2. Serangan Mendadak

1066 Words
Setelah wanita bernama Dara pergi dari Penthouse Marchel, suasana menjadi sangat sepi. Tidak ada pembicaraan lagi. Carol merasa sangat kebosanan. Ditinggalkan sendiri di depan tv sedangkan sang pemilik rumah masih di dalam kamar tidak keluar sedikitpun sejak tadi. "Sebenarnya apa yang dia lakukan di dalam ruangan itu?" Gumam Carol sambil melirik pintu kamar Marchel. Rasa penasara tiba-tiba saja menguasai kepalanya. Perlahan-lahan dia mendekati pintu kokoh itu dan membukanya sedikit demi sedikit. Terlihat tempat tidur di tengah ruangan tampak kosong. Dari yang hanya mengintip, sekarang Carol sudah memasuki ruangan itu tapi tidak menemukan siapapun. Membuatnya bertanya-tanya dalam hati, kemana perginya si muka datar dan irit bicara itu? Carol akui, kamar Marchel adalah jenis yang sangat rapih. Semua tertata dengan menarik di setiap sudut ruangan. Wangi laki-laki menguar ketika memasukinya, tapi Carol tidak tergoda sedikitpun. Semakin masuk ke dalam, Carol semakin yakin bahwa laki-laki itu tidak ada di sana. Lalu dia kemana? Carol tidak melihatnya keluar dari sana. Di salah satu sudut ada foto keluarga yang terpajang dengan bingkai kayu. Tampak begitu terawat karena tidak ada debu sedikitpun. Carol tersenyum menyadari bahwa di balik semua sikap Marchel yang menyebalkan, ada satu kelebihannya. Laki-laki itu sangat mencintai keluarganya. "Apa kau tidak tahu bahwa memasuki kamar seseorang sangat tidak sopan?"Caron hampir saja menjerit mendengar bisikan dekat sekali dengan telinganya. Bagaimana Marchel bisa tiba-tiba ada di sampingnya? Carol mengerjapkan matanya beberapa kali. Bulu matanya yang lentik ikut bergerak-gerak lucu. Kepalnya tiba-tiba saja kosong, dia bahkan diam saja ketika Marchel mendorongnya ke tengah tempat tidur dan menindihnya dengan gerakan begitu sexy. Baru tersadar ketika wajah laki-laki itu mulai mendekat, hendak berteriak tapi sudah dilumat terlebih dulu bibirnya. Matanya melotot, tapi aneh dia tidak bisa bergerak. Bahkan ketika bibir Marchel mulai bergerak, Carol menikmatinya. Antara hangat dan lembut bibir laki-laki itu, membuat sensasi rasa yang seperti berpusat di perutnya. Ini adalah ciuman pertama Carol yang diambil dengan tidak hormat oleh laki-laki datar dan menyebalkan seperti Marchel. Tapi Carol juga tidak tahu bahwa ini adalah ciuman pertama Marchel yang terjadi tanpa laki-laki itu sadari. "Marchelll!!" Teriakan itu membuat ciuman mereka terlepas. Berbeda dengan Carol yang terlihat gugup dan merasa seperti penjahat, Marchel justru terlihat begitu santai dan tanpa beban. "Mau apa lagi datang ke sini? Masalah kita sudah selesai" Carol menahan napasnya, sebab posisi mereka masih sangat intim. Bahkan ketika Marchel berbicara, aroma mint yang keluar dari mulut laki-laki itu tercium begitu nikmat di hidungnya. Sebelah tangan Marchel juga bergerak mengelus sebelah pipi Carol. "Apa yang sedang kau lakukan!" Terdengar nada marah dan frustasi dari wanita yang Carol yakin bernama Dara itu. Karena walaupun Carol tidak berani menoleh ke arah wanita itu, suaranya sudah terekam di ingatan Carol. "Menikmati waktu dengan calon istriku." Ketika terdengar derap langkah mendekat, Marchel bangun dan menarik Carol bangun ke belakang tubuhnya. "Kenapa kau melakukan ini padaku? Kau bahkan tidak pernah melakukan hal seromantis ini padaku. Mencium pipiku saja tidak pernah. Kau tanya kenapa aku bisa bersama Marco? Karena dia lebih bisa memberiku kenikmatan. Cinta saja tidak cukup Chel." Dara tampak sangat marah sambil mencoba meraih Carol tapi Marchel melindunginya dengan ketat. "Padahal aku menjagamu karena keluargamu yang begitu taat beragama itu. Tapi ternyata sebuah keluarga tidak bisa menjadi cermin yang tepat untuk seseorang. Silahkan keluar dan jangan mengganggu milikku! Kau tahu aku bisa melakukan apa saja." Carol diam saja, tidak mengerti harus melakukan apa. Ini adalah pertama kalinya dia berada di posisi seperti ini. "Aku akan membuat perhitungan dengan kalian berdua, lihat saja." Sambil menangis Dara berlari keluar. Marchel berbalik dan menatap dengan ekspresi yang tidak Carol mengerti. Jujur saja ini pertama kalinya ada laki-laki yang bisa membuat wanita itu tidak bisa berkutik dan melawan. "Jadi, apa yang kamu lakukan di dalam kamar pribadiku sayang?" Seringai yang ditampilkan Marchel membuat Carol merinding. "A-aku ta-tadi tidak—" Kalimat Carol terpotong oleh gerakan tiba-tiba Marchel memojokannya ke tembok. "Ma-maaf aku tidak melakukan apapun sumpah. Aku pikir kau kenapa-napa karena hampir tidak keluar sama sekali dari kamar jadi aku masuk untuk memastikan." Kalimat itu diakhiri dengan ringisan tapi ekspresi Marchel tidak berubah. Masih datar dan menakutkan dimata Carol. Terlebih jarak mereka yang begitu dekat. "Benarkah seperti itu?" Carol mengangguk dengan mantap. Tapi Marchel masih belum juga menyingkir. "Sayang sekali aku tidak percaya." "Sungguh aku tidak berbohong, kalau perlu cek saja barang-barangmu aku tidak mencuri." Kemudian Marchel menjauh dan bersedekap sambil memandangi Carol dari ujung kaki hingga kepala. Membuat wanita itu reflek menyilangkan kedua tangannya di d**a. "Baiklah anggap saja ciuman tadi adalah bayaranmu karena memasuki kamarku. Berani sekali lagi masuk ke sini, maka bayar aku dengan tubuhmu." Carol melotot dan semakin mengeratkan tangannya menutupi d**a. "Sekarang kita pergi." Belum sempat Carol berbicara Marchel sudah menariknya pergi dengan seenaknya. Jika wanita itu tidak butuh bantuan laki-laki menyebalkan ini sudah dia tendang selangkangannya seperti Rayhan dulu. "Kita mau kemana? Tolong jangan menyeretku seperti anak kecil." Marchel tidak menanggapi membuat Carol cemberut. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kencang. "Apakah kita akan pergi makan?" Marchel tidak menjawab. "Aku bertanya apakah kita akan pergi makan?" Ulang wanita itu lagi. "Tidak." Jawab laki-laki itu singkat. Marchel kemudian membelokan mobilnya dan arah yang dituju laki-laki itu membuat Carol melotot. "Jangan bilang kau mau membawaku ke tempat—" "Bisa diam tidak? Dasar cerewet." Kalimat menyebalkan yang diucapkan dengan ekspresi datar itu membuat Carol ingin berteriak kencang dengan ribuan makian. Tapi mati-matian dia tahan karena keselamatan reputasinya berada di tangan si irit bicara itu. "Ingat kesepakatan kita kan, kalau ka—" "Bisa diam tidak? Kepalaku pusing mendengar suara cemprengmu." Carol meremas ujung bajunya dengan kencang menahan amarah. Dia bahkan sampai menghirup dan menghembuskan napasnya berkali-kali demi mengurangi emosinya. "Ayo turun!" Carol tidak bergerak membuat Marchel berdecak dan menarik wanita itu keluar dengan paksa. "Aku akan melakukan apapun, tolong jangan kembalikan aku ke sini please!" Marchel tidak menjawab, hanya terus berjalan sambil menarik wanita itu. Ketika beberapa penjaga menyadari kehadiran mereka, Carol sudah memberontak ingin kabur tapi ditahan Marchel dengan kuat. Carol sungguh ingin menangis, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Bukan karena cengkeraman Marchel di tangannya yang terasa menyakitkan, tapi karena membayangkan akan menjadi seperti apa jika dia sampai kembali ke dalam sana. "Wahh kita kedatangan tamu agung membawakan rubah yang kabur, betapa baiknya tuan Marchel Prayogo." Carol mendekat ke arah punggung Marchel dan mulai terisak. Merasa takut pada semua orang, merasa dikhianati oleh Marchel tapi juga sekaligus merasa laki-laki itu satu-satunya tempat berlindung. "Apa kabar Madam Olive, senang anda masih mengingat saya." Carol semakin mendekati punggung Marchel dan sudah menempelkan wajahnya yang basah di punggung hangat laki-laki itu. Entah perasaan Carol saja atau memang benar, dia merasa Marhel mengeratkan genggaman tangannya di punggung tangan Carol. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD