6. See you when I see you

1784 Words
Nara mengecek sekali lagi suhu badan Reagan begitu pria itu selesai mandi. Badannya terasa sangat segar sekarang. Reagan bahkan bangun lebih awal tadi hanya untuk mencuci piring dan beres-beres. "Aku udah sehat, Nar," kata Reagan "Tetep aja harus dipastikan lagi" omel Nara. Reagan tertawa kecil, entah kenapa dia merasa Nara baru kali ini bersikap sehangat ini kepadanya. Titt... titt... titt... bunyi termoter itu. Reagan menarik alat itu dari mulutnya kemudian menunjukkannya pada Nara. Angka 35,3 di termometer itu cukup membuat Nara bernapas lega. Nara tersenyum senang. Reagan kemudian berdiri dan mencium pipinya kilat. "Ayo berangkat sekarang, nanti kita kesorean pulangnya," ajak Reagan yang kemudian pergi meninggalkan Nara yang terpaku sebentar kemudian mengekor Reagan. *** "Kamu lapar gak?" tanya Reagan pada Nara. Gadis itu mengangguk. Dia baru bangun pukul 10, tentu saja dia kelaparan sekarang. Reagan tidak membangunkannya untuk sarapan dengan alasan dia sudah membangunkan Nara tapi Nara tidak bangun. "Oke, gimana kalau kita makan kwetiau seafood?" tawar Reagan yang di ikuti anggukan bersemangat Nara. Jadi Reagan membawa Nara ke salah satu restoran makanan cina favoritnya. Setelah mendapatkan tempat duduk, keduanya langsung memesan menu. "Jadi kwetiau seafoodnya dua, minumnya es teh semua ya. Mohon di tunggu ya kak," kata pelayan sambil mencatat pesanan Reagan dan Nara. Dia kemudian kembali ke dapur. "Ah... aku hampir lupa" Nara merogoh ponselnya yang sudah beberapa hari ia matikan. selain memang karena menghindari telepon pekerjaan juga memang karena di pulau tidak ada signal ponsel. Handphone Nara tidak berhenti bergetar begitu benda itu dihidupkan. Nara menunggu beberapa saat sampai HP-nya berhenti bergetar. Dia mengecek satu per satu pesannya, ada yang berasal dari beberapa juniornya, teman kantor, Daniel dan salah satunya adalah dari atasannya. (Segera telepon saya, ini urgent). Nara memandang pesan itu, menghela nafasnya mencoba memutuskan apakah dia harus menghubungi bosnya atau tidak. Tiba-tiba saja caller ID bos-nya muncul di layar ponselnya. Refleks Nara langsung mengangkatnya. "Halo" sapa Nara "Nara ... saya tahu kamu lagi liburan, tapi saya butuh kamu secepatnya di kantor" suara bosnya terdengar panik dan tergesa. "Gimana pak?" tanya Nara "Kamu ingat proyek dengan Rumah sakit Medical Care?" "Rumah sakit Medical care? Iya, bukannya proyek kita gak jadi, pak?" tanya Nara lagi. "Mereka tiba-tiba berubah pikiran dan minta kita untuk meng-handle. Mereka mau meeting sama kita dalam minggu ini. Dan hanya kamu yang mereka mau. Tolong saya, Nara." Suaranya terdengar penuh harap. "Tapi kan saya masih cuti, pak." "Begini saja, sebagai gantinya kamu bisa ambil cuti lagi tahun ini," kata bosnya lagi. Nara berpikir sejenak. Tawaran yang tentu saja menggiurkan. "Oke pak, bisa. Tapi saya baru bisa balik kerja lusa." "Besok, Nar. Saya butuh kamu besok," kata Bos-nya lagi sebelum mengakhiri telpon mereka. Nara meletakan ponselnya di meja. Wajahnya terlihat berpikir. "Kamu tahu Rumah sakit Medical Care?" tanya Reagan yang sedari tadi diam. Nara menangguk. "Siapa yang gak tahu rumah sakit itu. Rumah sakit swasta no satu di negara ini. Mereka dulu hampir deal sama perusahaan aku tapi gak jadi. Ternyata sekarang mereka butuh," jelas Nara Reagan mengangguk. Nara ingin bertanya lagi tapi makanan mereka sudah keburu disajikan. Tiba-tiba saja dia lupa akan menanyakan apa karena lapar di perutnya sudah mengambil alih perhatiannya. *** Nara sangat menikmati makanannya, benar-benar enak. Dia memegangi perutnya yang sedikit membuncit karena kekenyangan. "Kamu kayaknya berbakat jadi food-reviewer deh. Semua makanan yang kamu rekomendasi enak," puji Nara Reagan tersenyum mendengar pujian Nara. "Ya, kalau aku udah gak laku lagi jadi Interior desainer," kata Reagan membuat Nara tertawa. Reagan mengeluarkan benda dari sakunya. Handphone yang sudah ia matikan 5 bulan ini. Dia memandang benda itu dengan gamang, mempertimbangkan apakah ia harus menyalakan ponselnya atau tidak. Nara yang sedang memperhatikan laut kemudian melihat Reagan yang tengah menatap ponselnya. "Gak kamu nyalain?" tanya Nara Reagan tersenyum, "Belum tahu." "Sini." Nara merebut ponsel Reagan dan kemudian menyalakan benda itu. Sama seperti punya Nara, ponsel ini terus bergetar setelah di aktifkan. (Masih gak mau kabarin mama?) Sebuah pesan chat terbaca oleh Nara. Dia kemudian mencoba melarikan pandangannya ke arah yang lain. Reagan merebut ponsel itu. Lelaki itu memperhatikan ponselnya dengan wajah datar. Tidak ada emosi yang terbaca. Nara masih memandang Reagan. Reagan kemudian meletakan ponselnya kembali. Reagan memandang Nara mendapati gadis itu tengah melihatnya, membuat Reagan salah tingkah. "Kita foto yuk," ajak Nara sambil mengambil ponsel Reagan. Nara membuka applikasi kamera. Dia mengangkat tangannya untuk dapat mengambil fotonya dengan Reagan. "Bagus," puji Nara pada foto itu. "Yuk, kita belanja dulu. Takutnya kemalaman," ajak Reagan. Keduanya pun segera membayar makanan mereka kemudian berbelanja untuk kebutuhan para penghuni pulau. *** "Nar, kamu mau mandi duluan atau aku dulu? Aku gerah banget nih," tanya Reagan. Gadis itu tengah memasukkan barang-barangnya kembali kedalam kopernya. "Ah, kamu aja duluan. Aku masih lipat-lipat baju," jawab Nara. "Kamu udah beli tiket pesawatnya?" tanya Reagan lagi. "Hmm udah tadi, pake applikasi. Pesawatku jam sepuluh besok pagi," kata Nara. Reagan mengangguk dan masuk ke kamar mandi dengan gontai. Entah kenapa dia merasa kosong. Dia tidak rela melepaskan Nara pergi, dia ingin Nara ada di sini saja. Tapi Reagan tahu, harapannya tentu saja tidak akan pernah terkabul. Mungkin dengan mandi akan menyegarkan pikirannya. *** "Wah... pesta apa nih?" tanya Nara ketika dia melihat ada banyak lampu di halaman rumah Pak Amir. Semua penghuni pulau itu berkumpul di sana, Nara yang baru saja menyusul setelah mandi cukup terkejut melihat tempat pak Amir terlihat berbeda dari biasanya. "Kerjaannya Mas Reagan nih, Neng. Katanya pesta perpisahan buat Neng Nara," jelas Pak Amir. Nara melirik Reagan, sementara Reagan hanya menggaruk tengkuknya dan melarikan pandangannya ke arah lain. "Iya nih, saya harus balik karena kerjaan. Makasih ya Pak Amir, udah banyak bantu saya. Makasih Bu Ijah, makanannya enak-enak. Saya rasa berat badan saya naik deh," kata Nara. Bu Ijah tampak mengelap sedikit air matanya. "Udah ah, nanti saya nangis," potong Bu Ijah membuat yang lainnya tertawa. Nara kemudian ikut bergabung di meja makan bersama yang lainnya. Di meja makan terlihat banyak aneka seafood yang tentu saja segar. "Antee... Nanti kesini agi ya," kata Narwan setelah ia berdiri di samping Nara. Nara kemudian memeluk tubuh kecil Narwan dengan sayang. "Iya, kalau ada waktunya tante balik lagi kok, sa... Narwan," kata Nara sambil membelai lembut kepala anak itu. Nara hendak berkata sayang pada anak itu tapi entah kenapa dia tidak jadi mengatakannya. Kenapa? dia juga tidak tahu. "Ya udah, ayo makan-makan," kata Pak Amir mengawali acara makan malam mereka. *** "Wah, aku kenyang banget. Bu Ijah memang terbaik," puji Nara. Dia kemudian melemparkan tubuhnya di atas kursi. Nara memejamkan matanya sejenak. "Nar," panggil Reagan. "Hmm," jawab Nara masih dengan mata terpejam. "Nih ... souvenir," kata Reagan. Nara segera membuka matanya dan melihat ada sebuah kulit kerang kecil di tangan Reagan. "Apa nih?" tanya Nara. "Ini kulit kerang, aku ambil waktu pertama kali aku kesini. Aku pikir ini cantik," kata Reagan. "Ini memang cantik," kata Nara mengambil kulit kerang itu. Sebuah kulit kerang berwarna putih dengan corak garis berwarna merah. Nara tersenyum melihat hadiahnya. "Makasih," kata Nara kemudian melihat Reagan yang terlihat murung. "Kenapa?" tanya Nara. "Hmm?" "Kenapa mukanya murung gitu?" tanya Nara Reagan tersenyum kecut. Dia berulang kali menghela nafas panjang dan mengeluarkannya dengan gusar. "Salah gak kalau aku gak pengen kamu pergi?" tanya Reagan pada akhirnya. "Aku gak pergi, Reagan. Aku kembali ke kehidupanku," jawab Nara. "Dulu, kamu tahu gak kenapa aku gak datang waktu perpisahan sekolah?" tanya Reagan. Nara menggeleng. Dia juga tidak datang saat perpisahan sekolah. "Karena aku takut, aku takut aku bakalan nangis karena pisah sama kamu," aku Reagan. Nara meraih tangan Reagan. Membuat pria itu menoleh ke arah Nara. "Aku juga nangis waktu itu, parah malah nangisnya. Kita berdua cemen banget ya," kata Nara sambil tersenyum membuat Reagan juga ikut tersenyum. Nara kemudian menarik wajah Reagan agar mendekat ke arahnya. Sedetik kemudian bibir mereka sudah bertemu dan beradu. "Nar ..." Desah Reagan saat ciuman Nara turun ke leher pria itu. Reagan bergerak cepat. Dia mengangkat tubuh Nara dan membawanya ke kamar. Dia segera meletakkan tubuh Nara ke kasur dan kemudian membuka bajunya. Kemudian mencium Nara lagi. Tangan Nara bermain di rambut dan di punggung Reagan. Waktu berikutnya hanya ada Reagan dan Nara yang saling mendesahkan nama masing-masing. *** "Kamu bakalan langsung kerja besok?" tanya Reagan pada Nara yang sedang berada di dadaanya. Keduanya sama-sama tidak berbusana dan hanya di tutupi selimut. "Hmm," Jawab Nara sambil mengangguk. "Kamu beneran gak mau pacaran sama aku, Nar?" tanya Reagan lagi. Nara mengangguk. "Mendingan gini aja kan. Pacaran entar kita berantem, trus putus. Jadi canggung bahkan bisa berubah jadi musuh," jelas Nara. Reagan hanya diam. Nara mengambil ponselnya dan kemudian memotret Reagan yang sedang berbaring di sampingnya. Pria itu tampak sangat hot dengan posenya yang menjadikan tangannya sebagai bantal dengan tubuh telanjang dan lengannya yang berotot. "Hei, curang. Masa cuma kamu yang punya foto," protes Reagan tidak mau kalah. Dia kemudian meraih ponselnya dan mengarahkannya ke arah Nara. Nara segera menelungkupkan badannya. "Hei curang!" protes Reagan. Nara akhirnya membuka sedikit wajahnya. Reagan buru-buru memotret wanita itu yang terlihat seksi karena lengannya yang terbuka dengan rambut terurai dan wajah polosnya. "Cantik," kata Reagan. "Mana aku lihat," Nara mencoba meraih ponsel Reagan tapi tangan lelaki itu lebih panjang sehingga dia tidak bisa meraihnya. Reagan malah melihat itu sebagai kesempatan. Dia segera melempar ponselnya dan menangkap Nara dan menaikkan wanita itu ke atas tubuhnya. Nara terkejut tapi kemudian wanita itu tersenyum nakal saat merasakan sebuah benda keras mengenai pinggulnya. "Aku masih punya banyak stok kondom kalau kamu mau," kata Reagan sebelum kembali mencumbu gadis itu dan melakukan permainan malam mereka. *** Reagan membantu Nara mengeluarkan kopernya dari mobil. "Ini udah semua?" Untuk ke sekian kalinya Reagan bertanya memastikan tidak ada barang Nara yang ketinggalan. "Udah semua," jawab Nara. "Aku udah harus masuk nih, udah mau boarding," kata Nara lagi. "Siapa suruh telat bangun," kata Reagan. "Siapa yang gak ngebolehin aku tidur sampai jam 3 pagi?" Nara melotot. Reagan tersenyum mengingat bagaimana dia begitu menikmati permainan panasnya dengan Nara dan tidak membiarkan Nara istirahat untuk waktu yang lama. "Iya,Iya, maaf," kata Reagan, Nara tersenyum. "Titip salam buat semuanya, terutama Narwan. Jangan lupa beliin dia coklat ya," kata Nara mengingat anak itu merengek tidak mau melepas pelukannya dari Nara saat mereka akan berpisah di dermaga. Reagan tersenyum, "Oke." Jari jempolnya terangkat. Reagan kemudian menarik Nara ke pelukannya. Mencoba meresapi setiap hangat tubuh Nara yang tidak tahu kapan lagi akan di temuinya. "Kabarin kalau kamu mau ketemu ya," kata Nara dalam pelukan Reagan. Reagan menunduk mencium puncak kepala Nara lagi sebelum melepaskan pelukan mereka. "Ya udah, masuk sana," kata Reagan. "Reagan," panggil Nara "Apa?" "Kamu lupa ini?" kata Nara sambil mengusap bibir bawahnya menggunakan jempol. Reagan tersenyum dan kemudian mencium bibir Nara. Bibir dengan aroma stroberi favorit Reagan. "See you when I see you, Nar" kata Reagan sambil melambai pada Nara yang berjalan meninggalkan Reagan dan masuk ke dalam bandara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD