2. Harus Tanggung Jawab!

1621 Words
Bumi telah menghubungi call center 112 dan sebentar lagi ambulans akan datang. Kini dia membantu tenaga medis di perusahaan Pramana untuk mengeluarkan pengemudi yang adalah seorang perempuan dari mobil. Mereka harus berhati-hati agar tidak mencederai perempuan itu lebih banyak. Saat melihat sang pengemudi, Bumi merasa perempuan itu tidak asing. Tak lama, ambulans dan tim kepolisian tiba, semua segera diurus oleh mereka. Setelah perempuan itu dibawa ambulans, Bumi juga dimintai keterangan oleh pihak kepolisian, begitu pula dengan orang-orang sekitar yang melihat kejadian itu. Setelah beres, Bumi akhirnya bisa kembali ke kosan. Dia sudah mengingat siapa perempuan dalam mobil tersebut. Anak ketiga dari keluarga Pramana bernama Moza. Tentu dia tidak berniat mendekati perempuan yang terkenal kasar dan angkuh itu, tapi dia cukup kasihan karena setahunya sebentar lagi Moza akan menikah. Entah bagaimana keadaan gadis itu sekarang, semoga saja masih selamat dan tidak terluka parah. Selepas Sultan pulang kerja, dia langsung menghampiri kamar Bumi. Pria muda itu pun tidak segan menceritakan bahwa dirinya justru dipekerjakan menjadi office boy. Tentu Sultan begitu heboh ketika mengetahui Bumi malah menerimanya. "Kontrak tiga bulan di sana, aku hanya ingin mencoba hal baru," balas Bumi kemudian terkekeh melihat ekspresi Sultan yang tampak lebih frustrasi darinya. Sultan menghela napas panjang. "Aku tidak mengerti jalan pikiran orang terlalu cerdas." Kemarin dia berpikir Bumi adalah pria yang cerdas, tapi sekarang kenapa jadi terlihat bodoh. Ingin berkata seperti itu, dirinya tidak enak. Padahal dengan kualifikasinya, pria itu bisa mendapat pekerjaan jauh lebih baik dari office boy. Sementara di rumah sakit, Lara menunggui putrinya yang sedang menjalani operasi karena kecelakaan mobil. Air mata terus membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak memikirkan sang putri di dalam sana. Hubungannya dengan Moza memang tidak terlalu baik. Dulu, saat Moza kecil, emosi Lara tak stabil dan sering memukuli putrinya itu. Moza terus mengingat hal tersebut sampai saat ini hingga hubungan mereka menjadi tak layaknya ibu dan anak. *** Seminggu telah berlalu setelah terjadi kecelakaan. Moza termenung sendiri di kamar rawatnya dengan air mata yang terus membasahi pipinya. Apa salahnya? Kenapa saat dia sedang merasakan apa yang namanya bahagia, kebahagiaan itu direnggut dengan cepat. Bukan hanya itu, bahkan bagian tubuhnya kini tak bisa berfungsi bagaimana mestinya. Dia tidak jadi menikah dan kini dirinya lumpuh. Moza masih ingat tadi pagi Kelana datang, dia sudah sangat senang karena pria itu masih menyempatkan diri untuk menemaninya sebentar sebelum pergi ke kantor. Namun, apa yang pria itu katakan membuatnya patah hati. "Maaf Moza pernikahan kita harus dibatalkan. Orang tuaku tidak setuju dengan kondisimu." Di sini Moza bisa melihat jika cinta Kelana tak sebesar itu padanya sehingga tidak memperjuangkannya dan lebih memilih menyetujui keputusan orang tuanya. Padahal dia sangat mencintai pria itu. Dia selalu merasa Kelana adalah cahaya di kegelapan hidupnya. Dering pesan masuk terdengar dan Moza segera mengambil ponselnya yang berada di nakas samping ranjang pasien. Telapak tangannya gemetar ketika melihat foto yang dikirimkan sahabatnya bernama Vega. Vega melihat Kelana bersama Nancy—adiknya di butik gaun pengantin tempat mereka fitting seminggu lalu. Bahkan, Nancy menyesuaikan gaun pengantin. "Bukankah pernikahan dibatalkan, tapi kenapa ini—" Air mata gadis itu kembali tumpah ketika menebak sebenarnya apa yang terjadi. Dia kemudian tertawa di tengah tangisannya. "Moza!" Lara masuk ke kamar rawat itu, dia cemas melihat sang putri tertawa sambil menangis. Moza menoleh ke arah sang ibu yang terlihat cemas. Dia merasa miris. Apa dirinya harus terluka seperti ini dulu baru ibunya menunjukkan kekhawatirannya? Ini tidak akan mengubah pandangannya terhadap Lara yang dari kecil turut memberinya luka. "Apa Kelana akan menikah dengan Nancy?" tanya Moza sembari mengusap jejak air matanya. Lara mengepalkan telapak tangannya, dia juga merasa sakit hati. Dia pikir Kelana begitu mencintai putrinya, tapi ternyata dia tertipu dengan sikap pria itu. "Benar. Kamu jangan mengharapkannya lagi!" Moza beralih melihat ke arah jendela. Hatinya seperti terus ditusuk dengan pisau tajam. "Kenapa bisa-bisanya dia memilih menikahi Nancy?" "Itu karena kamu cacat!" sahut seorang wanita lain lebih muda dari Lara yang telah hadir di sana. Wanita itu Vahira mama dari Nancy dan kedua kakak Moza yang lain. Hanya Moza yang adalah anak dari Lara—istri kedua ayahnya. "Tutup mulutmu!" bentak Lara. "Itu fakta. Moza, harusnya kamu berterima kasih kepada Nancy mau menggantikanmu daripada dua keluarga rugi dan malu karena semua sudah disiapkan dan orang-orang telah tahu tentang pernikahan. Bahkan, undangan juga sudah selesai, untunglah belum disebar. Kami masih harus membuat undangan baru." "Terima kasih? Anak Tante merebut kekasihku dan pernikahanku, Tante menyuruhku berterima kasih!" seru Moza. "Rugi? Keluarga Pramana bahkan tidak membantu sedikit pun mengurus pernikahanku. Aku di sini yang dirugikan! Cepat kembalikan uangku! Aku tidak sudi uangku digunakan untuk menikahi anak Tante!" jerit Moza makin menjadi. Dia bahkan lebih bekerja keras dari Kelana menyiapkan pernikahan ini. Walau Kelana dan keluarganya lebih banyak mengeluarkan uang, tapi uang yang ia keluarkan juga tidak sedikit. Begitu pula dia tahu Lara mengirimkan uang untuknya diam-diam. Namun, semua direbut darinya. Moza melempar botol air mineral ke arah Vahira. Wanita itu segera berlari keluar dari kamar rawat itu. "Argh!" Moza berteriak dan menjambak rambutnya. Dia benar-benar tidak sanggup dengan semua ini. "Moza tenanglah!" Lara segera memeluk putrinya itu yang kini menjerit sambil menangis. Moza menarik infusnya hingga terlepas dari telapak tangannya. "Kenapa?! Kenapa?!" Lara bergegas memanggil perawat. Hatinya ikut sakit melihat putrinya seperti ini. Setelah sang putri tertidur karena obat penenang yang diberikan, Lara menghubungi Bram, suaminya untuk segera datang ke rumah sakit. Selepas menunggu setengah jam, pria itu muncul dengan wajah tak senang. "Bram, aku tidak mau tahu, kau harus bertanggung jawab akan kesedihan Moza dan kembalikan uang putriku yang dipakai dalam pernikahan itu, kalau tidak, aku akan membongkar tentang cerita masa lalu kita ke media sosial!" "Aku akan memikirkan caranya, tapi untuk uang tidak bisa dikembalikan, kau pikir biaya rumah sakit ini murah!" Bram sudah tidak mau keluar uang lagi untuk Moza. "Dasar pria licik!" seru Lara. Namun, dia akan tunggu bagaimana suaminya bertanggung jawab atas ini. *** Sudah seminggu Bumi bekerja menjadi office boy. Bisa dikatakan dia baik-baik saja. Hanya kadang risi dengan karyawan wanita yang sangat ramah padanya dan karyawan pria yang menatapnya penuh ketidaksukaan. Bukannya sombong, tapi Bumi menyadari ini karena ketampanannya. "Kamu tahu, Moza tidak jadi menikah. Keluarga calonnya menentang keras karena Moza sudah lumpuh dan menuntut agar Nancy yang menggantikan." "Pantas dari kemarin sepertinya Nancy banyak pikiran. Kasihan dia terpaksa menggantikan kakaknya." Bumi yang sedang menyapu di dekat dua karyawan yang berbincang itu mengernyit. Apa otak mereka agak bermasalah. Dari sudut mana pun yang paling kasihan adalah Moza, tapi mereka bahkan tidak menunjukkan simpati kepada wanita itu ketika membicarakannya. Mengenai Nancy, siang kemarin Bumi melihat gadis itu dijemput oleh seorang pria dan tampak gembira saat pria itu membukakan pintu mobil untuknya. Entah siapa pria itu, pacarnya atau memang mantan calon suami kakaknya yang akan menjadi suaminya. Masih di tempat yang sama dengan Bumi, Bram benar-benar pusing memikirkan tuntutan Lara. Tidak lama, Tommy masuk ke ruang kerja papanya itu. "Pa, aku sudah mendapat ide," ungkap Tommy yang ikut memikirkan tentang ini. "Bagaimana?" Tommy memperlihatkan rekaman CCTV kecelakaan Moza. "Lihat pria ini," tunjuk Tommy pada pria yang hampir ditabrak oleh mobil Moza, tapi gadis itu segera menghindarinya dan memilih untuk menabrak truk. "Harusnya dia yang bertanggung jawab." "Benar juga." Walau terbukti mobil Moza dalam kondisi tidak baik, tapi gara-gara tak ingin menabrak pria ini, dia kecelakaan. "Siapa pria ini? Wajahnya tidak asing." "Dia office boy baru di kantor kita, Pa. Namanya Bumi Raharja." "Benar, Papa pernah melihatnya. Papa akan menyuruhnya untuk menikahi dan mengurus Moza." Bram tertawa karena telah menemukan solusinya. Tommy sendiri tersenyum puas, perempuan seperti Moza memang pantas mendapat suami dari kalangan rendah. Sorenya Bram ke rumah sakit dan memberitahukan hal ini pada Lara. Tentu wanita itu geram. "Memang dia yang harus bertanggung jawab atas Moza!" kilah Bram. Lara terdiam sejenak. "Aku akan melihat orangnya dulu." "Besok datanglah ke kantor dan aku juga akan memberitahunya." Di sisi lain, Bumi yang sudah kembali ke kos-kosan segera membersihkan diri dan setelahnya menyalakan laptopnya. Selain menjadi office boy, tentu dia juga tetap memenuhi tanggung jawab pekerjaan di perusahaan keluarganya dan ini adalah pekerjaan yang ia sukai menjadi programmer, dia sedang mengembangkan sistem keamanan terbaru. Bumi yang asyik dengan pekerjaan, tidak tahu bahwa kehidupannya akan semakin berubah mulai esok hari. *** Pagi harinya, Bumi sudah kembali memenuhi kewajiban sebagai office boy. Untunglah sejak kecil dirinya lumayan sering membantu sang mama bersih-bersih dan senang dengan kebersihan. Sekarang meski tak begitu ahli, tapi dia juga tidak mengacaukan pekerjaannya. Bumi seketika membayangkan jika itu ketiga adiknya, trio KKO (Keiyona, Kejora, dan Orion) yang bekerja di sini, pasti semua akan kacau. Belum lagi mereka memiliki kesabaran setipis tisu. Baru saja Bumi selesai membuatkan kopi untuk salah satu manajer, dia sudah dipanggil ke ruangan Bram. Bumi benar-benar tidak mengerti kenapa pemimpin perusahan itu memanggilnya. Dia menaiki lift dan menuju ruangan tersebut yang berada di lantai lima. Bumi mengetuk pintu dan dia dipersilakan masuk. Di dalam sana ada tiga orang yang wajahnya sudah ia kenali. Bram Yuda Pramana, kemudian istri kedua Bram yang menatapnya penuh selidik Lara Anggraini, lalu Tommy Eka Pramana, pria yang tak ia sukai, tapi ingin ia selidiki. Sayangnya setelah seminggu, Bumi masih belum bisa mendekati pria itu, hanya memperhatikan Tommy dan tunangannya tampak mesra di kantor. Selepas melihat Tommy dari dekat, dia semakin mengerti mengapa papanya tidak menyetujui hubungan Venus dengan pria ini. Menurut Bumi, wajah Tommy tidak menunjukkan hal positif. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Bumi pada Bram. Pria berumur yang sedang duduk di kursi kerjanya memutar laptopnya. "Kau lihat ini." Bram menunjukkan rekaman CCTV di mana Moza mengalami kecelakaan. Bumi memiliki firasat tidak enak tentang ini. Apalagi di rekaman itu jelas menunjukkan keberadaannya. "Bumi Raharja, kamu harus bertanggung jawab, menikahi dan mengurus Moza dengan baik!" tegas Bram tidak ingin dibantah. Bumi terdiam kaku mendengarnya, setelah dijadikan office boy, sekarang dia akan dijadikan menantu oleh keluarga Pramana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD