padahal kalau kita lebih sering ke Masjid, kita senantiasa lebih dekat dengan Allah. Dzat yang memberi kita kehidupan. Tapi jika kita lebih memilih menonton idola kita yang berwujud manusia biasa, apakah idola kita itu akan menolong kita di hari pembalasan kelak? Tentu tidak kan?” jelas Faris sambil mengembuskan napas. “Coba kalau kita lebih sering datang ke Masjid atau ke majelis-majelis ilmu, tentu kita akan lebih mengenal Tuhan kita. Kita lebih mengenal Rasul kita, yang kelak akan memberikan syafa'at pada kita di hari pembalasan. Tapi itulah tipu daya setan, ia membuat para manusia lebih mencintai duniawi dan lupa akan adanya hari pembalasan dan alam akhirat. Dan kebanyakan, yang mudah terpengaruh itu perempuan. Tapi saya harap, kamu bukan perempuan seperti itu Lydia,” lanjut Faris mengakhiri penjelasannya. Lydia masih diam, mencerna kata-kata yang terucap dari bibir Faris. Semua yang dikatakan Faris memang benar adanya, manusia zaman sekarang lebih mementingkan urusan duniawi yang sejatinya hanyalah kesenangan yang menipu dan tidak akan abadi. Tapi mereka malah mengabaikan kepentingan akhirat, tempat dimana mereka akan kekal selamanya di sana. Lydia merasa kagum pada calon suaminya ini. Karena ternyata ia memang lelaki yang paham betul akan agama. Allah memang Maha Adil, dan Maha Baik. Setelah Lydia mengikhlaskan Azhar dan sepenuhnya memasrahkan diri pada Allah, Allah gantikan sesuatu itu dengan yang lebih baik. Allah datangkan Faris dalam kisah Penantiannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD