Bab 2

1130 Words
Suara musik kembali berdentum, Reza dan Bayu kembali terlarut dengan suasana. Damar masih berasa linglung, otaknya belum sepenuhnya sadar. “Hai, Seksi.” James memeluk Riri. “Hai, Sorry ... aku datang telat,” balas Riri. James tersenyum.”Its, okay, Honey. Masih sibuk seperti biasa?” “Iya, lumayan menyita waktuku.” “Sangat. Aku merindukanmu,” bisik James. Riri tertawa geli.”James ... james ... dimana pacar kamu?” “Hah ..., entahlah. Mungkin  sibuk.” “Serius enggak tau? Kan, pacar kamu.” Riri tersenyum heran. “Aku juga enggak tau, belum resmi jadi pacar aku, sih, masih dekat, tapi sedikit ada gelagat yang aneh,” jawab James. “Kalau dia macem-macem, ya ... seorang James pasti bisa cari penggantinya dalam hitungan detik,” balas Riri. “Tapi, tetap kamu yang terbaik, Ri,” bisik James kemudian menarik Riri dalam pelukannya. Mereka berciuman. Riri melepas ciuman mereka.“Kamu juga yang terbaik, James.” James tersenyum, membelai wajah Riri.”Kamu enggak berubah, Ri, masih tetap begini ... tapi tubuh kamu semakin terlihat seksi. Semakin menggiurkan.” Riri menggeser tubuhnya sedikit menjauh, mengambil minuman di meja James.”Aku enggak seseksi itu. Masih banyak wanita di depan sana yang lebih menggiurkan.” “Oh, ya? Mereka memang seksi, tapi ... kamu itu mempesona. Sejak kedatangan kamu di sini, pandangan pria-pria di sini itu ke kamu terus. Tapi, aku tau ... Honey ku ini ... tau bagaimana bersikap.” “Ya, selalu.” Riri berbangga diri. “Tapi, kalau boleh tau kenapa kamu memilih Damar di permainan tadi?” tanya James. “Damar? Siapa?” Riri menatap James bingung. “Itu, laki-laki yang berbagi chery sama kamu,” tunjuk James ke arah Damar. “Oh, namanya Damar? Temen kamu?” “Manager di kantorku. Sepertinya kamu tertarik sama dia?” James mengerlingkan mata. “Tidak juga,” jawab Riri singkat. “Come on, Honey, aku tau kamu. Kalau dia tidak menarik, kamu pasti sudah pilih aku. Aku lihat kamu juga sempat ciuman sama dia.” James langsung mematahkan bantahan Riri. Riri tersenyum kecut, dalam hati ia merutuk kenapa James tau isi hatinya.”Oke, iya, dia menarik. Itu saja.” “Hmm ... pikiranmu sekarang sudah mulai kotor, kamu ngebayangin gituan sama dia, ya?” sindir James membuat wajah Riri merah padam. “James ... sudah, ah.” Riri tak ingin melanjutkan obrolan ini, sebab keinginannya untuk menyentuh pria bernama Damar itu semakin tinggi. Pertama kali ia melihat Damar saat sedang bicara dengan dua temannya. Dari caranya berdiri, caranya memandang, sikapnya dari kejauhan langsung membuat milik Riri cenat-cenut. “Sudah, enggak usah dipikirin. Kalau enggak tahan, aku siap kok, Honey,” bisik James mesra sekaligus mengejek Riri. Riri memukul James dengan tasnya, pria itu selalu tau bagaimana membuat Riri kembali lagi padanya. Harus bertekuk lutut memohon untuk dipuaskan. Karena sejauh ini hanya James yang bisa mengerti dirinya. Namun baik James maupun Riri tak pernah memiliki keinginan memiliki suatu ikatan hubungan. Hubungan mereka berjalan begitu saja seperti teman biasa. Namun tidak untuk urusan di ranjang. Hati Riri ingin sekali berlabuh, menemukan pria yang ia rasa tepat. Namun yang pasti orang itu bukanlah James.   ** Pagi hari Riri terbangun karena ada sesuatu bergerak di bokongnya. "James," panggil Riri. "Iya, sayang?" Jawab James setengah sadar. "Kenapa kamu bangunin aku?" James terbangun, ia mulai mengerti apa yang dimaksud Riri. James yang sejak semalam memeluk Riri dari belakang, membalikkan badan Riri. "Kamu yang bangunin aku, Sayang." Bibir Riri mengerucut, James mengecupnya. Kecupan James tak berhenti sampai di situ, tetapi berlanjut di leher. Menghabiskan malam yang panas dengan Riri tetap tidak membuat James merasa puas, bukan karena wanita itu tidak memuaskan, tetapi, James yang memang selalu menginginkan wanita itu. Riri menjambak rambut James dengan pelan. "Sarapan pagi,Sayang."James membuat tubuh Riri terlentang, lalu menikmati 'sarapan pagi' dengan Riri sebagai 'menu utama'. James terbaring di sebelah Riri dengan sisa-sisa desahannya. Riri menatap James, kemudian mengecup bibirnya. "Kamu puas?" tanya James. Riri mengangguk, lalu memeluk James."Hari ini aku terbang ke Bali." "Ke Bali? Ngapain?" "Pekerjaan," jawab Riri singkat. James menggeleng."Ri, kamu baru datang setelah beberapa bulan menghilang. Kenapa sekarang pergi lagi?" "Aku ke sini hanya untukmu, James. Nanti aku kembali lagi." Riri mencium pipi James. James mengangguk, meski ia berharap Riri terus di sini, bersamanya, tapi apapun yang dikatakan Riri tak bisa dibantah. James hanya menuruti perkataan Riri dan seperti biasa menyibukkan diri di kantor  Usai perdebatan panjang tadi dengan James, akhirnya Riri bisa pulang ke apartemennya dengan tenang. Sesampai di sana ia sudah mendapati beberapa koper sudah berjajar rapi. "Eve!" Panggil Riri pada Evelyn yang memiliki nama asli Evan. "Iya, say. Duh ... baru pulang. Darimana? Aku udah nungguin dari tadi," cerocos Eve. "Dari hotel , ketemu James semalam," jawab Riri santai. "Hmmm kalau udah ketemu James, lupa segalanya. Mendingan kalian nikah aja, deh," kata Eve. Riri hanya menggeleng, tak menanggapi ucapan Eve. "Barangku semua sudah dipacking?" "Sudah dong, lengkap-lengkip, say. Sama dildonya juga."Eve terkekeh. "Jadi jam berapa kita berangkat ke Bali?" "Eh, Say, aku lupa kasih tau kalau kita enggak jadi ke Bali. Soalnya masalah di sana udah beres." "Terus kita kemana?" "Ke Bandung, say. Kamu, kan belum pernah kunjungan butik kamu yang di sana.Abis dari Bandung baru, deh, kita ke Bali," jelas Eve. Riri mengangguk."Ya sudah atur aja. Aku tidur dulu bisa, kan? Aku capek." "Emang abis berapa ronde?" tanya Eve kepo. "Cuma dua," balas Riri dari atas. "Rugi dong. Mana James itu oke banget." Eve terus-terusan bicara hingga tak ada jawaban lagi dari Riana. Ia tertidur pulas. Sementara itu di tempat lain, tepatnya di kantor James, tiga orang pria yang selalu terlihat kompak itu sedang berdiskusi santai saat jam istirahat. "Semalem jadi deketin Riri?" Tanya Bayu. "Enggak. Keburu dia pergi ... terus aku dapat telepon dari Naina," jawab Damar  yang terlihat tak bersemangat. Reza mengernyit sejenak."Lah, Naina, cewek yang dari tahun kapan gitu lo suka. Masih komunikasi?" Damar mengangguk, napasnya terlihat berat saat mengingat Naina."Masih sering jalan. Tapi enggak ada kepastian aja. Iya gitu-gitu aja. Tapi, aku sayang sama dia." "Kenapa keadaan yang enggak membahagiakan malah dipelihara, Bro, rugi!" Ucapan Reza barusan begitu menampar hatinya. Bagaimana mungkin seharian menunggu pesan dari Naina, tapi saat Naina menghubunginya dan menyuruhnya datang, ternyata Naina minta tolong dianterin ke rumah temannya. Entah temannya yang mana. Atas dasar sayang, Damar melakukan apapun untuk Naina. Berharap suatu saat hati Naina akan memilihnya. "Denger-denger mau pergi, Bro?" Reza menepuk pundak Damar agar tidak melamun. "Eh, iya, ke Bandung. Cuma 3 hari, Pak James yang suruh. Ada kunjungan di sana." "Tumben Pak James nyuruh orang. Biasanya dia turun langsung," kata Bayu. "Lah, lo lupa besok itu penerimaan karyawan baru. Untuk penerimaan karyawan baru ..., Pak james kan teliti banget. Sampe harus ikut campur." "Kok lo tau?" Tanya Bayu pada Reza. Reza mendelik."Gue kan HRD, geblek!" Damar dan Bayu tertawa bersamaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD