7

1108 Words
          Jam satu lewat lima belas menit Q baru tiba, Abiyyu sudah melirik jam tangannya belasan kali dan bertanya dalam hati kemana Q.           Q melihat ke sekeliling foodmart karena ramai sebelum menemukan tempat duduk Abiyyu. Abiyyu sudah duduk dan ditemani cewek cantik berambut panjang. Q berjalan dengan menguatkan hati untuk memulai kebohongan. Abiyyu tidak melihat Q, karena Q berjalan dari samping menuju tempat mereka duduk.           “Hai...Iyyu... maaf telat. Udah lama nunggu?” Q duduk disebelah Abiyyu tanpa melihat teman duduk yang ada di depan Abiyyu.           “Qistina?”nada bertanya dan heran yang terlontar dari seberang meja yang dikenal Q membuat meringis dalam hati. Tangan Q yang di samping Abiyyu mengepal dan memukul lengan Abiyyu sebelum menoleh dan memasang senyum.           “Hai...Sari. Kebetulan kita ketemu di sini. Lagi jalan-jalan? Sama siapa?” Q mencoba bersapa ria menghilangkan kekagetan yang dirasakannya. “Iyyu..! Ayo katanya mau nonton film keburu mulai kan jam 2. Tiketnya sudah dibelikan? Ayo..!” kata Q sedikit manja. Karena Q memusatkan perhatian saat ia sedang bersama dengan kakaknya.           “Jadi Qistina pacarmu Abiyyu? Aku tidak percaya. Karena saat kelas satu dulu tidak ada seorangpun yang berani dengan kakaknya.” Sari bertahan dengan mengatakan tidak percaya.           “Aku sudah minta ijin dengan kakak Q, dia setuju. Makanya kami sering terlihat berjalan bersama kemana-mana. Apa kamu tidak pernah mendengar tentang itu juga sekarang?”           Q mengangkat alis matanya memandang Abiyyu karena penjelasannya, mencoba menutupi keterkejutannya. Tetapi tidak luput dari perhatian Sari.           “Qistina terkejut. Pasti kamu bohong.”           “Tidak. Buat apa aku bohong.” Abiyyu berputar menghadap Q dan tersenyum manis dan bertanya lembuat kepada Q. “Naik apa tadi?”           “Diantar Kakak pakai motor. Jadi pulang nanti, antar sampai rumah ya..!” kata Q mengultimatum Abiyyu.           “Iya..kakakmu juga udah tau. Sebelum ke sini tadi aku sudah bilang ke kakakmu.”           “Pantesan sikap kakak tadi sedikit menyeblin, meledek mulu di jalan. Biasanya serius, ini malahan...ops...” Q melirik Sari dan kembali memandang Abiyyu sambil menutup mulutnya sebelum tersenyum merasa malu. Yang ditanggapi Abiyyu dengan senyum puas dan dengusan tidak sabar dari Sari dan berlalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.           Mereka berdua menatap Sari yang berlalu meninggalkan mereka, setelah Sari tidak nampak lagi Q mulai penasaran tentang perkataan Abiyyu mengenai kakaknya.           “Kapan kamu bicara sama Kak Adlard?”           “Yang mana. Soalnya saya sering bicara sama kakakmu.”           “Sering? Kapan? Kak Lard kan kuliah di Bogor, memang sekarang lagi libur karena itu pulang.” Banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh Q yang memenuhi benaknya.           “Sebelum aku pindah kemari, saat liburan saya pernah kemari dan bertemu kakakmu di lapangan basket. Kami bermain bersama terus terjadi perbincangan dan dekat.”           “Kapan kamu bicara soal aku, sama Kak Lard?”           “Oh...sebelum dia pergi ke Bogor. Dia titip jaga kamu.”           “Saat pertama masuk kelas dulu. Kamu sudah tahu saya?”           “Iya...kebetulan orang tua kita teman lama. Sebelum aku masuk sekolah pernah ke rumahmu, tetapi kamu lagi keluar jadi tidak ketemu. Tetapi fotomu banyak menghiasi dinding, ya...tidak susah untuk mengenalimu. Tetapi sedikit berbeda di foto sama aslinya.”           “Apanya yang beda?”           “Ayo...tiketnya sudah aku beli. Kita masuk jam 14.15.” Abiyyu berdiri sambil menggenggam tangan Q, tidak mau menjawab pertanyaan Q.           Q yang tidak terbiasa di pegang tangannya dengan cowok berusaha menarik tangannya. Tetapi ditahan Abiyyu dan berbicara dengan berbisik. “Sari pasti masih ada disekitar mall ini. Untuk lebih menyakinkan bersikap wajar orang pacaran kenapa?”           Bukannya menurut Q menyikut Abiyyu yang membuatnya terkejut, tetapi tetap menggenggam tangan Q. “Orang pacaran tidak mesti pegangan tangan. Lepasin!” Q mendesiskan kata-kata tersebut. Mereka berdua dari jauh terlihat seperti bermain, yang menunjukkan bahwa mereka akrab.           Abiyyu melepaskan tangan Q sebagai gantinya ia sedikit menyentuh punggung Q seakan melindunginya. Q yang terbiasa berjalan dengan kakaknya Adlard tidak terlalu protes, karena sikap tersebut masih bisa dianggapnya wajar. Mereka memasuki bioskop bertepatan dengan pemberitahuan bahwa studio film yang akan mereka tonton sudah dibuka.           “Mau beli minuman ga?”           “Iya...aku java tea.”           “Popcorn?”           “Boleh juga.”           Abiyyu memesan minuman dan makanan yang minta diantarkan ke tempat duduk mereka di dalam. Mereka berdua masuk. Mereka menonton sambil menikmati makanan dan minuman. Pukul 16.25 mereka keluar studio, sebelum pulang mereka mencari mushola untuk ashar. Setelah ribut kecil masalah pegangan tangan, mereka sibuk berbicara mengenai film yang mereka tonton sambil tertawa. Dari kejauhan Sari mengamati mereka dengan muka cemburu, apalagi saat Q dibonceng oleh Abiyyu pulang.           Keesokan harinya saat Q keluar rumah untuk berangkat sekolah ia menemukan Abiyyu didepan rumahnya menunggu dengan sepeda yang biasa ia bawa ke sekolah.           “Ada apa pagi-pagi kemari?”           “Jemput kamu. Kita pergi sekolah bareng, biar menyakinkan begitu. Sari pasti masih memastikan kebenarannya.” Saat itu pintu rumah terbuka dan Ummi Q keluar. “Pagi tante. Saya jemput Q, mau berangkat sekolah bareng.” Abiyyu tersenyum memberi tahunya.           “Iya..hati-hati di jalannya. Tante titip Q ya!”           “Apaan sih Mi. Q kan biasa pergi sekolah sendiri. kenapa sekarang pakai titip-titip segala sih.”           “Sudah.... jangan cemberut begitu buruan pergi. Nanti terlambat.”           “Ayo..” Abiyyu memberi isyarat kepada Q untuk naik ke belakangnya. Q naik dibelakang Abiyyu dan berpegangan dengan ransel yang berada dipunggung Abiyyu.           “Q berangkat Ummi. Assalamu’alaikum...”           “Kami berangkat tante. Assalamu’alaikum..”           Di jalan, Abiyyu merasa sedikit tarikan dipundaknya yang membuat ia tidak nyaman mengendari sepeda.           “Q, bisa berpegangan di pundak ga? Bawa sepedanya sedikit ga nyaman nih.”           Q menurut pergegangan di pundaknya Abiyyu dengan meletakan tangan di atas tali ranselnya.           “Bisa agak lebih mesra ga Q?” Abiyyu senyum-senyum yang tahu bahwa penyataan itu akan membuat Q kesal. Dan benar saja sebuah pukulan mendarat dipundaknya dengan cukup keras.           “Apa senyum-senyum.”           “Tidak...” Abiyyu menahan tawa karena senang menggoda Q. Tetapi sisa dari perjalanan mereka berdiskusi tentang pelajaran dan basket. Saat sampai di sekolah, mereka berbarengan dengan Adrian dan Frans serta banyak anak sekolah yang lainnya di parkiran sepeda sekolah. Adrian yang memang senang usil dan tahu perasaan Abiyyu memberikan komentar.           “Sepertinya Pasangan Basket ada kemajuan nih.”           Mendengar itu Q berang “Apaan sih Adrian. Ja...” ucapan Q terpotong dengan rangkulan di pundak yang dilakukan oleh Abiyyu yang sudah memarkirkan sepedanya. Kemudian berbisik ditelinga Q. “Sari melihat dari depan kelasnya. Pasang senyum dong.” Q memutar kepala untuk melihat apa yang dimaksud dengan Abiyyu. Dan tentu saja Sari berdiri di tempat yang Abiyyu katakan dengan muka cemburu.             Q senyum manis dengan terpaksa kepada Adrian dan berbisik keras “Sekali lagi lo ngomong seperti itu di depan aku. Gue pukul lo.”

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD