Bab. 1 - Killer Boy

1169 Words
Ruang luas aula kampus Bina Bangsa tampak lenggang. Tapi di belakang panggung, beberapa orang sibuk melakukan segala tugas masing-masing. Tim Senat sedang mempersiapkan drama musikal untuk acara pentas seni tahunan kampus. Nessa selaku sekertaris tim, masih asik berkutat dengan laptop. Bukan karena mengerjakan tugas. Tapi gadis berambut hitam sebahu ini tengah hanyut oleh drama Korea kesayangannya. Anna, temannya muncul membanting sebuah map biru. Beberapa kertas di dalamnya menyembul keluar. "Gue kesel banget! Dia pikir semua hal harus sempurna apa?! Bener-bener tuh ketua Senat, bikin dongkol abis!" Anna mengoceh tanpa jeda. Berkali-kali membuang napas kasar. Emosinya selalu meluap bebas, ketika hasil kerja kerasnya diabaikan begitu saja. Diliriknya teman baik yang tak sedikit pun menampilkan kepedulian pada curhatannya. Ia ikut mencondongkan muka, melihat drama apa yang ditonton khusuk oleh Nessa. "s**t! Lo cuekin gue cuma karena Song Joongki? Song Hye Kyo? Ngeselin!" cibirnya menyebut dua nama aktor tampan nan populer, pemeran utama dalam serial Decendant Of The Sun. Bahkan hampir seperempat dunia telah demam akibat peran menawan dua lakon kharismatik ini. Nessa masih tak acuh. Tetap fokus pada kegiatan yang sebenarnya tidak berfaedah. Menikmati berbagai adegan yang ada dalam drama. Merasa amarahnya tak kunjung reda, Anna mendorong bagian atas laptop dan mengatupkannya. Kemudian kabur begitu saja. "Rasain!" ledeknya sembari tunggang langgang. "Anna! Gila lo!" umpat Nessa meradang. Pasalnya, laptop mati tepat saat adegan dokter Kang dan kapten Yoo berada di atas truk petani. Momen ciuman romantis baru saja akan terjadi. Namun semua sirna begitu saja. Nessa kesal bukan main, digebraknya meja keras-keras hingga menimbulkan dentuman nyata. Nessa bersungut. "Awas aja si Anna resek banget! Punya temen satu nyebelinnya kebangetan!" umpatnya penuh emosi. Baru saja Nessa hendak menyalakan laptop kembali, tapi seseorang menghalangi niatnya. Nessa ingin sekali menyemburkan omelan berbisa. Sebelum bibir berpoles lipstik merah jambu itu mengumpat, tatapan seorang cowok menghentikan niatnya. Pandangan ngeri ketua Senat yang terkenal dengan gelar Killer Boy, membungkam kalimat Nessa. Cowok itu melirik penuh emosi terselubung. Sementara Nessa hanya meringis, menggaruk tengkuk sebentar, lalu meraih laptop ke pelukan. Sayangnya Gama langsung merebut laptop dari pegangan si empu. Bola mata Nessa memelas sendu. Berharap benda miliknya itu tak disandera oleh Gama. "Gam, balikin dong, please," pintanya mengiba. "Elo bukannya belom kelarin tugas yang gue kasih ya?! Masih bisa enak-enakan santai? Buruan kerjain! Gue nggak mau tahu, hari ini kudu rampung semua!" tegas Gama tanpa mau dibantah. Satu tangannya lihai mengetuk meja menggunakan kertas koran di genggamannya. "Kejam amat sih lo. Gue udah sembilan kali revisi tahu! Seneng amat nyusahin gue. Dasar es batu!" keluh Nessa setengah mengejek. Gama menjitak kening Nessa kilat, meninggalkan suara rintihan khas Nessa. Beberapa pasang mata sudah menatap bergidik. Mereka amat tahu bagaimana karakter pemimpin organisasi mahasiswa berstatus jomblo akut tersebut. Mottonya hanya satu kata, yaitu perfect. Gadis itu menarik lengan Gama, begitu sadar ketuanya beranjak pergi membawa laptop kesayangannya. Nessa membutuhkan laptopnya. Bagaimanapun juga, ia masih belum menyelesaikan beberapa episode terakhir drama favoritnya tersebut. "Gama!" panggilnya histeris. Cowok berkaus putih dengan tulisan Giordano tersebut menoleh sedikit, "berisik amat," tukasnya santai. "Balikin dulu laptop gue!" "Ogah! Laptop lo gue sita sementara waktu. Garap dulu tugas lo. Kalau udah selesai baru gue balikin." "Heh! Gimana gue mau kerjain kalau laptop lu bawa?" Nessa tak menyerah mencari cara. Tanpa menjawab, Gama hanya mengangkat dua bahu sekilas. Ia tak mau tahu, intinya Nessa harus menyelesaikan semua tanpa laptop. "Gama! Balikin!" protes Nessa lagi. "Kerjain manual, Nes," katanya datar. Kemudian tetap melangkah santai meninggalkan Nessa yang kebingungan. "What?!" Nessa menghentakkan kaki, kesal. ==== Dua gadis duduk bertopang dagu di bawah pohon Angsana yang mulai berbunga kuning. Sejenak salah satu menekuk lutut, menyandarkan dagu pada lututnya. Seorang lainnya meluruskan kaki, sibuk menulis sesuatu pada lampiran kertas putih di pangkuan. Sesekali membenarkan kacamata baca yang ia pakai. Nessa bosan, jemarinya melempar kerikil sembarangan. Sejak pagi bibirnya mengerucut tak senang. Wajahnya juga jauh dari semangat. "Pinjem laptop lo dong, Na!" seloroh Nessa setengah memaksa. Anna hanya mengangkat sebelah alis. Nada itu terdengar seperti putus asa bercampur paksaan. Anna menarik napas dalam, melepas kacamata sebentar seraya menepuk pundak sahabatnya. "Asal lo tahu ya Nes, laptop gue juga disita sama si Killer Boy. Gara-gara gue keasikan nonton Upin Ipin pas nugas naskah drama kemaren." "Hah? Seriusan lo, Na? Lagian lo ada-ada aja sih. Udah segede gini masih aja hobi nontonin kembar botak. Bocah banget lo." "Nggak usah ngeledek deh, namanya juga selera. Suka-suka gue dong. Daripada nonton bokep nggak mutu nambah dosa, mending nonton kartun keles." "Iye juga sih. Eh tapi, beneran disita juga?" Nessa masih setengah kaget. Anna mengangguk. "Lo pikir ngapain gue susah payah nulis di kertas kayak gini? Kerjaan jadi double, harus nyalin lagi di komputer lab kampus." Anna menepuk-nepuk kertasnya dengan bulpoin hitam yang sejak tadi dipegang. "Hape lo ke mana?" "Ketinggalan di rumah. Kan kudu kelar hari ini." Tampang Anna tertekuk lesu, menyesali keteledorannya. Karena bangun kesiangan, ia harus buru-buru ke kampus mengejar jam kuliah pertama. Sampai kelupaan membawa ponsel. Sedangkan Nessa memang tak suka menonton film atau drama melalui ponsel. Katanya kurang jelas dan beda rasa. "Gue pengen banget ngerjain si Killer Boy! Geregetan banget sama kelakuan nggak jelasnya!" Nessa mengepal tangan penuh dendam kesumat. Melihat ekspresi sebal temannya, Anna menggeleng kepala tak habis pikir. "Yaudah sih biarin aja. Namanya juga tabiat." "Tetep aja gue nggak terima. Heran deh, kok bisa ya cowok aneh kek gitu punya pacar. Kasihan amat tuh cewek yang jadi pacarnya. Secara si Killer Boy kan perfeksionis banget," gerutu Nessa memendam sesuatu di hatinya. "Bentar deh, dia punya pacar?" Nessa mengangguk lunglai. "Katanya sih, ceweknya model gitu." Mendengar ucapan Nessa, Anna tak sanggup membendung tawanya. Ia terbahak sembari memegangi perut. "Lo kok malah ketawa sih?!" "Aduh Nes, lo lucu banget deh. Lo percaya dia bilang gitu? Model? Yang bener aja, cewek biasa aja lari ketemu dia, apalagi model?" ejek Anna di sela tawa. "Siapa tahu memang bener. Gimanapun juga, sebenernya tampang dia lumayan ganteng. Cuma ngeselin aja." Anna terdiam mendengar penuturan jujur temannya. Wajah Nessa berubah kuyu senyap, meski ada semburat rahasia terpancar di sana. Beberapa kelopak kuning Angsana jatuh di antara keduanya. Menghujani mereka dengan indahnya. Telapak tangan Nessa menengadah, menangkup guguran bunga dengan senyum tipis. "Nes, jangan bilang lo masih suka sama dia .... " Anna memainkan bulpoin ke perut Nessa. Berniat menggelitik sekaligus menggoda kawan baiknya. Ia tahu Nessa pernah mengaku pada Anna, bahwa Nessa menyukai Gama. Tapi Anna pikir semua sudah berlalu. Sayangnya, pandangan di mata kelabu Nessa cukup menjelaskan semua. Kenyataan tentang rasa yang masih ada. "Nggak!" dalih Nessa asal. Mulut boleh berkilah, tapi pipi meronanya telah menjawab kebenaran sesungguhnya. Gue bahkan nggak yakin sama perasaan gue sendiri... batinnya gamang. Nessa sadar, dalam waktu bersamaan bencinya dihimpun perasaan lain. Tersembunyi dalam ruang yang tak berani ia buka lebih lebar lagi. Baginya, kediaman lebih bermakna dari sekadar ungkapan nyata. Meski sering ia tertekan menghalau dentuman jantung yang menjerit tanpa permisi. Acap kali sebuah kilasan lalu terbayang di angannya. Selalu saja sosok Gama berhasil membuat Nessa tersenyum penuh arti. Tapi, apakah perasaan itu selamanya akan tetap meringkuk dalam hati semata? ============== Note : Kampus Bina Bangsa adalah kampus fiktif
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD