Cold-03

2117 Words
"Manis bukan saat dia tersenyum." ucap Kiano melahap ayam spicynya. Aloysius yang duduk di depannya hanya mengangguk. Karena dia tahu wanita mana yang dibahas sejak tadi. "Jangan sampai diabetes ya Ki kamu-nya."ejek Aloysius. "Ck!! Mana mungkin, aku bahkan ingin sekali melihat dia tersenyum terus." "Besok kau bisa menatapnya, sepuasmu Ki." Kiano mengangguk dia pun melanjutkan makannya, hingga kakak-kakaknya datang dan ikut bergabung. "Apa yang kalian bahas?" tanya Marcelino Kendick, kakak tertua selaku CEO Kendrick Corp. Kiano dan juga Aloysius pun langsung menoleh, menatap Marcellino yang duduk di samping Aloysius. "Ini Kiano menyukai seseorang di kampus." "Siapa?" sahut Kenny Kendick adik Kiano. "Bentar, aku akan menunjukan gadis itu pada kalian. Dia sangat cantik, bahkan jika dia bisa tersenyum manis sekali saat tersenyum." Kiano langsung mengambil ponselnya diatas meja depan televisi. Untung saja Kiano tadi pintar, dia mencari tahu siapa gadis tadi. Dan ternyata gadis yang sama, saat menabrak mobilnya kemarin. Ah Tuhan malah bermurah hati dan mempertemukan Kiano dan wanita itu. Wanita itu bernama Andrea Key, wanita yang katanya memiliki sikap cuek, dingin dan datar. Tapi banyak Sekali yang menyukai dia. Hanya saja, tidak ada pria manapun yang bisa merebut hatinya. Dan untuk kali ini biarkan Kiano yang akan mengisi hatinya. Dengan penuh semangat Kiano menujukan foto Andrea pada kakak-kakaknya dan juga adiknya. Wanita yang memiliki wajah cantik dan juga senyum manis ya jika tersenyum. "Lihatlah, dia sangat cantik." ucap Kiano. Marcellino, Diego, Marvell, Kenny, Aaron pun langsung menatap wanita yang katanya cantik dan manis itu. Rata-rata gadis itu menggunakan baju hitam, fotonya pun hanya segelintir tidak banyak seperti wanita lainnya. Tapi bukan itu yang membuat mereka semua heran. Penampilan wanita Andrea yang membuat mereka semua menatap heran. Apa mungkin dia ini gangster mafia? "Penampilan nya sudah seperti Mafia? Apa mungkin dia Mafia?" tanya Kenny menatap Kiano yang sibuk mencecap kopi cup-nya. "Mana mungkin, dia wanita baik-baik. Hanya saja sikapnya dingin dan tak tersentuh." jelas Kiano yakin. Hal itu membuat Kenny tak percaya. Kennya tahu betul sikap kakaknya seperti apa. Dari dulu tidak ada sejarahnya Kaino menyukai wanita. Yang ada wanita lah yang menyukai Kiano. Dan kalau sampai saat ini Kiano menyukai wanita, itu tandanya dia sudah mulai serius. "Perlu dimuseumkan jika seorang Kiano menyukai perempuan." kekek Diego dan membuat Kiano tertawa. "Tapi ingat, kita diminta pulang bukan tanpa sebab! Kita memiliki tujuan disini." ucap Marcellino memperingati. "Dan ingat, kita memiliki jodoh yang dipilih oleh Papa." sahut Aaron. Kiano meremas cup kopinya dengan marah. Jujur saja dia paling tidak suka jika hidupnya diatur. Dulu saat saat dia memiliki kekasih Papanya juga meminta Kiano untuk memutuskan hubungan mereka. Jika Kiano menolak maka hidup kekasihnya akan d lama bahaya. Dan ternyata benar Papanya tega membunuh kekasih Kiano dengan alasan keras kepala. Dan sekarang akan terulang lagi!! Tidak akan Kiano biarkan!! "Sampai kapanpun aku tidak akan menikah dengan pilihan Papa. Aku memiliki kehidupan sendiri, dia boleh melakukan apa yang dia mau dalam hidupku,tapi aku tidak akan biarkan dia untuk menyentuh wanitaku!!" geram Kiano. "Jangan keras kepala." ucap Diego. "Kau tidak maukan jika nasib Andrea sama dengan Naomi?" ujarnya bersedekap d**a menatap Kiano. Kiano memilih pergi, siapa yang suka hidupnya diatur? Tidak ada. Mungkin jika diatur demi kebaikan juga tidak masalah, tapi ini masa depannya. Papanya boleh mengingat Kiano untuk terus d hidup di bawah kakinya. Tapi masalah cinta, jangan harap Kiano akan diam lagi. "Tak akan ku biarkan kau menyentuh dia suatu saat nanti." ucap Kiano lirih dan meninju dinding kokoh di depannya. **** Helaan nafas keluar dari bibir Andrea. Matanya terus menatap bagunan tua, jauh dari kota yang berdiri dengan kokoh. Bangunan ini hampir mirip dengan rumah, dan juga berpintu geser berwarna merah. Banyak cat, dan spanduk berceceran di depan rumah ini. Sofa butut berwarna kuning yang sedang ditiduri oleh kucing. "Kapan kita akan masuk." tanya salah satu orang suruhan Andrea. Nyatanya orang yang ditanya pun tak menjawab sepatah katapun. Dia lebih memilih sibuk dengan kain hitam yang dia lilit di telapak tangan. Setelah itu menatap bangunan tua ini dan tersenyum miring. "Jangan ada yang masuk." ucap Andrea datar. "Kau akan masuk sendirian tanpa kami?" tanya Josephine yang kebetulan juga ikut dengan Andrea. "Bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu?" ucapnya lagi dan membuat Andrea tersenyum miring. Siapa yang berani mencelakai Andrea? Yang ada orang itu sendiri yang akan mencelakai orang itu hingga tewas. Andrea nekat dia pun masuk ke bangunan tua itu, dan menatap sekeliling ruangan ini yang penuh dengan cat dan juga bahan spanduk. Wanita itu terus menelusuri ruangan ini dan tak menemukan apapun. Tapi saat dia menatap di balok kaca yang berdiri di depannya, Andrea tersenyum menatap ada bayangan hitam bersembunyi dibalik dinding. Dengan manipulasi musuh, Andrea memilih jalur kiri. Posisi sang musuh ada di kanan, tapi pasti ada jalan tembus yang lebih gampang dan dekat. Andrea mendesis dan membuat dua musuh itu menoleh. Langsung saja kedua orang itu menyerang Andrea membabi buta. Tanpa banyak gerak, Andrea langsung memelintir lehernya dan membuat dua orang terkapar tak berdaya. Sedikit menggerakkan leher, Andrea kembali berjalan dengan mengendap. Dia pun menaiki tangga dan langsung di hadang oleh dua orang lagi. Entah berapa orang malam itu, sayangnya Andrea tidak menghitung orangnya. Sekali pukul pun mereka berdua langsung terkapar. Mengambil peredam di saku celana, dan langsung menembakkan di bagian perut. Dan sekarang giliran Jakki, orang yang sangat di cari oleh Andrea. Langsung saja memasuki ruangan gelap dan menatap sekeliling, dan tak menemukan tanda-tanda jika ada orang. Saat melangkah pergi sebuah pistol mengarah pada Andrea. Bukannya takut wanita itu langsung tersenyum manis menampilkan gigi rapinya yang berjejer rapi. "Astaga.. Aku kaget." seru Andrea berpura-pura takut dengan pistol Jakki. Wanita bahkan sampai mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kepalanya. "Oh ya? Untuk apa kau datang kemari?" "Membunuhmu, apalagi." jawab Andrea cepat. Jakki tertawa kencang, menurunkan pistolnya yang berada di kening Andrea. Lelaki itu bisa menatap Andrea yang diam saja tanpa perlawanan. Tapi saat menggode anak buahnya, Andrea langsung menembak anak buah Jakki hingga tewas. "Jangan mengekang ku, aku paling tidak suka." Jakki menatap Andrea marah, bagaimana bisa dia membunuh semua anak buahnya seorang diri. Langsung saja Jakki menyerang lebih dulu. Hingga yang bisa Andrea lakukan hanyalah mengelak dari pukulan Jakki. "Aku bukan wanita yang pandai bela diri. Tapi jika musuhnya kau, mungkin bisa dibicarakan dengan baik." cibir Andrea dan membuat Jakki kesal. Jakki kembali menyerang, sampai akhirnya Andrea dengan terpaksa menarik pelatuk pistol nya dan mengenai kaki Jakki. "Aku masih membutuhkanmu untuk hidup! Tapi kau membuatku kecewa!!" ujar Andrea menatap Jakki yang menekuk lututnya di depan Andrea. "Sialan … kau benar-benar sialan, Andrea." umpat Jakki. Lelaki itu masih berusaha untuk mengambil pistolnya. Tapi dengan cepat Andrea menepis pistol itu, hingga melayang jauh. "Peluruku masih ada dua biji, jadi aku menghemat nya!!" Jakki meludah tepat di bawah kaki Andrea, "Aku tahu apa tujuanmu datang kesini. Dan apa tujuanmu membebaskan aku, saat aku menyerang kantor Leo." "Tepat sekali, sekarang katakan padaku dimana data itu? Data yang dulu pernah kau bawa sebelum kau lempar pada orang lain." Seketika itu juga Jakki tertawa, "Aku bahkan berani mati demi data itu." Andrea menatap Jakki tidak percaya, bagaimana mungkin semua orang rela mati demi data sialan itu. Apa nyawa mereka dibayar hanya untuk melindungi data itu? "Aku heran dengan orang banyak. Tapi aku acungi jempol atas kesetiaanmu. Dan…." Andrea menarik pompa pistol nya, dan mengarahkan pistol itu pada Jakki. ".... selamat tinggal Jakki." Dor… Jakki ambruk saat kepalanya baru saja ditembak Andrea. Dia memilih mati dibanding harus mengatakan dimana data yang wanita itu cari. Andrea memilih pergi dari gedung ini, dan hari pun semakin gelap. Sambil menutup wajahnya dengan topi, Andrea memasuki mobilnya. Menatap sebentar rumah ini dan tersenyum miring. Ada tangki minyak disana. Sekali meledak bagungan ini juga akan meledak bukan? Dan Andrea pun mengarahkan pistol ya ke arah tangki, dan membuat bangunan tua ini meledak. "Andai saja mereka lebih sayang nyawa. Mungkin hal ini tidak akan terjadi." guman Andrea dan meninggalkan bangunan ini. **** "Pah.." panggil Andrea. "Ea kamu sudah pulang, bagaimana tugas kamu?" tanya Leo—Ayah Andrea. "Sesuai keinginan Papa, aku sudah membunuh orang itu. Dia tidak mau memberikan data itu pada kita, jadi dia layak mati." jawab Andrea dingin. Leo menepuk bahu Andrea bangga, "Papa banga sama kamu Nak, tidak sia-siain Papa mendidik kamu menjadi seperti ini. Sekarang, istirahatlah. Kamu pasti lelah." Andrea mengangguk, dia pun langsung meninggalkan Papanya di rumah tamu dan pergi ke kamarnya. Sebelum tidur, dia pun memilih mandi membersihkan diri lebih dulu. Badannya lengket, dan juga bau anyir. Darah orang menempel sedikit di baju Andrea. Apa lagi tadi Andrea sempat menghajar dia. Sekitar dua puluh menit Andrea selesai mandi, dia pun langsung sehat kembali. Memakai piaya tidur nya berwarna navy. Lalu merebahkan dirinya di atas kasur kesayangannya. Sayangnya, dia tidak bisa tidur. Andrea langsung bangkit dari rebahan nya dan menuju jendela kamar. Lalu menatap langit hitam yang sepi tanpa bintang, dan hanya ada bulan sabit disana seorang diri. Bulan itu menggambarkan dirinya, sepi tanpa seorang pun. Dia memiliki dua teman, tapi nyatanya Andrea merasa hidupnya kosong. Tanpa ada warna dan juga kebahagiaan. Desahan kecewa keluar dari mulut Andrea, dia pun memilih keluar kamar dan menuju dapur. Mungkin secangkir coklat panas bisa membuat dia tenang. Sejak kecil dia memang suka sekali dengan coklat panas. Bagi Andrea aroma coklat cukup membuat dia tenang, dan rasanya membuat dia suka. Kalau sedang seperti ini coklat panas selalu dibutuhkan Andrea. "Ea kamu kok belum tidur." Suara barito itu membuat Andrea menoleh. Dia pun menatap Leo yang berdiri di ujung tangga dapur. "Papa juga belum tidur." tanya balik Andrea. "Papa lagi banyak kerjaan. Dan lagi lihat berita." "Berita apa Pah?" tanya Andrea penasaran. "Berita orang yang baru sama kamu bunuh." jawab Leo santai. Andrea tersenyum miring, "Secepat itu—aku pikir besok atau lusa beritanya keluar. Lagian rumah itu juga sudah hangus." Leo tertawa, "Papa juga mikirnya begitu, ternyata lebih cepat dari yang kita kira." Andrea mengangguk, dia pun kembali naik ke atas dan menuju kamarnya. Menikmati secangkir coklat panas dan juga sebatang rokok. Jangan berpikir kalau Andrea adalah anak baik-baik. Dia pemabuk kalau dibutuhkan, dia juga perokok. Dua benda yang selalu menemani Andrea disaat dia sedang stres atau banyak masalah. Setelah menghabiskan secangkir coklat panas dan juga dua batang rokok, Andrea pun langsung memilih tidur. Semoga malam ini dia biasa tidur nyenyak tanpa memikirkan dosa yang dia perbuat. Keesokan harinya Andrae telah siap dengan style yang disiapkan oleh Angel. Untuk menghargai wanita itu, makanya Andrea mau memakai style yang wanita itu pilih kan. "Selamat pagi." sapa andrea dan susuk di samping Andrew. Kali ini, kakaknya ini tidak makan duluan, mungkin dia menunggu Andrea turun dulu. "Selamat pagi Ea." sapa semua orang termasuk Angel. Andrea mengambil roti selai dan memakannya dengan lahap, tanpa menunggu Leo dan juga yang lain untuk makan. Sampai akhirnya wanita itu menatap s**u vanilla diatas meja. Pikirannya diajak flashback, dimana setiap pagi Mamanya dulu selalu saja menyajikan s**u vanila kesukaan Andrea di atas meja. Jadi apa seperti ini rasanya diperhatikan? "Ea.. Papa ingin membicarakan banyak hal denganmu." ucap Leo tiba-tiba dan membuat Andrea menghentikan makannya. "Papa akan menikah dengan Tante Angel, Kakakmu sudah mengizinkan Papa untuk menikah dengan Tante Angel lalu—" "Papa tahu bukan jika aku bukan tipe orang yang gampang sekali akrab dengan orang baru?" potong Andrea cepat dan membuat Leo diam. "Papa juga tahu kan, aku bukan tipe orang yang gampang sekali percaya dengan orang baru." Leo menghela nafasnya dia tahu macam apa siapa Andrea sejak dulu. Anak perempuannya sangat sulit akrab dengan orang lain. Dia juga sangat sulit percaya dengan orang baru. Jauh hari Leo memikirkan hal ini, tapi Angel seakan menyakinkan Leo jika dia mampu mengatasi Andrea yang sifatnya seperti Es. Tidak ada jawaban dari Leo, Andrea pun menaruh selai roti nya, meraih tasnya dan pergi begitu aja. Andrew yang tau ingin mengejar Andrea, tapi tangannya ditahan oleh Angel dan membuat Andrew kali duduk. "Jangan paksa dia untuk menerimaku. Biarkan dia menerima ku dengan hati, dan ketulusan dia." ucap Angel akhirnya. "Tapi Tante dia akan sulit menerima Tante." "Tenanglah Andrew, aku memiliki banyak cara untuk hal ini. Jadi buatkan aku bekerja sendiri untuk meluluhkan hati Andrea." jawab Angel cepat dan membuat Andrew diam. Leo menghela nafasnya, diraihnya tangan Angel dan di genggamnya. "Aku percaya denganmu, jika kau mampu meluluhkan hati anak perempuanku." ujarnya dan membuat Angel menangis. Andrew berdehem, seakan menyandarkan mereka jika di meja makan ini tidak hanya mereka berdua.Elaimalm ada Andrew juga yang audjs menahan lapatmya, sejak Andrew turun dan pergi begitu saja. "Lebih baik kita makan, aku sudah sangat lapar." ucap Leo salah tingkah. dan membuat Andrew menahan tawanya agar tidak pecah. TBC. pertama kali ini ini, walaupun aku ngerasa chringe banget gitu. tapi masih berusaha hyung, jangan di bully. kalau ada yang salah atau kurang srek komen sopan ya. makasih. jangan lupa tab lop, bentuk apresiasi kalian buat aku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD