#1

1227 Words
"Bundaaa uang bensin." "Mana Ejak, Sena?" tanya Devi pada anak sulungnya. "Aku ini Ejak, Bundaaa." "Mau bunda cubit kamu, cepet panggil adikmu, buka t**i lalat buatan di dagumu Sena, sudah dikasi uang saku eh masih minta lagi si abang ini," ujar Devi berang. "Bener kan bang, Bunda tahu, kita itu bertapa 9 bulan di perut Bunda, kita masih mikir, Bunda tuh dah tahu apa yang kita mau," Ejak berteriak dari kamarnya sambil terkekeh. Sena membuang t**i lalat buatan di dagunya sambil tertawa. "Siapa tahuuu Jaaak, Bunda khilaf," ujar Sena terkekeh. Tak lama keduanya pamit hendak berangkat ke kampus pagi-pagi sekali. Dan pulang seminggu sekali karena keduanya berkuliah di Denpasar, mereka kos ditempat yang sama. Dua anak kembar remaja ini sekilas tak ada beda, mereka kembar identik, hanya t**i lalat di dagu Antar Reja yang bisa membedakannya dengan sang kakak Anta Sena. Mereka sudah semester empat, keduanya sangat paham jika bundanya hanyalah ibu rumah tangga single parent yang berusaha mencukupi kebutuhan keduanya dengan penghasilan cukup sebagai penulis dan owner dua toko roti di kota mereka. Sena dan Ejak bertanggung jawab terhadap kelangsungan dua toko roti mereka sejak mereka berkuliah meski tidak menetap di kota kelahiran mereka, mereka merasa bahwa saat ini adalah masa mereka membalas apa yang telah dilakukan oleh bunda, sejak kecil mereka sadar jika mereka tumbuh tanpa ayah, waktu kecil mereka sering bertanya, tapi sejak smp mereka sadar bahwa menanyakan keberadaan ayah sama saja dengan menyakiti hati bunda mereka. Yang mereka tahu, mereka punya ayah yang sah, dari akte kelahiran dan nama belakang yang mereka miliki, bahwa mereka lahir dari hubungan yang sah, nama Sastro Darsono melekat di belakang nama mereka dan mereka cukup hanya sekedar tahu tanpa bermaksud mencari, karena bagi mereka cukup bunda dan itu sudah segalanya. **** Deviana melanjutkan kembali tulisannya yang sempat terpotong karena ulah anak sulungnya, sebagai penulis terkenal dan produktif ia dituntut menghasilkan tulisan yang variatif dan komersil. Deviana dalam dunia menulis lebih dikenal senja sebagai nama penanya, sepuluh tahun terakhir dikenal sebagai penulis yang produktif, novel yang dihasilkannya juga bertema variatif, mulai remaja, rumah tangga, petualangan hingga cerita anak ia tulis. Jika ada yang bertanya mengapa ia seolah lancar menulis semuanya tanpa berpikir keras, jawabannya hanya satu, ia sudah kenyang menyusuri liku hidup, apa yang ia tulis justru untuk mengurangi beban yang ada dalam pikirannya. **** "Pergi dari sini kau w***********g, sejak awal anakku memilihmu aku sudah ragu kau wanita baik-baik, turunan tak jelas, bapakmu nggak tahu di mana, ternyata kau tertangkap basah main serong dengan sepupu suamimu sendiri, pergi kau dari sini, seret dia Wulan, keluarkan wanita laknat ini dari rumahku aku tidak mau rumahku panas karena perbuatannya." "Bibi..dengarkan dulu, aku menggendongnya ke kamar karena Devi pingsan, dia lapar bibi, ibu hamil sejak pagi tidak makan, aku hanya iba padanya, kami tidak melakukan apapun, silakan bibi menuduh apapun pada kami, tapi aku tahu bahwa ini hanya akal-akalan bibi memisahkan Devi dengan anak bibi, tapi ingat, perbuatan bibi ini akan membawa bencana bagi keluarga ini." "Wulaaan seret wanita itu cepaaat..," "Tidak usah diseretpun saya akan keluar dari rumah ini ibu, saya akan menjauh dari kehidupan keluarga ini termasuk mas Nanta suami saya..." **** Devi mendesah berulang, tiap ulang tahun perkawinannya, ia selalu ingat pada suaminya yang akan selalu ia cintai, kelembutan dan kebaikan suaminya yang selalu melindungi dirinya dari sifat keji ibunya dan adiknya yang bernama Wulan akan selalu ia ingat. Jika tidak ada Nanta suaminya maka ada Panji, sepupu suaminya yang akan siap melindunginya, tapi justru hal itu yang dijadikan alasan untuk mengusir saat menemukan dirinya dan Panji dalam satu kamar, saat Nanta sedang di Singapura, padahal Panji hanya merebahkan tubuh Devi yang pingsan, namun yang mereka katakan pada keluarga besar Sastro Darsono adalah mereka berdua ditemukan saling tindih di kasur. Saat itu memang kebetulan ada arisan keluarga di rumah orang tua Ananta, kejadian itu memukul telak harga diri Devi, yang membuatnya yakin bahwa meninggalkan suaminya adalah keputusan terbaik, ia dipermalukan di depan banyak orang oleh ibu mertuanya sendiri. Sedang bapak mertuanya hanya bisa memandangnya dengan tatapan iba tanpa bisa menolongnya, laki-laki baik yang tak akan mampu menahan kemarahan dan kejahatan istrinya. Akhirnya Devi pergi dari rumah itu, pergi jauh, ke daerah lain yang tidak terjangkau oleh keluarga Ananta, berikut suaminya. Sejak saat itu pula, Panji, sepupu Ananta terusir dari keluarga besarnya. Namun Devi memilih tidak bergantung pada Panji yang bulan-bulan pertama masih menghidupinya. Berbekal keyakinan dan uang yang tidak banyak dari Panji, ia berangkat ke Bali dan tinggal di Ubud, Devi beruntung ditampung oleh seorang wanita paruh baya yang cantik, berkewarga negaraan Italia, yang mengembalikan kepercayaan dirinya, mengajarinya membuat bermacam roti di toko miliknya sambil menyembuhkan kesedihan Devi yang terbuang dalam keadaan hamil. Sesekali Devi mengabari ibunya yang berada di Surabaya dan selalu berkabar bahwa ia baik-baik saja. Dan sempat pulang ke Suarabaya saat ibunya meninggal, kedua anaknya tidak ia bawa, ia kembali berpura-pura baik-baik saja dihadapan keluarga besarnya. Menahan sedih saat menatap pusara ibunya yang membatu sendiri tanpa ada nisan bapaknya yang entah berada di mana, sejak kapal barang tempat bapaknya bekerja karam di tengah laut saat usia Devi masih belasan tahun. **** Devi benar-benar merasa aman karena semua akses yang bisa menghubungkannya dengan suaminya ia buang semuanya. Yang paling membuat sedih Devi, saat ia akan melahirkan, hanya mama Sisilia, atau yang biasa Devi panggil Sisil, yang menemaninya, Devi sempat meneriakkan nama suaminya berkali-kali, saat kesakitan melahirkan Anta Sena dan Anta Reja, tangis Devi lebur waktu melihat kedua bayi kembarnya yang lucu. Mama Sisil yang memeluknya, menenangkannya dan membalut lukanya karena terbuang. Bagi Devi, mama Sisil adalah malaikat penolongnya, sedangkan bagi Sisil, Devi dan kedua bayinya adalah hiburan di masa tuanya, saat suaminya telah meninggal dan anak satu-satunya yang menetap di Italia sangat jarang menjenguknya di Bali. **** Devi mendesah pelan, ide menulisnya hilang seketika, saat mengingat wajah lembut suaminya yang entah seperti apa wajahnya saat ini, ia yakin suaminya menikah lagi, karena sudah 20 tahun mereka terpisah. **** "Bunda, aku sama Ejak mau ijin, ada pilihan PKL ke Jogjakarta, ada hotel besar di Jogjakarta yang akan menjadi tempat kami praktik, aku sebagai koki dan Ejak dibagian manajemennya," ujar Sena meminta ijin pada bundanya. "Berapa minggu?" tanya Devi kawatir. "Satu bulan bunda, sama teman-teman juga," jawab Sena. "Kok nggak milih hotel sekitar Bali aja, Bali loh nggak kekurangan hotel, sampe jauh milihnya ke Jogja," ujar Devi. "Lagian kok bisa sih barengan kan kalian beda kampus?" tanya Devi lagi. "Ya kebetulan aja bunda, lagian emang dari tahun ke tahun kampus Sena sama Ejak sering bikin program bareng kayak gini saat mahasiswa menyelesaikan semester empat," ujar Sena "Cari pengalaman lagi bunda, lagian kan nggak sendirian, sama teman-teman, pihak kampus juga bertanggung jawa selama kami di sana," ujar Sena lagi. "Cuman sebulan bunda, nggak lama," akhirnya Ejak bersuara. "Yah berhati-hatilah, kirim kabar ke bunda, bunda akan benar-benar kesepian selama empat minggu nggak diganggu kalian," ujar Devi akhirnya memberi ijin. "Kapan kalian berangkat?" taya Devi. "Minggu depan bunda," sahut Sena. Devi mengangguk dan berharap kedua anaknya akan aman-aman saja selama di Jogja, toh Jogja luas, tidak akan mudah bertemu dengan keluarga suaminya. **** Pagi ini Devi melepas kepergian anaknya dengan hati gamang, ini perjalanan jauh pertama bagi Sena dan Ejak. Dipeluk dan diciumnya kening anaknya satu per satu. "Jaga diri baik-baik, kabari bunda," ujar Devi. "Satu hal yang perlu kalian ingat, jangan pernah menyebut nama belakang kalian selama di sana," ujar Devi lagi dan membuat anaknya saling pandang. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD