Part 2

1661 Words
Audrey memasuki rumahnya yang terlihat sepi. Baginya rumah itu memang akan selalu sepi setiap kali ia pulang. Suasana yang seperti itu sudah biasa sekali, kedua orang tuanya orang sibuk--ralat super sibuk. Bahkan, jangan kan untuk pulang, bertanya kabarnya saja tidak pernah boro boro pulang, wajar bila akhirnya ia terbiasa jika harus pulang dalam keadaan rumah yang sangat sepi seperti sekarang "Ehh.. non Audrey sudah pulang toh, mari non makan dulu, udah bibi siapin makanan kesukaan non di meja makan." Bi ijah tersenyum lebar menyambut Audrey Bi ijah itu sudah Audrey anggap seperti ibu sendiri. Dari kecil sampai sekarang rasanya Audret hanya punya bi ijah yang selalu ada menemani dan merawatnya hingga sebesar itu. Mamahnya tidak akan pernah punya waktu mengurusnya. Wajar, mamah orang sibuk, Audrey akan selalu jadi orang yang mengerti itu "Mamah sama papah pasti pergi lagi ya bi?" Bodohnya Audrey malah bertanya pertanyaan yang dirinya sendiri sudah tahu apa jawabannya, meski sudah terbiasa hidup dengan keadaan seperti itu Audrey tetap seorang anak yang masih mempunyai orang tua. Ia hanya seorang remaja berumur 18 tahun yang masih ingin di perhatikan, perasaan sedih akan hal itu tidak dapat ia bohongi setiap kali tahu kedua orang tuanya lagi lagi tidak ada dirumah "Tadi ibu sama bapak pulang sebentar non, habis itu langsung pergi lagi. Ibu bilang kalo non sudah pulang katanya uang untuk non sudah ditransfer sama bapak. Non bisa belanja apa saja yang membuat non senang." Bi ijah menatap dengan jelas anak majikannya yang kelihatan sedih mendengar penjelasan darinya "Kenapa mereka gak nungguin Audrey pulang dulu bi?" Lirih Audrey kemudian "Maaf non, gak sempat kata bapak." Bi ijah benar benar merasakan sakit di hatinya. Audrey hidup dengan uang yang tidak pernah kekurangan, rumah mewah, mobil mewah, barang yang selalu bisa terbeli, tetapi mengapa rasanya selama 18 tahun ia hidup hanya terasa hampa dan kosong Audrey menghela napas lelah, pandangannya menunduk ke bawah "Papah tau gak si bi kalau Audrey tuh gak pernah butuh uangnya. Audrey cuma butuh kasih sayang mereka." "Non sabar ya, ganti baju dulu yuk non habis itu non makan, kalau non gak makan nanti non sakit." Bi ijah benar benar merasa sedih sekali melihat gadis di depannya tertunduk seperti itu "Eemm Audrey mau pergi sebentar ya bi." Sekejap saja Audrey sudah berlari keluar, yang ia ingin hanya agar bi ijah tidak melihat kesedihannya saat itu, yang ia ingin melampiaskan rasa sakitnya sendiri tanpa di lihat orang terdekat, yang ia ingin hanya orang tuanya tahu bahwa ia disini 'sendirian' Audrey hanya tidak ingin terlihat lemah oleh orang lain, sungguh ia tidak mau membuat orang lain yang melihatnya dengan tatapan kasihan. Sikapnya yang selama ini suka bikin masalah di sekolah semata mata ia lakukan hanya untuk menarik perhatian kedua orang tuanya, hanya itu. Bukan berniat menjadi sok jagoan. Berharap dengan ia membuat masalah kedua orang tua nya akan dipanggil oleh pihak sekolah, namun selalu gagal Orang tuanya tidak akan punya waktu barang hanya sekedar memenuhi panggilan dari sekolah, pasti ada saja alasan keduanya tidak bisa hadir atau terkadang bi ijahlah yang datang memenuhi panggilan tersebut. Audrey bukannya malu bi ijah datang ke sekolah, tetapi yang ia ingini sebenarnya hanyra sedikit perhatian orang tuanya agar bisa melihat perkembangannya disini bukan disana 30 menit berlalu Audrey masih saja menangis di dalam mobil, ia bahkan tidak berniat mengurangi laju kecepatan mobilnya. Dirinya bahkan tidak tahu ingin pergi kemana dengan keadaan yang sangat kacau. Audrey kecewa sekali, benar benar kecewa bahkan sampai ia berpikir kenapa ia harus lahir jika pada akhirnya menjadi anak yang tidak di perdulikan Kedua orang tuanya selalu saja memanjakannya dengan uang, uang, dan uang, sedang kasih sayang dari keduanya tidak pernah sedikitpun ia rasakan, alasan sibuk selalu menjadi topik pertama dalam pembicaraan mereka ketika Audrey bertanya mengapa tidak pulang Tiba tiba Audrey merasakan pening di kepalanya, sekejap saja lampu merah yang ingin ia lewati dengan kecepatan penuh berubah cepat menjadi hijau, Audrey tidak tahu apa yang tangan dan kakinya lakukan hingga akhirnya berhasil menginjak rem mobilnya dengan-- BRUK.. Mobilnya menabrak belakang mobil yang ada di depannya, sekarang mobil itu menjadi tampak lecet parah pada bagian belakangnya. s**t! "Arrghh!" Memukul keras stir mobilnya Audrey menjatuhkan kepalanya disana membuang nafas berkali kali sambil mengumpulkan keberanian. Perlahan Audrey keluar dengan penampilan yang acak acakan menuju mobil yang di tabraknya barusan. Mau tidak mau Audrey harus meminta maaf, itu salahnya Audrey harus bertanggung jawab langsung "Maaf Mas maaf banget saya tidak sengaja.. saya mohon maaf. Mas tidak papa kan?" Tanya Audrey memastikan keadaan cowok di depannya baik baik saja astaga ganteng banget' "Ceroboh." "Hah? Eh--Mas beneran tidak papa kan? Tidak ada yang luka kan? Atau kaki Mas kejepit?" Tanya Audrey bertubi tubi. Audrey tidak bohong ia khawatir sekali dengan keadaan cowok yang baru di temuinya itu. Bukan apa apa, Audrey hanya takut mengganti rugi dengan jumlah semakin besar jika sampai pemiliknya juga ikutan lecet "Bawel!" Audrey mulai kesal, cowok di depannya ternyata sombong sekali mentang mentang tampan. Aurey tarik kembali perkataannya yang sempat mengagumi cowok angkuh itu "Eh..tunggu dulu! Gue mau minta maaf sama lo! Maaf ya, gue bener bener gak sengaja barusan!" Audrey mengejar cowok yang pergi meninggalkannya begitu saja "Ini bukan jalanan milik lo! Lain kali jangan balapan dijalan." Setelah berucap dengan dingin cowok itu malah pergi melajukan mobilnya meninggalkan Audrey yang masih terkejut "Dasar cowok kurang ajar! Awas lo kalo ketemu gue lagi. Gue goreng kayak ikan mujaer lo!" Audrey berteriak kesal, matanya menajam memperhatikan mobil cowok itu yang melaju dengan kencang "Amit amit gak mau gue ketemu dia lagi." Audrey berbalik masuk ke mobilnya, hingga akhirnya gadis itu menyadari jalanan di belakangnya sekarang sudah berubah macet akibat ulahnya sendiri Audrey masuk dengan cepat ke mobilnya, mobilnya melaju dengan kecepatan normal menuju tempat dimana ia ingin menghilangkan semua perasaan yang mengganggunya *** Seorang cowok keluar dari sebuah bandara mencari sopir yang tadi di kirimkan ayah untuk menjemputnya. Ayah nya tadi sudah mengatakan sopir keluarganya sudah menunggu di luar dari 20 menit yang lalu. Sebenarnya ia merasa itu tidak perlu, disini banyak taksi tidak jadi masalah jika ia pulang dengan taksi Cowok itu risih sekali bisik bisik dan tatapan para wanita wanita disana yang menatapnya seolah ia adalah santapan mereka Cowok dengan pemilik nama Alvin Julian Addison itu berjalan cepat menghindari kerumunan, ia menengok kesana kemari mencari keberadaan sopirnya, Alvin baru bisa bernafas lega ketika menangkap sopir yang tadi sudah di katakan ayahnya berada di depan pintu kedatangan "Pak saya bawa mobil sendiri aja ya." Alvin tersenyum sekilas, dengan sopan ia menyerahkan beberapa lembar uang untuk sopir nya pulang menggunakan taksi atau ojek "Oh silahkan den Alvin. Sini biar bapak saja yang membawakan barang barang den Alvin ke bagasi." Alvin baru ingin menolak, hingga tiba tiba bapak Soleh--sopirnya mengangkut barang barang ke bagasi mobil Setelah memastikan pak Soleh pulang dengan aman menggunakan ojek Alvin mulai meninggalkan area Bandara menuju rumahnya Kali ini Alvin berniat ingin melihat keadaan kota Jakarta yang sudah sangat lama ia tinggalkan semenjak 5 tahun yang lalu. Tidak ada yang berubah pada kota itu. Mungkin yang berubah hanya seseorang yang dulunya ada disana kini sudah pergi meninggalkannya. Ya, mungkin hanya itu yang berubah. Ingin menyesali seperti apapun waktu tidak akan pernah membuat orang itu kembali lagi padanya Orang itu menjadi alasan kuat untuk Alvin meninggalkan kota ini dan lebih memilih tinggal di London selama lima tahun. Kadang sesekali Alvin memang akan berkunjung kesini dengan niat menemui kedua orang tuanya meski hanya sebentar, setelahnya Alvin akan kembali lagi ke London tempat dimana dia melanjutkan masa SMP nya kala itu Baru kali ini rasanya Alvin benar benar bisa merasakan suasana kota Jakarta yang akan ia tinggali selama bersekolah sebagai murid SMA. Sulit sekali rasanya untuknya kemarin memutuskan kembali menetap disini, Alvin harus bisa berbesar hati menerima paksaan kedua orang tuanya untuk kembali disini. Alvin tidak ingin membuat bunda dan ayah nya terus menanyakan kapan ia 'kembali' sudah seharusnya Alvin mulai memperbaiki hidupnya kembali Drrt.. Drtt.. "Halo?" Alvin baru mengangkat telepon temannya setelah panggilan ke tiga disaat lampu hijau disana berubah merah "...." "Hhmm," "...." "Udah sampai." "...." "Sekolah ditempat lo lah." BRUK Alvin menoleh cepat, mobilnya di tabrak kencang dari arah belakang hingga hampir saja membuat tubuhnya terguncang keras, beruntung Alvin memakai sabuk pengaman sendainya tidak entah akan cidera di bagian mana tubuhnya barusan Baru saja Alvin berjalan ingin menengok bagian belakang mobilnya datang seorang cewek yang dengan keadaan acak acakan menghampirinya, raut wajah cewek itu benar benar panik dan takut Menoleh Alvin dapat melihat jelas cewek hadapannya itu yang masih menggunakan seragam sekolah, parahnya keadaan cewek itu lebih mirip terlihat seperti habis tawuran dari pada sehabis pulang sekolah, benar benar acak acakan "Maaf Mas maaf banget saya tidak sengaja, saya mohon maaf, Mas tidak papa kan?" Cewek itu memperhatikan keadaanya dengan wajah tegang Cantik Kata itu yang sekarang ada dipikiran Alvin. Cewek dihadapannya itu benar benar cantik, Alvin tidak bohong. Meski keadaan tampak acak acakan dengan mata sedikit sembab karena terlihat habis menangis pesona cewek itu tidak dapat di bohongi Namun wajah cewek itu benar benar tidak berarti apa apa untuk Alvin yang sudah terlanjur kesal. Cewek itu sudah menabrak mobilnya yang mungkin sekarang keadaanya lecet parah. Apa tadi dia pikir jalanan adalah tempat untuk balapan? Yang benar saja "Ceroboh." Alvin berucap dingin menatap cewek di depannya yang tampak terkejut jawabannya barusan "Hah? Eh--Mas beneran tidak papa kan? Tidak ada yang luka kan? Atau kaki Mas kejepit? " Alvin mengangkat acuh bahunya "Bawel!" Rasanya sia sia saja Alvin berdebat dengan cewek itu, membuang buang waktunya saja yang sekarang sudah di tunggu kedua temannya di cafe "Eh..tunggu dulu! Gue mau minta maaf sama lo! Maaf ya, gue bener bener gak sengaja barusan!" Cewek itu masih belum berhenti dan masih terus mengejarnya "Ini bukan jalanan milik lo! Lain kali jangan balapan dijalan." Setelahnya Alvin berlalu melajukan mobilnya meninggalkan cewek yang masih terkejut itu mendengar jawabannya barusan "Dasar cowok kurang ajar! Awas lo kalo ketemu gue lagi. Gue goreng kayak ikan mujaer lo!" Cewek itu masih sempat berteriak kencang di belakang sana menarik Alvin tersenyum penuh arti memperhatikan cewek itu dari kaca mobilnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD