Cold-02

2073 Words
Di lantai dua sedang terjadi perkelahian. Dimana anak buat Andrea dibabat habis dengan seseorang memakai topeng biru. Banyak anak buah Andrea yang terkapar tak sadarkan diri. Ada juga nenek-nenek yang mengalami bocor kepala akibat dihantam benda tumpul. Andrea yang menatap hal itu hanya tersenyum kecil. Dia tahu siapa yang melakukan hal rendahan macam ini. Hanya sebuah kedudukan dia melakukan hal bodoh. Andrea bangkit dari duduknya, dia ingin menghabisi orang-orang yang berani merusak kantor Papanya. Tapi saat ingin pergi, matanya tak sengaja menatap cctv, dimana ada seorang wanita yang berhasil merusak kaca tebal dengan sebuah obeng, dan juga menjebolnya. Wanita itu berlari ke arah nenek-nenek yang terkapar tak sadarkan diri. Hingga dua orang berbaju hitam dan bertopeng biru pun menghampiri wanita itu. Hingga jadilah perkelahian di antara mereka. Vas bunga yang dibeli Andrea dua minggu yang lalu pun rusak karena wanita itu. Banyak barang pecah, dan juga rusak dan membuat Andrea tak tahan. Dengan langkah laki santai, Andrea pun memasuki lift dan menuju lantai dua. Sebenarnya naik tangga akan lebih membuat Andrea aman. Nyatanya wanita itu tidak mau mengambil resiko, dan memilih menaiki lift. "Selamat datang Nona Andrea." ucap orang bertopeng biru dan membungkuk saat tau Andrea baru saja keluar dari lift. Andrea tersenyum miring, dia pun juga ikut membungkuk layaknya orang korea, "Selamat datang, Jakki." Pria yang dipanggil Jakki pun tersenyum, "Ternyata kau tahu siapa aku, Nona?" Jakki tersenyum remeh saat menatap Andrea tersenyum. "Bau keringatmu saja aku tau jika itu kau!" sinis Andrea, "Kau tau—aku sudah menunggumu sejak lama." ujarnya menatap Jakki tajam. Bukannya takut Jakki hanya tersenyum saja, dia pun menatap Andrea yang mulai menggunakan sarung tangan nya, dan menampilkan jari-jari tangannya. Hanya dengan modal senyum Andrea pun meninggalkan Jekki dan mengambil jalan lain. Tempat ini kurang pas dan luas untuk Andrea. Hingga kaki mungil Andrea pun sampai di tempat, dimana dia menatap nenek-nenek tak sadarkan diri, dengan seorang wanita yang memangku kepalanya. Keadaan wanita itu juga tidak baik-baik saja. "Jessy bawa dia, dan rawat mereka berdua." perintah Andrea dan membuat Jessy mengangguk. Jessy mengangguk, dia pun langsung membawa dua wanita itu pergi dari kantor Leo. Di Bawah saja juga banyak sekali wartawan dan juga polisi yang sudah mengepung tempat ini. "Pergilah, kita bertemu lain waktu." usir Andrea dan membuat semua orang kaget. Mana mungkin dia mengusir musuh, tapi hal ini terjadi. Jakki yang merasa diperlakukan seperti itu pun tersenyum miring. Rombongan Jakki langsung pergi, saat menatap laser merah menembus kaca. Tanda jika ada banyak orang di bawah. Andrea hanya menatap hal itu dengan datar. Berjalan di pinggiran kaca dan menatap mobil hitam, terparkir indah di belakang paparazzi. "Bos, kenapa kau membiarkan dia pergi?" tanya salah satu pengawal Andrea. Ini pertama kalinya Andrea membiarkan musuh lepas. Bahkan dia sendiri yang meminta musuh itu untuk pergi. "Jangan khawatir Dom, dia tidak akan lolos dengan mudah!! Aku punya cara tersendiri untuk menghabisinya." Dom hanya mengangguk mungkin benar, apalagi di bawah sana banyak sekali orang. Andrea tidak mungkin membunuh orang di tempat yang ramai. Bukannya takut, hanya saja malas menimbulkan banyak pertanyaan. Saat Andrea turun ke bawah dan di lobby kantor Papanya. Semua kamera langsung menyorot dirinya, dan juga melontarkan banyak pertanyaan. Inilah yang dibenci Andrea jika banyak orang, wanita itu tidak bisa bernafas dengan baik. "Dom antarkan aku ke tempat Jessy." ucap Andrea saat dia baru saja masuk ke mobil. Dom menoleh, "Tapi Bos, Jessy sedang berada di rumah sakit. Dia sedang merawat dua wanita yang terluka tadi." "Ya aku tahu!!" ketus Andrea. "Aku ingin bertemu dengan wanita itu. Ada hal penting yang ingin aku bahas dengan dia. Antarkan aku kesana." ujarnya dan membuat Dom mengangguk. ***** Andrea menatap Jessy yang nampak panik di depan ruang icu. Sedangkan wanita pemberani tadi, dia sudah dirawat lebih dulu. Tidak ada luka serius, hanya beberapa luka saja di wajah dan juga memar di lengannya. "Siapa namamu?" tanya Andrea datar. Wanita itu berdiri dan menunduk, "Namaku Josephine, Nona." Andrea mengangguk, "Kau berasal dari mana? Dan kenapa bisa kau berada di kantor Papaku?" "Aku pekerja waktu, tadi salah satu karyawan Papanu menelponku. Memintaku untuk membenarkan spanduk dan juga beberapa lampu yang mati." jelasnya "Ikutlah denganku, ada banyak hal yang ingin aku bahas denganmu." Josephine mengangguk dia pun langsung mengikuti Andrea yang berjalan ke arah lift. Jessy yang tau pun langsung meminta Dom untuk mengikutinya. Wanita itu hanya takut jika Andrea juga akan menghabisi Josephine ditempat ini. Sesampainya di rooftop rumah sakit, Andrea menghela nafasnya. Dia pun menatap banyak lampu yang menyala, tapi bagi dia tetaplah gelap seperti tidak ada warna dan pencahayaan. Josephine sedikit bingung, dia tahu wanita di depannya ini adalah anak dari pemilik perusahaan. Tapi untuk apa juga anak Bosnya ini mengajak Josephine kesini. "Dom kau bisa meninggalkan kami." ucap Andrea lantang, seakan dia tahu jika ada orang lain di antara mereka. Josephine menatap sekeliling rooftop sepi ini. Dan nyatanya tidak ada orang selain mereka berdua. Tapi wanita di depannya ini malah meminta Dom untuk pergi? "Maaf Nona tapi disini hanya ada kau dan aku." ucap Josephine memberanikan diri. "Hah, langkah kaki tikus saja aku tau apalagi manusia." ketus Andrea dan membuat Josephine diam. "Kau perlu dilatih untuk mendengarkan langkah kaki semut." ujarnya dan membuat Josephine mendelik, yang benar saja jika dia harus mendengar langkah kaki semut. Yang mungkin tidak akan pernah didengar oleh Josephine seumur hidupnya. Andrea bukan tipe orang yang basa-basi. Dia tidak suka jika perbincangan ini didengar banyak orang. Dengan terpaksa Andrea mengambil pistol di balik bajunya, dan menembak sebuah dinding. Dom yang bersembunyi di sana pun langsung keluar. Dia pun nyengir tanpa dosa dan lari begitu saja. Sedangkan Josephine dia sempat terpukau dengan ulah Andrea, tapi dia juga heran siapa Andrea sebenarnya. "Siapa kau sebenarnya, Nona? Caramu memegang pistol sungguh membuatku tertarik." ucap Josephine memuji. "Pujian mu tak akan membuatku luluh!!" ketus Andrea dan menatap Josephine datar. "Aku memintamu datang kesini bukan tanpa sebab!! Tapi aku menginginkanmu untuk melakukan suatu hal untukku." "Lalu apa yang aku dapat, setelah aku melakukan hal itu untukmu?" Andrea tersenyum tipis, tidak ada bedanya semua orang pasti menginginkan upah, "Apapun yang kau minta. Rumah? Uang? Mobil mewah? Semuanya akan kau dapat, dengan hitungan jam." Alis Josephine mengernyit bagaimana mungkin bisa mendapatkan semua itu dengan hitungan jam? Orang normal akan bekerja bertahun-tahun untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Tanpa pikir panjang Jospehin pun mengangguk, lagian siapa yang tidak mau uang, rumah dan juga mobil mewah. Ekonomi keluarganya juga tidak baik, bahkan bisa dibilang serba kurang. Kalau ada pekerjaan yang cepat menghasilkan uang, siapa yang tidak mau? Apalagi Ibunya juga terlilit hutang, yang harus segera dibayar. "Baiklah, aku mau bekerja sama denganmu." ucap Josephine final dan membuat Andrea tersenyum. **** Bunyi alarm membuat gadis yang masih terbalut dengan selimut terbangun. Tangannya terulur untuk mematikan alarmnya, suara berisik seperti ini kenapa ada dikamarnya. Pikirnya. Matanya terbuka dengan perlahan. Hal pertama yang dia lihat adalah seorang wanita berbaju coklat berdiri di sampingnya. "Selamat pagi Princess." sapanya tersenyum manis. "Siapa kau? Dan untuk apa kau datang ke kamarku?" ketus Andrea. Wanita itu tersenyum, "Mandi lah, semua orang menunggu mu di bawah. Dan aku menyiapkan style baju mu pagi ini, jangan lupa dipakai." setelah mengucapkan itu, wanita berbaju coklat pun pergi meninggalkan Andrea yang masih nampak bingung. Siapa wanita itu sampai berani memasuki kamar Andrea? Tidak mau ambil pusing, Andrea memilih untuk membersihkan diri. Dia pun menatap style yang disiapkan oleh wanita tua tadi. Lumayan bagus, dan tidak mengecewakan. Sekitar tiga puluh menit Andrea pun selesai mandi. Dia pun mengerai rambutnya yang berwarna pirang. Setelah siap, dia pun segera turun untuk sarapan bersama dengan Papanya. Alangkah terkejutnya Andrea saat menatap meja makan ini penuh dengan orang. Disana sudah ada Leo sang Papa, Andrew sang kakak, dan juga wanita tua berbaju coklat. Belum bisa dikatakan tua, mungkin jika Mamanya masih hidup, dia akan seumuran Tante itu. "Selamat pagi." sapa Andrea saat sampai di samping meja makan. Dia pun langsung duduk di samping Andrew yang sibuk makan lebih dulu. "Kau tidak menungguku untuk sarapan apa, Kak?" "Sorry Ea, aku sudah sangat lapar." jawabnya tanpa merasa bersalah. "Kapan kau datang kak?" "Semalam." "Semalam?" ulang Andrea bingung, kalau Andrew semalam datang kenapa Andrea tidak tahu. "... dan wanita itu.." ujarnya melirik wanita berbaju coklat di depan Andrew. Andrea mendongak dia pun tersenyum mampu menatap Leo. Andrea yang memperhatikan itu hanya diam saja, bukannya apa dia tidak tahu siapa wanita itu dan memiliki peran apa disini. "Dia Tante Angel, teman Mamamu dulu Ea. Dan…" Leo menghentikan ucapannya, dia pun menaruh sendoknya dan meneguk minumnya sebelum berkata, "Papa ingin menikah dengan Tante Angel." Andrea diam menatap tajam pisau di depannya. Kalau saja tadi dia makan, mungkin dia akan tersedak dengan makananya saat mendengar ucapan Leo. Pergi adalah pilihan yang tepat untuk Andrea. Dia pun meninggalkan meja makan ini tanpa menjawab ucapan Leo. Bahkan Andrea juga menutup telinganya, saat Leo dan juga Andrew meneriaki namanya. Andrea bukan tipe wanita yang gampang akrab dengan orang lain. Tidak gampang percaya dengan orang baru, bisa saja wanita itu pura-pura baik ternyata anak buah William. Atau mungkin wanita itu memiliki tujuan khusus untuk keluarga Andrea. Sejak kematian Mamanya Andrea menjadi tipe wanita yang pendiam dan dingin. Dia suka sekali apa saja yang berbau darah, bahkan setiap membunuh Andrea selalu mengambil organ tubuh korban dan dia simpan di rumah khusus. Helaan nafas keluar dari bibir mungil Andrea, hingga dia sampai di parkiran kampus. Andrea turun dari mobilnya dan menatap sekeliling kampus, hingga matanya menatap Joshepin yang baru saja datang. Kalau bukan karena kelas pagi, mungkin Andrea juga malas jika berada disini. "Hai Bos." sapa Josephine membuat Andrea mengangguk. "Tempatmu sangat nyaman ditempati." ujarnya tersenyum manis. Andrea tersenyum miring, "Jangan lupakan tugasmu." Josephine mengangguk, "Pasti Bos, aku selalu ingat tugasku." Dua wanita itu langsung menuju kelas mereka. Andrea dengan sengaja meminta Josephine masuk ke kampus dengan jurusan yang sama. Sesampainya di kampus Audi dan juga Aubrey menatap Andrea heran. "Ea dia siapa?" tanya Audi menunjuk Josephine. Josephine yang ditunjuk pun langsung mengulurkan tangannya pada Audi. "Kenalin nama aku Josephine Ellia. Aku anak buat Andrea." "Oh, hai aku Audi dan ini Aubrey, kita temannya Andrea sejak kecil." ucap Audi mengenalkan diri dan juga Aubrey. Membuat Josephine mengangguk. Suara bel membuat empat wanita itu duduk di tempatnya. Kali ini Josephine duduk di dekat Andrea. Sedangkan Audi dan juga Aubrey duduk sebelahan. "Good morning everyone." sapa dosen yang baru saja masuk bersama dengan dua orang mahasiswa baru. "Morning, Sir." "Pagi ini kelas kalian ada murid baru, silahkan perkenalkan dirimu." ucap dosen menatap dua pria di sampingnya. "Sebelumnya perkenalkan, saya Mr. Bram." Dua pria di samping Mr. Bram mengangguk. Tapi salah satu di antara mereka menatap salah satu Andrea yang terus menunduk tanpa mau menatapnya. "Perkenalkan namaku Kiano Kendick." ucap Kiano memperkenalkan dirinya, dengan tatapan mata yang terarah ke Andrea. "Dan aku Aloysius Kendick." ucap Aloysius tersenyum manis. Mr. Bram langsung meminta Kiano dan juga Aloysius untuk duduk. Sedangkan Aubrey yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik Kiano, yang sejak tadi menatap Andrea pun tersenyum kecil dan menolehkan kepalanya. "Ea, mahasiswa baru sepertinya tertarik denganmu." bisik Aubrey terkikik geli. "Lalu? Apa hubungannya denganku?" jawab Andrea datar dan membuat Aubrey mendelik. Tidak hanya Aubrey, melainkan Audi dan juga Josephine pun juga begitu. "Sudah aku malas jika berbicara denganmu!!" Andrea hanya mengangguk tanpa dosa. Lagian bukan salah dia juga jika pria itu menatap Andrea. Tidak bisa dipungkiri, walaupun dia terkesan cuek dan dingin banyak sekali yang menyukai Andrea. Hanya saja Andrea seakan menutup hatinya untuk banyak pria. Banyak yang mengejarnya, tapi mereka selalu mundur dan tidak betah dengan sikap dingin Andrea. "Jo sabar ya jika berteman dengan dia. Sifatnya memang dingin, tapi dia peduli." ucap Aubrey dan membuat Josephine mengangguk. Andrea yang mendengar itu hanya mendengus. Mana mungkin dia memiliki siapa peduli dengan orang lain. Jangan harap!! Tidak ada orang yang peduli dengan Andrea, dan saat itu juga tidak ada orang yang Andrea pedulikan kecuali keluarga. Sambil menunggu lembaran kertas yang akan dibagikan oleh Mr. Bram. Andrea menatap sekeliling kelas ini yang nampak aman. Kelasnya setiap hari aman, tidak ada yang tahu siapa Andrea sebenarnya. Hingga tak sengaja mata Andrea menatap mahasiswa baru yang ternyata juga menatapnya. Dia tersenyum bahkan juga melambaikan tangan ke arau Andrea, seakan dia sedang menyapa Andrea. Mata Andrea menyipit menatap pria itu, dan dia baru ingat kalau pria itu adalah pria yang mobilnya Andrea tabrak malam ini. Untuk menghargai pria itu, Andrea hanya tersenyum kecil dan tipis. Lalu membuang pandangannya dan kembali fokus pada Mr. Bram yang mulai mengadakan kuis dadakan. TBC. and jangan lupa tab lop jika kalian suka. makasih?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD