Dan akhirnya malam penuh keringat pun dimulai, Setelah Adrian memarkirkan mobilnya di sebuah hotel, Adrian yang sudah memesan lebih dulu pun segera masuk ke dalam kamar setelah mengambil kunci kamar mereka dari resepsionis.
Desahan dan lenguhan pun tak bisa di hindari.
Keduanya kini saling memacu dalam menggapai kenikmatan.
Adrian membelai wajah cantik Grace, dan Grace hanya bisa terpana melihat pria tua namun gagah di atasnya. Pria tua itu masih terus bergerak memacu, menghujamnya dengan gerakan teratur dan tegas.
"Kau luar biasa." Tatapan Adrian tak lepas dari Grace, merasai kenikmatan yang tengah dia rasa, sedangkan Grace hanya bisa mendesah tak berdaya.
Satu jam kemudian ...
'Pria tua yang menggairahkan, aku rasa kau terlalu cepat tua.' Grace membatin saat ini mereka baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka, dan jauh dari bayangan Grace pria tua ini sangat kuat hingga Grace merasakan puncaknya berkali- kali.
"Apa yang kau lihat?" tanya Adrian menoleh dan menatap Grace yang terus melihat ke arahnya.
Grace tersenyum dan merangkak naik ke tubuh Adrian yang masih telanjang "Kau luar biasa Pak Tua."
Adrian hanya terkekeh.
"Aku rasa kau terlalu cepat tua, aku tidak percaya dengan yang kau katakan tentang usiamu." Tangan Grace membelai rahang Adrian.
"Mengapa bicara seperti itu?" Adrian memejamkan matanya menikmati tangan mungil Grace yang membelainya.
"Karena kau terlalu hebat dan menggairahkan." Adrian melenguh saat Grace mengecup dadanya lembut.
"Haruskah kita memulainya kembali?" tanya Adrian.
"Really? Kau masih kuat?" Grace bertanya dengan raut wajah tak percaya.
"Kau terlalu menyepelekan pria tua ini Baby," Adrian membalik posisi mereka hingga kini Grace berada di bawahnya.
Dan selanjutnya kembali terdengar desahan dan lenguhan dari keduanya.
.
.
Keesokan harinya, Grace hanya bisa merutuki dirinya di dalam toilet.
"Bagaimana bisa aku lupa memakai pengaman, ini karena pria tua sialan itu terlalu nikmat, b******k," umpat Grace, tapi dalam bayangannya dia terus mengingat wajah tampan Adrian, ketika pria tua itu tersenyum membelai wajahnya dan terus memacunya terus terbayang "Apa aku jatuh cinta padanya," Grace menggeleng, tidak mungkin dia jatuh cinta pada pria yang sudah tua, namun sedetik kemudian gumaman dari mulutnya kembali terdengar "Tapi rambut putihnya justru membuatku b*******h. Ah sial, dia terlalu menggoda." Grace menggigit bibirnya merasakan debaran di jantungnya.
Grace keluar dari kamar mandi setelah menenangkan hatinya.
Melihat Adrian mengancing kemeja, membuat Grace menelan ludahnya kasar, gerakan pria tua itu terlalu seksi untuk ia lewatkan, Grace bahkan masih bisa mengingat d**a bidang Adrian beserta otot perut yang masih sempurna, meski usianya tak muda lagi.
Adrian menoleh dan melihat Grace masih berdiri mematung di tempatnya. "Untukmu," Adrian menyerahkan selembar cek.
Grace tertegun, dan merasakan hatinya tiba- tiba berdenyut perih, kenapa dengan dirinya?
Melihat Grace hanya diam Adrian menghela nafasnya dan berkata, "Jangan salah paham, aku hanya memberikan apa yang harus aku berikan ... atau, apakah ini kurang?" Adrian berkata dengan datar seolah perkataannya tak akan menyakiti Grace.
"Sepertinya kau yang salah paham, Pak Tua." setelah mengatakan itu Grace melewati Adrian dengan acuh, dan mengenakan pakaiannya di depan pria tua itu.
"Aku menciummu karena permainan bersama teman- temanku , dan jika aku melakukan lebih denganmu, itu karena keinginanku, aku bukan p*****r, jadi aku tak perlu bayaran, kita hanya saling memuaskan dan selesai." Grace menyampirkan tasnya lalu keluar kamar, dia bahkan tak perlu berias bahkan menata rambutnya.
Adrian mengerjapkan mata, dengan tertegun menatap pintu kamar hotel yang tertutup menelan Grace.
Grace keluar dari hotel dengan wajah masam, bibirnya terus mengumpat dan bergumam, "Dia pikir dia siapa, ah, sial. Aku bahkan tidak melihat jumlah ceknya karena meras terhina, bagaimana jika jumlahnya besar, bukankah aku bisa membeli pakaian baru, tas, sepatu." Grace menyeka air matanya, "Kenapa tiba- tiba aku menangis, baru kali ini aku menggunakan hati, tapi dia memang tampan dan keren. Pria tua menyebalkan."
Grace terus menggerutu sepanjang jalan, dia bahkan sampai tak menyadari jika sudah berjalan cukup jauh, saat menyadarinya Grace pun memukul kepalanya dengan kesal, "Dasar bodoh, kenapa tidak naik taksi saja, mau sampai kapan tiba di rumah," ucapnya kesal.
.
.
.
"Ceritakan padaku yang terjadi kemarin malam?" tanya Clara dengan menatap penasaran, saat ini Clara dan Grace sedang duduk di sebuah cafe, menikmati dua cangkir kopi yang sudah mereka pesan.
Grace mendengus kesal, "Memang apa lagi, bercinta dan pulang."
Clara memicingkan matanya "Kau yakin? Tidak ada yang spesial dari seorang hot daddy?" tanyanya lagi.
'Dia sangat spesial, sampai aku terus mengingatnya.' Grace hanya bisa membatin.
"Tidak." Grace hanya bisa menyangkal demi agar pikirannya tetap waras, Grace bahkan terus terbayang kegiatan panas mereka.
"Kau yakin, katanya hot daddy itu lebih menantang dan berpengalaman." mendengar ucapan Clara, Grace mencebik lalu meminum kopinya.
"Baiklah aku tahu dari wajahmu yang terlihat masam, sejak tadi." Grace masih diam, hatinya masih bergejolak mengingat perlakuan Adrian kemarin malam.
Harusnya Grace tak boleh terbuai oleh perlakuan Adrian yang manis ketika mereka bercinta, dan benar mereka hanya bermain demi merayakan kelulusan mereka di club, dan permainan itu hanya permainan konyol biasa, apalagi bagi Grace yang terbiasa menghabiskan malam dengan para pria tampan di club malam tentu saja harusnya Adrian tidak berarti apapun.
Tapi sebanyak apapun Grace menyangkal bayangan pria tua itu terus menghantuinya, kegiatan panas mereka yang menggairahkan terus berputar di kepala Grace
"Kau tahu apa yang terjadi pada Renata kemarin malam," perkataan Clara kembali menarik Grace dari lamunannya.
"Ada apa, dia mabuk bukan, apa yang terjadi?" tanya Grace penasaran.
"Ya, dan dia hilang. Sampai aku harus mencarinya dengan Alderaldo." Alderaldo adalah kakak Clara. Grace dan Renata tentu akrab dengan pria itu terlebih mereka sering menghabiskan waktu di rumah Clara, dan Alderaldo kerap jadi supir kemana pun mereka pergi.
"Dan kau tahu, ternyata dia pulang di antar teman prianya." Clara mencari Renata yang hilang saat dirinya mencari taksi, karena Renata yang mabuk kehilangan kunci mobilnya, jadi dengan terpaksa Clara mencari taksi, namun saat sudah mendapatkan taksi Renata hilang entah kemana, Clara yang panik akhirnya menghubungi Alderaldo dan meminta bantuan untuk mencarinya, semalaman mereka mencari tapi Renata tetap tak di temukan, terlebih mereka tak tahu alamat Renata selain perkebunan anggur milik Renata.
Hingga di pagi hari, ponsel Clara baru bisa dihubungi, lalu Clara dan Alderaldo pun segera pergi untuk memastikan Renata baik- baik saja.
"Bukankah itu sebuah kemajuan." Kata Grace, Clara mengangguk. "Dan kau tahu aku datang ke rumah Renata yang ternyata sangat besar."
Grace mengeryit lalu bertanya "Lebih besar dari rumahmu?"
Clara mengangguk "Lebih besar dari rumahmu."
Grace mengeryit mengingat jika saat mereka merayakan kelulusan kemarin malam, Renata juga mentraktir mereka pakaian mahal, makan di restoran mewah dengan harga fantastis, apakah mereka tak menyadari jika mereka memiliki teman kaya raya.
Mengingat makan malam mewah mereka, Grace teringat dengan taruhan mereka dengan Renata, yaitu satu minggu bekerja di perkebunan anggur Renata jika mereka berhasil masuk ke restoran eksklusif itu, dan tanpa mereka duga Renata sungguh bisa membawa mereka masuk bahkan membayar semua tagihan.
"Kita harus bersiap ke perkebunan anggur bukan." Grace menatap Clara dengan wajah memelas.
"Ya."
...
Perkebunan anggur Renata ...
"Aku rasa aku akan hitam tanpa berjemur di pantai jika terus begini, ini panas sekali." Grace mengipasi wajahnya dengan topi besarnya.
"Kau benar, lihat bos kita bahkan terus tersenyum karena memiliki karyawan geratis." timpal Clara sambil memakan anggur yang sedang mereka panen.
Renata terkekeh "Ayolah, kalian terlalu banyak mengeluh, bukankah ini kesepakatannya. Bekerja di kebunku satu minggu, dan lihat wajahmu bukankah kau sudah bersenang- senang, kenapa terlihat masam, Bagaimana dengan pria tua itu?" tanya Renata.
Grace mendengus, "Ya, dan aku melihat mu berseri- seri seperti sedang jatuh cinta."
Clara yang tak menyadarinya pun menatap lekat Renata, dan benar saja wajah Renata terlihat merona.
"Sungguh?" tanya Clara, gadis itu memiringkan wajahnya meneliti raut wajah Renata yang tiba- tiba memerah.
"Siapa pria itu?"
"Apa yang kalian bicarakan," Renata menepuk pipinya yang terasa panas.
"Apa kau menghabiskan malam dengan seorang pria?" tanya Clara penasaran.
"Ya, aku dengar dari pegawaimu yang sejak tadi saling berbisik." timpal Grace, dia memang mendengar para pekerja Renata membicarakan jika mereka menemukan majikan mereka di perkebunan sebelah keluar dari gudang anggur dengan seorang pria.
"Diamlah, dan cepat bekerja kalian datang bukan untuk bergosip." Renata memilih pergi dari hadapan Clara dan Grace yang masih menatap dengan penasaran ke arah kepergian Monica.
"Aku rasa dia menyembunyikan sesuatu dari kita."
Grace mengangguk, lalu tatapannya jatuh pada keranjang anggur "Benarkah kita akan melakukan ini selama satu minggu."
Clara mengangguk. "Ya."
"Ah, aku ingin ke klub," keluh Grace.
Clara menggeleng pelan "Tunggulah satu minggu lagi."
'Apa jika aku pergi ke klub,apa aku bisa bertemu kembali dengan pria tua itu?, kenapa aku terus mengingatnya, tua bangka sialan' Grace bergumam dalam hati.