Kecelakaan

1056 Words
“Sialan! Bisa-bisanya saya seorang laki-laki yang sudah sangat tampan, mapan, dan berwibawa seperti ini masih saja dikhianati! Mau yang seperti apa coba? Sialan, saya baru ingat, laki-laki tadi mantan sahabat saya waktu SMA.” Father benar-benar tak habis pikir dengan mantan kekasihnya itu, dan bisa-bisanya juga mantan sahabatnya berpura-pura tidak mengenalnya seperti tadi. Mobil yang saat ini Father kemudikan berbelok-belok tak menentu. Entah mengapa pikiran dan hatinya hancur, tak fokus, dan konsentrasi pun terganggu. Ciiiiiit ... Bruk! Terjadilah kecelakaan yang mengenaskan, mobil yang berbelok ke arah pohon tinggi itu pun sampai ke luar asap. Keadaan Father pun sangat memprihatinkan, tak sadarkan diri. Betapa bodohnya dia mengemudikan mobil tanpa seorang sopir seperti biasanya. Orang-orang yang tak sengaja melihat pun langsung berhamburan berniat untuk menolong pengemudi yang masih ada di dalam mobil, yaitu Father. “Waduh, masih ada orang di dalam. Ayo, cepat ke luarkan sebelum mobilnya meledak.” Bapak-bapak yang sukarela itu pun terus-menerus berusaha untuk menolong, sedangkan warga yang lain ada sebagian yang menghubungi pihak kepolisian, dan pihak ambulance. Setelah berhasil mengeluarkan Father dari mobil, tak lama dari itu mobilnya langsung meledak di tempat kejadian. Semuanya terkejut dan langsung menyelamatkan diri masing-masing. Father sudah dibawa ke rumah sakit dengan cepat, denyut nadinya melemah, keningnya yang berlumuran darah, kaki kanannya pun sampai memprihatinkan. Para suster mendorong brankar terburu-buru, sampai pada akhirnya sosok dokter ikutan panik melihat keadaan pasien yang begitu mengenaskan. “Ada apa ini? Kenapa korban sampai seperti ini keadaannya?” tanya dokter. “Dia adalah korban kecelakaan mobil yang menabrak pohon, Dok. Kami semua yang menolongnya, tolong selamatkan dia, Dok,” sahut salah satu warga. Para saksi pun sudah dimintai penjelasan secara detail oleh pihak kepolisian, sebagian mencoba untuk menghubungi pihak keluarga korban tetap tak ada satupun yang bisa dihubungi, ponsel Father masih bisa terselamatkan. “Pak, bagaimana kalau kita minta suster untuk melihat identitasnya saja, KTP atau apa gitu, semua nomor di ponselnya susah sekali dihubungi,” ucap seorang bapak-bapak. “Baik, biar saya yang bilang pada salah satu suster, kamu tetap hubungi siapapun itu,” sahut seorang ibu-ibu. Setelah meminta suster untuk mengambil salah satu identitas, yaitu kartu tanda pengenal yang ada di dalam dompet pasien. “Sudah ketemu, ini nomor perusahaan sepertinya, coba hubungi nomor yang ada dikartu ini,” titah ibu-ibu itu. Menghubungi pihak perusahaan akhirnya bisa, menunggu seorang asisten itu datang ke rumah sakit, semua orang yang sudah membantu pun bisa bernapas lega, akhirnya ada yang bisa dihubungi. “Kalian semua lebih baik pulang, biar saya dan Ibu ini yang menunggu,” titah seorang bapak-bapak. Semuanya mengangguk patuh, menyisakan dua orang saja yang menunggu Father di rumah sakit, sembari menunggu asisten itu datang. Sekitar lima belas menit, datanglah seorang laki-laki yang tak kalah tampan tergesa-gesa menghampiri para saksi itu. “Hallo, apakah benar kalian yang tadi menghubungi pihak perusahaan? Di mana Tuan Father? Bagaimana sekarang keadaannya?” “Pasien sedang ditangani oleh dokter di dalam, sudah sangat lama belum ada tanda-tanda apapun,” jawab ibu-ibu itu. “Oh, iya, ini semua barang-barang pasien yang masih bisa diselamatkan, kami sudah masukkan ke dalam kantong plastik seperti ini, ponsel dan semua identitas sudah lengkap,” kata bapak-bapak itu. Nama bapak tua itu adalah Arman, sedangkan ibu-ibu itu bernama Astri, sudah dicatat dengan baik oleh asisten untuk kepentingan nantinya, setelah semuanya selesai mereka pun pamit pulang, diberikan sejumlah uang pun tidak mau, menolak terus. Untung saja asisten sudah tahu nama mereka beserta alamatnya, tinggal menunggu Father saja, masih dengan perasaan khawatir. “Kenapa juga Tuan tidak meminta saya untuk menyetir atau pak sopir, jangan bilang kalau Tuan Father mabuk, ah tidak mungkin.” *** Dokter sudah menjelaskan begitu detail kepada asisten yang bernama sektretaris Al, kondisi dan keadaan Father seperti apa. Sudah selesai dioperasi, walaupun hasilnya tetap tidak memuaskan. “Apa Dok? Bos saya lumpuh? Kok bisa? Bukannya sudah dibayar mahal untuk operasi?!” “Bapak tenang dulu, biar saya jelaskan. Mari, kita ke ruangan saya,” titah dokter Leon. Setelah berbincang banyak di ruangan dokter, sekretaris Al pun melemas, mendengar semua pernyataan bagaimana keadaan bosnya saat ini. Father memang keras dan kasar, tetapi pada sekretaris Al selalu baik bahkan sudah seperti sahabat dekat yang tak terpisahkan. “Kenapa semua ini bisa terjadi? Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi padanya, semoga saja cepat sembuh biar saya bisa bertanya lebih, apa yang sebenarnya terjadi sampai mengemudi mobil seperti itu.” Seli sudah datang dengan membawa buah-buahan, sekretaris Al belum tahu apapun permasalahannya, jadi dia sampai memberitahu keadaan Father pada Seli. “Hei, sektretaris Al, bagaimana keadaan Father? Gimana kejadiannya, kok bisa dia nyetir sendiri, biasanya juga sama kamu, atau sopir.” “Sabar dulu, Nona Seli, saya pun tidak tahu apapun, saya sedang bekerja di kantor tiba-tiba saja ada warga yang menghubungi saya bahwa Tuan Father sudah seperti ini,” sahut sektretaris Al. “Terus keadaannya seperti apa sekarang? Dia ga papa, kan?” tanya Seli sangat khawatir. Di saat itulah, Seli tahu bagaimana keadaan Father. Merasa takut, bukan karena takut kehilangannya, melainkan takut masa depannya harus mengurusi keadaan Father yang sakit-sakitan, bahkan lumpuh. Setelah sekretaris Al menjelaskan panjang lebar, Seli hanya diam saja tanpa menjawab apapun. Jangankan untuk menangisi keadaan Father, merasa kasihan saja tidak. Ah, sialan banget. Walaupun dia kaya raya, serba punya. Kalau fisiknya seperti ini sekarang untuk apa? Aku nggak mau punya suami lumpuh kayak dia nantinya, hih, tapi ... kalau ditinggalkan sayang banget harta warisannya. “Nona, tidak kenapa-kenapa, kan?” “Ah tidak, kamu jaga dia baik-baik. Saya harus pulang karena ini sudah larut malam, sekalian ini titip buah untuknya. Bilang saja saya sudah ke sini, ya.” “Loh, kok Nona malah pulang. Gimana dengan Pak Father? Eh maksudnya Tuan Father,” tanya sekretaris Al lagi. “Loh, kok kamu berani, sih, panggil dia dengan Pak? Seakrab apa kamu sama dia,” cetus Seli. “Tidak kok, maaf ini saking khawatirnya, jadi salah sebut, Nona.” Hampir saja Al keceplosan berucap, karena Father pernah mengatakan bahwa Seli jangan sampai tahu mereka sebenarnya bersahabat baik, bukan sekadar bos dengan asisten. “Hmm, sudahlah. Intinya kamu jaga dia sebaik mungkin, saya pulang, jangan bilang apapun pada dia tentang saya selain saya sudah datang ke sini, permisi,” pamit Seli. Sekretaris Al pun merasa aneh, kok Seli yang berstatus kekasih Tuan Father itu terlihat seperti tidak peduli, separah itu keadaan Father, tetapi Seli langsung pulang tanpa berniat untuk menunggunya siuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD