4. Perubahan Rencana

1268 Words
Lucia melenguh, kepalanya menoleh kebelakang dengan kesulitan karena tubuhnya yang terikat. Kedua lengannya tertindih di bawah tubuhnya, sementara kedua kakinya terpentang lebar. “Memohon lah, Baby.” Tomas menggoda. Jemari pria itu meremas pinggul Lucia dan mengerakkannya melawan kejantanannya yang kini terselip diantara tubuh wanita itu. “Tomas… lakukan lagi, kumohon….” Wanita itu merengek. Nafasnya pendek dan cepat. Terengah-engah. Tomas menamparkan telapak tangan lebarnya sekali lagi, menarik lebih banyak jeritan dari bibir istrinya. Lucia bisa merasakan tubuhnya merespons. Rasa panas dari tamparan tangan Tomas membuat tubuhnya semakin basah. Ia bisa merasakan kejantanan Tomas yang menyelinap keluar dan masuk dari celahnya dan menggiringnya menuju ke tepian. Ia bisa merasakan kewanitaannya mulai berdenyut, meremas tubuh Tomas yang ada didalamnya. Pria itu kemudian menurunkan tubuhnya ke bawah, mengurung tubuh Lucia diantara kedua lengannya yang kekar dan meraih leher wanita itu. Dengan satu tangan Tomas meremas tengkuk Lucia, pelan. Mulut pria itu melumat daun telinga Lucia sambil membisikkan ucapan-ucapan cinta pada istrinya. Bisa di rasakannya erangan dari bibir wanita itu, bersamaan dengan mengejangnya tubuh Lucia yang tertindih di bawahnya. Lucia menggeliat. Ia berusaha merapatkan kakinya. Tapi rantai yang mengikat pergelangan tangannya menahan kedua pahanya agar tetap terbelah. Tidak memiliki tempat berlindung, wanita itu menjerit sekuat tenaga sambil meremas kain sprei yang ada di bawahnya. “Oh, Fck! Toommm!” Suara serak Lucia, ditambah dengan himpitan yang terasa meremas tidak beraturan, menggiring Tomas untuk mengikuti. Tak lama, pria itu pun akhirnya mengerang dan melepaskan benihnya ke dalam tubuh istrinya. Dengan nafas yang masih berat, Tomas menggulingkan badan kekarnya ke samping. Pandangannya menoleh mengamati istrinya yang masih terikat erat diatas ranjang, dengan paha masih terbuka lebar, rantai tergantung ke lehernya. Wanita itu menoleh, dan dengan wajah kemerahan dan nafas terengah-enagah, ia berucap, “Bisakah kau melepaskanku, Baby? Aku sudah tidak muda lagi. Posisi begini membuat punggungku kesakitan.” Tomas tergelak dan menarik tubuhnya berdiri. Satu persatu dilepaskannya ikatan dan borgol yang mengikat istrinya. Ia kemudian meraih tissue dari sisi ranjang, dan membersihkan tubuh istrinya yang masih belepotan oleh sisa-sisa permainan mereka. Setelah bersih, ia menunduk dan mengecup ujung bibir bawah istrinya yang tercukup bersih tanpa sehelai bulu dan mulai merayap ke atas. Menciumi perut rata wanita itu, hingga menemukan benda kesayangannya yang kenyal. Bibirnya menghisap pelan ujung da-da Lucia, memainkan lidahnya sejenak, sebelum kemudian berlalu ke leher wanita itu dan berakhir di bibirnya yang lembut. “Aku mencintaimu, Red. Aku berjanji, tidak akan kubiarkan apapun terjadi pada keluargaku. Padamu. Dan pada Missy. Kalian berdua adalah segalanya. Aku tidak akan bisa hidup tanpa salah satu dari kalian.” *** Shinichi menolehkan kepalanya ke belakang, menatap wajah gadis yang tertidur dengan bibir terbuka lebar. Benar-benar tidak sadar akan bahaya yang sedang mengancamnya. Muda. Manja. Penuh dengan harapan dan masa depan. Penuh dengan keriangan dan keangkuhan. Tapi sekilas, ia juga melihat teman lamanya. Nicole Salazar. Gadis tanpa rasa takut. Gadis gegabah yang melakukan apapun dengan sesuka hatinya tanpa memikirkan konsekuensinya. Gadis yang selalu ada dalam benaknya walaupun mereka sudah lama berpisah. Gadis yang kini ada di bawah perlindungannya. Tidak bisa disentuhnya. Tapi sepenuhnya miliknya. Tidak. Shinichi mengingatkan dirinya. Ia disitu bukan untuk reuni. Bukan untuk menjadi teman gadis itu. Ia tidak boleh lengah. Harus selalu waspada. Karena ini adalah sebuah pekerjaan baginya. Fokusnya ada pada gadis yang kini terlelap di belakangnya. Anak tunggal dari pasangan mafia ternama Salazar. Putri kesayangan dari teman baik mendiang ayahnya. Gadis impulsif menyebalkan yang kini harus dijaganya. Entah sampai kapan. Sialan! Ini akan menjadi hari-hari terpanjang dalam hidupnya. Shinichi mengumpat dalam hati. Sejak berpisah 11 tahun yang lalu, jujur, ia tidak pernah berhenti memikirkan tentang Nicole. Ia mencari tahu dan mempelajari segala hal tentang gadis itu. Mulai dari nama semua teman-teman dekat gadis itu, termasuk umur dan ulang tahun mereka, ia bahkan juga memiliki file tentang pemuda yang dikencani oleh Nicole saat ini. Jayden Lee. Menyedihkan, Shinichi tahu. Bahkan bisa dibilang ia cocok dengan sebutan penguntit social media milik Nicole. Dari sana ia tahu bahwa Jayden dan Nicole berpacaran hampir setahun. Ia juga tahu bahwa Jayden adalah anak dari keluarga seorang pengusaha kaya raya yang sering memamerkan kekayaannya di social media, sepatu, pakaian bermerk. Tipikal anak muda Metro. Ia ingat bagaimana kesalnya ia ketika menemukan foto Nicole dan Jayden yang sedang berciuman. Ia hampir melemparkan ponsel yang di pegangnya ketika itu. Ia tahu ia tidak seharusnya marah. Nicole bahkan mungkin tidak mengingat dirinya. Mereka masih anak-anak ketika berpisah. Tapi, sialan, betapa ia berharap mendapatkan kesempatan untuk menghancurkan hidung sempurna Jayden hanya karena berani menyentuh Nicole. Nicole menggumamkan sesuatu dalam tidurnya. Gadis itu sepertinya sedang bermimpi. Shinichi tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Nicole. Tapi ia bisa melihat desahan nafas Nicole yang menjadi lebih cepat. Gadis itu sepertinya terlihat ketakutan. Dada Shinichi teremas melihatnya. Ia menelan ludahnya keras menahan keinginannya untuk menghampiri dan memeluk tubuh gadis itu. Shinichi menolehkan wajahnya kembali ke depan. Tidak, bukan urusannya jika gadis itu bermimpi buruk. Ia disitu bukan untuk menina bobokan seorang putri. Ia tidak boleh membiarkan dirinya lengah oleh keinginan untuk menjadi lebih dari seorang bodyguard bagi gadis itu. Tidak boleh ada seorangpun yang sadar akan perasaannya pada Nicole. Termasuk Nicole. Ponsel yang ada di saku pemuda itu bergetar. Shinichi meraih ke dalam celananya dan menjawab. “Ya, Paman?” Pamannya, pria yang membesarkannya, Kiyoshi Goto ada ujung sambungan. “Jangan membawa Nicole kembali ke Jepang, Shin.” Shinichi langsung menegakkan punggungnya. Ia menoleh ke belakang mencari wajah Nicole yang masih terlelap pulas. “Apa maksud Paman?” Ia berbisik dengan suara rendah. “Ada yang membocorkan kedatangan Nicole ke Jepang.” Suara Kiyoshi terdengar gemetaran. “Apa? Siapa?” Shinichi menjawab dengan suaranya sendiri yang tersendat. Ia mengalihkan kembali wajahnya ke depan. Menatap deretan kursi yang kosong dari pesawat jet pribadi yang di kendarainya. “Aku tidak bisa menjelaskannya melalui telepon,” Kiyoshi berkata. “Aku akan menghubungimu sebentar lagi, tapi dengarkan aku baik-baik. Jangan sampai kau melepaskan Nicole dari pengawasanmu.” “Paman, apa yang sebenarnya terjadi?” “Aku akan menghubungimu sebentar lagi. Yang pasti penerbanganmu sudah dialihkan. Kau tidak lagi menuju ke Jepang.” Dengan itu, sambungan telepon terputus, meninggalkan Shinichi dengan ponsel di tangan dan wajah kebingungan. Ia menyelipkan kembali benda itu ke saku celananya dan kembali menoleh kebelakang. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang mengejar Nicole? Lebih penting lagi, siapa yang membocorkan tentang kepergian Nicole ke Jepang? Telepon di saku Shinichi kembali bergetar. Pemuda itu menjawab dengan cepat. “Ya?” “Dengar, Shin.” Suara Kiyoshi lagi. “Tidak ada yang bisa dipercaya selain dirimu sendiri. Kau mengerti? Kau harus membawa Nicole kabur, jangan katakan kemana, tidak termasuk kepadaku. Tidak ada cara lain.” Membawa Nicole kabur? Apa yang diucapkan pamannya? Shinichi sama sekali tidak paham maksud pria itu. “Apa?” Pemuda itu membisik ke arah ponsel. “Aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana kalau aku pulang dulu lalu kita bisa—” “Shin,” Kiyoshi memotong ucapan pemuda itu. “Kau harus melakukannya. Jepang sudah tidak aman bagi Nicole. Ia akan langsung menjadi incaran jika kemari. Kau harus membawanya pergi.” “Tapi kemana, Paman?” Shinichi bertanya, amarah mulai membakar dirinya membayangkan ada orang yang hendak melukai Nicole. “Pesawat akan mendarat di San Fransisco. Lalu kau bersembunyi. Jangan katakan pada siapapun dimana kau berada, tunggu hingga aku menghubungimu. Paman membuat rencana baru dengan orang tua Nicole. Nyawa gadis itu ada di tanganmu, jadi jaga ia baik-baik. Hubungi aku begitu kau sampai.” Sambungan kembali terputus meninggalkan banyak pertanyaan dalam benak Shinichi. Ia tidak tahu apa yang terjadi, atau apa yang menanti mereka begitu pesawat mendarat di San Fransisco. Tapi satu hal yang pasti. Ia tidak akan membiarkan apapun terjadi pada Nicole.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD