Bab 1: Pertemuan

1134 Words
Di sebuah klub malam nampak tiga perempuan yang sedang duduk sambil menikmati minuman yang telah di pesan. Salah satu diantara mereka tengah kesal dan meminum satu gelas vodka dengan sekali teguk. Keramaian di sekeliling mereka tak di hiraukan seolah semua sudah biasa. "Hey, Re. Kau meminumnya!" Clara berseru kaget, pasalnya teman mereka Renata tidak bisa minum terlalu banyak. Clara memesan Vodka dengan kadar alkohol yang tinggi, dan akan di pastikan jika Renata akan segera mabuk, dia bahkan akan mabuk hanya dengan bir berkadar rendah. Renata mengeryit saat merasakan tenggorokannya terasa terbakar. Melihat itu Gracela hanya bisa mencebik "Re, kita baru saja datang dan kau berencana segera mabuk?" Renata menggeleng "Tidak aku baik- baik saja." namun matanya mengerjap dan akan segera mabuk. "Kau yakin?" tanya Clara, gadis itu mulai meneliti wajah Renata yang mulai merah. Renata mendesis, menyingkirkan tangan Clara "Rasanya tidak buruk, aku mau lagi." Renata kembali meraih minumannya. "Wuah, Re, kau keren." Gracela bertepuk tangan. Diantara mereka bertiga Renata adalah yang paling payah jika minum, dengan satu gelas saja dia akan mabuk. "Bagaimana jika kita melakukan permainan," kata Gracela sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Renata dan Clara. "Apa itu?" tanya Renata. Gadis itu bertanya dengan mata sayunya. "Kalian lihat pintu itu, yang pertama kali keluar kita akan menciumnya." Gracela menunjuk sebuah pintu di ujung koridor yang mengarah pada ruang VIP. "Hey, bagaimana jika pria itu dengan kekasihnya?" tanya Renata dengan terkejut. "Ah, itulah kehebatannya, dan itu akan sangat menarik." "Aku tidak mau." Renata berkata dengan keryitan di dahinya, sepertinya dia mulai mabuk. "Kau takut?" tanya Clara dengan menyeringai. "Ayolah Re, jika beruntung kau akan mendapatkan pria malam ini, bukankah sudah kubilang kau harus mencari kekasih." Gracela mengangguk. "Ya aku setuju dengan Clara, selama ini kau selalu menolak setiap pria yang menyatakan cinta padamu di kampus." Renata diam, dia memang selalu menolak setiap pria yang mendekatinya, bahkan menyatakan cinta sekalipun, dan itu karena dia punya alasan yang kuat, mengapa melakukan itu. Clara mencibir sebab Renata tetap diam, seharusnya dia tak perlu berpikir di saat mereka sedang bersenang- senang seperti sekarang. "Baiklah." Gracela bertepuk tangan saat Renata sudah setuju. "Baiklah, kita mulai dengan batu, kertas, gunting." "Batu, kertas, gunting." "Batu, kertas, gunting." "Batu, kertas, gunting." "Ah, aku lebih dulu, baiklah ayo kita lihat siapa yang keluar." Gracela melihat ke arah pintu dan menunggu siapa yang akan keluar. Seorang pria paruh baya muncul dengan pakaian formalnya yang sedikit berantakan, jasnya sudah terlepas dengan beberapa kancing kemeja yang sudah terbuka. Ruang VIP biasanya memang lebih banyak di isi pengusaha untuk rapat bisnis atau ingin suasana yang tidak terlalu formal seperti restoran maka mereka memilih klub untuk melakukan rapat "Ah, aku harus menciumnya kah." Grace mengeluh "Kenapa yang keluar malah pria tua." Clara mengangguk, dan dengan pasrah Grace meminum minumannya lalu beranjak "Kau serius?" tanya Renata, dahinya mengeryit menatap tak percaya saat Grace benar- benar pergi. Clara terkekeh "Bukankah sudah kubilang, meski pria itu dengan kekasihnya kau harus tetap menciumnya." "Ah, kalian gila." Renata memijat pelipisnya, dia sungguh pusing "Bahkan jika yang keluar adalah seorang perempuan?" tanya Renatama lagi, Clara hanya mengeryit dan mengedikkan bahu acuh. . . Grace berjalan ke arah pria tua tersebut. Semakin dekat jantung Grace semakin berdebar mana kala melihat jika pria tua itu ternyata sangat tampan tubuhnya tegap dengan bahu lebar dan rahang tegas terlihat gagah dan b*******h. 'Pria tua yang tampan.' Grace membatin, meski cahaya di dalam club cukup remang, namun Grace masih bisa melihat ketampanannya. Meski sudah ada keriput di beberapa titik di wajahnya,pria tua itu masih sangat tampan, rambut putih di beberapa bagian pun membuatnya semakin seksi. Grace berdiri tepat di depan pria tua tersebut hingga si pria tua hanya mampu mengeryit. Grace hanya tersenyum, mengalungkan kedua tangannya di leher si pria, dan mendekatkan dirinya, lalu memberi ciuman. Satu detik ... Dua detik ... Tiga detik ... Empat detik ... Pria tua itu masih terdiam tanpa membalas ciumannya, mungkin karena terkejut. Di detik ke lima Grace melepas ciumannya lalu menyeringai setelah menjauhkan diri, namun diluar dugaannya si pria tua justru menahan tengkuknya dan membalas ciumannya. Grace tertegun merasakan ciuman yang terasa manis dengan aroma minuman bercampur tembakau dari mulut si pria tua. "Kau membangunkan singa yang kelaparan, Nona." Si pria tua berdesis. "Jika begitu aku akan menjadi kancil," ucap Grace dengan senyum menggoda. "Dan itu berarti aku harus menikmati mu." Pria tua itu meraih pinggang Grace dan mendekapnya erat. Grace menahan dengan menekan dadanya. "Aku tidak tidur dengan pria beristri." Si pria tua menyeringai "Dan aku tidak memilikinya." ... "Ayo sekarang giliran kalian!" Renata mendongak dan melihat Grace sudah kembali ke meja mereka, cepat sekali, bukan kah baru saja Grace sedang menggebu- gebu mencium pria tua yang Renata kira mungkin usianya 50an. "Cepatlah pria tadi seorang duda rupanya." Grace berkata antusias seolah dia mendapat jackpot. "Ah." Clara mengangguk karena tau apa yang di maksud Grace "Kau sudah tidak sabar," kata Clara lagi "Tidak masalah ayo kita mulai." "Apa yang kalian bicarakan?" tanya Renata, dahi gadis itu mengeryit bodoh, Renata sudah mulai linglung efek minuman yang di teguknya. Clara terkekeh, menjawab pertanyaan Renata "Dia tidak akan pulang malam ini." Clara tahu sekali kebiasaan Clara , maka dia sudah tidak merasa heran jika Grace berkata demikian, dan sudah di pastikan Grace tidak pulang malam ini. Mereka memang selalu pergi ke club tanpa Renata, maka Renata hanya mengeryit melihat Grace dan Clara karena tidak mengerti apa yang di maksud Clara. "Kau tahu Ons, " kata Clara lagi hingga Renata membelalakan matanya, sedangkan Grace hanya tersenyum seolah itu bukan hal besar. Permainan di lanjutkan dengan Renata yang kalah dan harus mencium seorang yang keluar dari pintu tersebut, beruntung yang keluar bukan pria tua seperti Grace, dia bahkan terlihat tampan, namun Grace malah mengeryit melihat ekspresi Renata yang tertegun. Meski merasa heran tapi mereka tak bicara dan bertanya lebih jauh, karena Renata berjalan maju ke arah pria tampan tersebut. Grace terkekeh saat melihat Renata mengecup bibir pria itu lalu segera pergi. Meski begitu itu adalah kemajuan bagi Renata yang di kenal sebagai anak rumahan, dan mereka menganggap jika itu adalah ciuman pertama Renata. "Baiklah aku pergi lebih dulu." "Kau akan kemana?" tanya Renata. "Bukankah, sudah kubilang jika pria tua itu seorang duda." Grace tersenyum. "Clara, jaga Renata jangan sampai dia mabuk berat, jika itu terjadi kau tak bisa membawanya pulang." Clara mengibaskan tangannya dan Grace pun pergi kemana pria tua tadi menunggunya. Tiba di parkiran Grace melihat pria tua itu berdiri bersandar di depan mobilnya dengan sebatang rokok di sela jarinya "Aku kira kau membual, " ucap Grace dengan tersenyum, terlihat pria tua itu membuang puntung rokoknya dan membuka pintu mobilnya. Grace sungguh beruntung malam ini, selain mendapat pria tua yang hot, ternyata pria tua ini juga sangat kaya. "Aku tidak pernah mengingkari janjiku." Grace memasuki sebuah mobil mewah, dan si Tuan tua kaya raya itu mulai melajukan mobilnya. "Aku belum tahu namamu?" "Adrian." ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD