DUA

1835 Words
Pernahkah aku mengatakan bahwa hidupku seringan kapas? Tidak bukan? Syukurlah kalau begitu. Aku tahu kalian sedang bertanya kenapa aku mengatakan seperti itu. Baiklah aku akan menceritakan pada kalian. Belum lama ini --sekitar satu jam lalu-- dunia ku seolah runtuh, waktu berhenti berdetak, dan aku sulit bernafas seakan oksigen di permukaan Bumi menipis. Ya aku tahu kata-kata ku terlalu puitis, mendramatisir, berlebihan. Okay. Setelah kalian mendengarkan apa sebab-alasan ku kenapa aku mengatakan itu, aku yakin pasti kalian eneg. "maaf Bi, kita sudahi hubungan ini. Kita putus." "aku rasa kita sudah nggak cocok lagi. Maaf ya." Bagaimana rasanya jika kamu tiba-tiba diputusin pacar dengan alasan kita sudah tidak cocok? Baik, katakan aku berlebihan jika aku mengatakan dunia ku runtuh karena aku diputusin seorang pacar --ralat, sudah jadi mantan. Tapi asalkan kalian tahu, bagaimana pun hatiku sakit saat hubungan yang sangat ku jaga dan terlihat baik-baik saja --dimata ku-- jarang bertengkar, kalau pun ada kami bisa menyelesaikannya dengan cepat, tapi aku harus menerima kalau hubungan ini harus berakhir sia-sia. Hubungan yang sudah aku jalani selama 2 bulan, dimana aku baru pertama kali pacaran dengan seorang laki-laki most wanted seantera kampus. Menyukainya dalam kurun waktu lama, dan akhirnya hubungan kami semakin dekat hingga ia meminta ku sebagai pacarnya. Tentunya aku bahagia. Siapa sih yang tidak bahagia bisa berpacaran dengan laki-laki yang sudah lama kamu taksir? Walau faktanya hubungan kami dijalani backstreet. Hanya Karin --sahabat ku sejak SMA-- yang mengetahui hubungan ku. Leo tahu juga, tapi dia cuek. Kalau dia tahu aku putus mungkin dia tidak peduli. Alasan kami backstreet karena hubungan kami terbilang baru banget, aku dan dia cukup segan jika mempublikasikan hubungan kami ke semua orang. Terutama ia memiliki banyak fans di kampus, dari junior hingga senior. Sehingga kami memutuskan untuk menjalani hubungan kami seperti air mengalir, tahunya malah kandas ibarat ban mobil kempes. Angan ku bisa langgeng dengannya pupus setelah aku mendengar sebuah fakta yang berhasil mengguncangkan hatiku. "denger-denger Jeanne mengundang Erick ke Birthday Party nya di weekend besok, terus Erick mengiyakan. Kata anak-anak mereka lagi dekat." Mendengar itu aku sudah tidak tahu apa yang harus aku lakukan selain menangis sesegukan didepan Karin. Aku tidak peduli jika mahasiswa lainnya melihat ku menangis ditengah kantin kampus yang cukup ramai. Tapi kegiatan ku tidak memiliki daya tarik menjadi tontonan asik bagi mereka. Karin berusaha menenangkan ku dengan menepuk bahuku pelan sambil mengatakan sabar. Kata sabar tidaklah cukup untuk mengobati luka ku. Yang ada tangisan ku makin menjadi. "kalau dia memang sayang sama kamu, nggak mungkin dia putusin kamu terus langsung deketin Jeanne..." "...kecuali dari awal dia sudah nggak sayang lagi sama kamu." Hatiku semakin nyeri mendengar ucapan Karin, dimana kata-kata itu menyerempet ke kenyataan. Kalau memang Erick sayang sama aku, tidak mungkin setelah putusin aku ia langsung mendekati Jeanne. "lupain dia aja Bi. Cowok kayak dia nggak pantas buat kamu. Buktiin kalau kamu baik-baik aja setelah diputusin sama dia." Aku belum ada menyahut omongan Karin. Kadang mulut itu memang gampang buat berucap, tapi pas dilakuin itu sulit. Ditambah hati malah jadi ngilu. "kita datang ke Party Jeanne, kamu dandan yang cantik supaya banyak yang lirik. Aku yakin Erick bakalan menyesal putusin kamu." Aku mengerutkan dahi sembari mengusap wajah ku yang masih sembab, "party Jeanne?" "iya." Karin mengangguk. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari tas jinjingnya berwarna abu-abu, 2 kartu undangan yang tertulis Jeanne's Party disana. Design kartu yang cantik dengan tulisan timbul disana, menandakan bahwa acara akan digelar meriah dan mewah. "kita diundang ke party-nya. Nanti kita ke Butik mama ku, pilih pakaian sebagus mungkin buat pergi ke party. Aku akan bantu kamu buat cari pakaian yang cocok." Aku hanya mengangguk dengan pikiran gamang. Tapi apa yang dikatakan Karin benar, aku tidak bisa menangisi Erick terus padahal dia tidak menangisi ku sama sekali. Tak ada salahnya juga aku mengikuti arahan Karin untuk mampir ke Butik dan melihat-lihat pakaian yang akan ku kenakan nanti. Satu per satu aku melihat pakaian yang tergantung menumpuk di wardrobe. Setelah kami tiba di Butik mamanya Karin, Karin meninggalkan ku sesaat untuk menemui mamanya di ruang kerja yang berada di lantai 3. Aku melirik baju blink-blink silver, pakaian yang begitu terbuka menampilkan belahan d**a dan mengekspos seluruh area punggung. Segera aku mengembalikan pakaian itu ke tempat asalnya, mendadak aku merinding memikirkan bila aku memakai pakaian itu. Pulang-pulang aku malah dikerokin karena masuk angin. Pandangan ku kembali berpencar, sibuk mencari pakaian yang cocok untuk ku pakai. Tapi aku belum menemukan satupun yang sesuai, hingga Karin menghampiriku dengan beberapa pakaian yang ia tengger di satu lengannya. Karin meminta ku untuk mencoba semua pakaian yang ia bawa, kali ini aku menyukai pakaian pilihannya. Dan aku menyukai salah satu pakaiannya yang tertutup dibagian depan namun terbuka dibagian punggung, setidaknya pakaian itu dikategorikan masih aman untuk ku pakai. Aku memilih pakaian tersebut dan segera ingin ku bayar ke kasir, namun Karin tidak meminta ku membayarnya. Beruntungnya aku mempunyai teman kayak Karin, lumayan kan punya pakaian baru dan bagus tanpa harus menguras uang jajan. ***********************************  "kakak mau kemana?" Leo memperhatikan ku dari ujung kepala ku sampai ujung kaki, lalu balik lagi menatap ku dengan tatapan aneh. Aku memang jarang berdandan dan memakai pakaian bagus, wajar saja kalau Leo memandangiku seperti itu. "mau pergi." balas ku sambil memeriksa isi clutch ku supaya tidak ada yang tertinggal. "tumben pakai pakaian bagus, diajak nge-date?" "tidak," sela ku langsung. "kakak udah putus." "oh!" Benar kan apa kata ku kalau Leo tidak akan peduli. Heran deh tidak ada ekspresi simpati sedikitpun. Sebelum Leo mengajak ku berbicara lagi, terdengar bunyi klakson mobil datang menandakan bahwa Karin sudah tiba menjemput. Tanpa bertanya Leo sudah tahu kalau itu adalah Karin, dia sudah hapal dengan nada deru mobil dan klakson mobil Karin. Bergegas aku melangkah keluar sembari berpamitan dengan Leo. ***********************************  Kami tiba di sebuah gedung mewah dibilangan Jakarta Selatan. Sebelum kami melangkah memasuki gedung aku kembali memeriksa penampilan ku, melihat ada pantulan diriku terlihat jelas di kaca mobil orang lain aku mempergunakan kesempatan untuk memoles lipstick lagi dan menyisir rambut ku. Sesaat aku memandangi diriku disana, memantapkan hati ketika aku akan bertemu dengan Erick nanti. Tapi aku percaya jika Erick masih memiliki perasaan terhadap ku. Kami belum lama putus, sudah pasti Jeanne adalah pelarian Erick. Aku melangkah bersama Karin dengan langkah anggun seolah kami sedang catwalk di fashion show ternama, melewati beberapa tamu Jeanne yang belum memasuki Aula tengah. Acara digelar di dalam Aula luas dan megah berada di lantai 1. Kami disuguhkan dengan alunan musik merdu dan padatnya para tamu yang berkerumunan sendiri-sendiri, bisa ku lihat jika tamu yang Jeanne undang bukan hanya anak-anak kampus saja. Aku akui Jeanne memang terkenal pandai bergaul, siapapun kenal dengan Jeanne. Apalagi Jeanne juga seorang Selebgram. Aku tidak perlu menjelaskannya lagi pada kalian betapa terkenalnya Jeanne. Kami menghampiri posisi Jeanne yang berada ditengah Aula, dan sempat langkah ku tersendat ketika Erick bersisian dengan Jeanne. Laki-laki yang sudah memutuskan ku belum lama ini sedang tertawa bahagia bersama Jeanne, satu tangannya merangkul pinggang Jeanne dengan mesra. Pemandangan itu berhasil meletupkan amarah dan sedih ku. Karin mengucapkan selamat pada Jeanne terlebih dahulu, disusul aku kemudian. Sesaat pandangan ku dan Erick bertemu, namun Erick langsung memalingkan pandangannya pada Jeanne. Berusaha keras aku menahan rasa panas di rongga dadaku. Aku dan Karin menyingkir dan duduk di table bersama teman-teman jurusan ku. Acara dimulai dengan hikmat dan diakhiri dengan acara bebas yang sudah melantunkan lagu DJ cukup keras. Mendengar dentuman lagu itu membuat kepala ku mau pecah, tapi aku belum bisa mangkir sebab Karin sedang diajak minum oleh teman-teman ku. Aku memilih duduk diam di table dan meminum soda kaleng. "eh dia datang tuh!" seru salah satu teman ku sambil menunjuk seseorang, wajahnya yang memerah sehabis minum tak menyulitkannya untuk menunjuk seseorang yang ia maksud. Kami yang terpancing seruan teman ku menoleh kearah tunjuknya, seorang laki-laki mengenakan jaket kulit hitam dan shirt putih sedang berbicara dengan temannya sambil memegang gelas minuman. "itu siapa?" tanya Karin memperhatikan laki-laki itu. "itu Arshaka. Gila dari jauh aja ganteng banget!" Aku membuka dan menyipitkan kedua mata ku agar aku bisa melihat laki-laki yang dimaksud. Remang lampu menyulitkan ku untuk menatapnya. Masih sibuk memperhatikan orang itu, aku mendengar segala pujian yang dilayangkan pada laki-laki itu. Tapi yang aku dengar pujian itu mengarah bahwa dia adalah laki-laki badboy yang sangat disukai para perempuan. Aku tercenung mendengar dia masih duduk dibangku SMA. Seharusnya dia tidak berada disini, sebab pesta Jeanne banyak suguhan minuman alkohol. "terakhir dia deket sama Lisa. Denger-denger mereka juga udah pernah having s*x, dan sampai sekarang Lisa masih ngejar-ngejar Shaka." Di lingkungan pertemanan ku, having s*x sudah dianggap biasa oleh mereka. Mau tidak mau aku harus menerima keadaan itu walau pikiran ku masih kolot. Bagiku having s*x masih tabu untuk ku bicarakan. Tidak sembarangan dilontarkan apalagi jika pikiran kita belum terlalu open. Tapi Having s*x tidak selalu mengandung kata kotor, bagiku itu adalah ilmu pengetahuan. Aku tidak menampik hal itu, karena suatu saat nanti aku akan membutuhkan ilmu itu demi masa depan ku bersama laki-laki yang akan bersama ku kelak. Terlalu banyak berpikir aku tidak sadar jika laki-laki yang sedang dibicarakan menghampiri table kami, ternyata dia kenal dengan teman-teman ku. Aku memperhatikan kegiatannya yang sedang asik mengobrol dengan salah satu teman ku bernama Samuel. Pembicaraan mereka tak terlalu terdengar oleh ku karena suara mereka tenggelam dengan dentuman musik yang semakin keras. Tapi aku tidak peduli, jadi aku memilih untuk menengok ponsel ku dan melihat-lihat semua akun media sosial ku disana. Sembari scrol aku meneguk minuman soda ku. Sebelum aku menghabiskan minuman ku, pandangan ku bertemu dengan pandangannya. Cukup lama kami terpaku aku segera mengalihkan pandangan ku kembali menatap ponsel. Tapi aku merasa bahwa aku diperhatikan, sehingga aku mendongak dan kembali mengalihkan pandangan ku ketika laki-laki yang bernama Arshaka masih menatap ku, yang kini menatap ku dengan lekat. "kamu mau pindah Bi? Kamu diliatin sama Arshaka terus." Karin sadar kalau laki-laki itu tak henti menatap ku, aku mengiyakan ajakan Karin dan kami pergi meninggalkan table. Aku dan Karin memutuskan untuk duduk di minibar yang berdekatan dengan dance floor. Ketika aku menyapu pandangan, aku menangkap sosok Erick dan Jeanne sedang menari disana. Aku bisa lihat bagaimana mereka tertawa lepas, begitu menikmati lagu mengiringi tarian mereka. Aku juga bisa lihat senyum Erick begitu tulus pada Jeanne. Senyum yang tak pernah ia bagikan padaku. Hatiku mencelos, mengingat semua ucapan Karin berkeliaran didalam kepala ku. Mungkin Erick memang tidak memiliki perasaan apapun padaku. Kalau itu benar, kenapa dia bilang dia suka sama aku? Kenapa dia minta aku jadi pacarnya? Kenapa dia begitu mudah mematahkan hatiku disaat aku lagi sayang-sayangnya? Hatiku sakit, terasa hatiku diremas kuat oleh sesuatu tak kasat mata. Letupan panas memenuhi rongga dadaku sampai ke ubun-ubun. Perasaan ini sungguh menyiksa. Melihat ada minuman kalengdidepan ku, aku membuka dan meneguk minuman yang terasa pahit dan panas didalam tenggorokan ku. "ya Tuhan, barusan aku minum apaan?" Aku memeriksa label kaleng, seketika nafas ku tercekat ketika aku melihat bahwa minuman yang aku minum adalah alkohol. Sial! Segera aku menjauhkan minuman itu sejauh mungkin. Dan buru-buru aku bangkit dari bangku untuk mencari Karin, terakhir Karin pamit kalau ia pergi ke toilet. Namun langkah ku limbung, untungnya aku belum berhasil terjatuh karena ada seseorang membantu memapahku. "kamu mabuk." Aku menoleh kesamping, mendapati seorang laki-laki mendekati ku dengan simpulan senyum. Samar-samar aku memperhatikan laki-laki, senyum ku terbit sebab Erick lah yang memapah ku.  "Erick," panggilku lirih padanya. Senyum ku semakin mengembang saat ia membalas senyuman ku. "aku percaya kalau kamu masih sayang sama aku, Erick." Spontan aku mengalungkan tangan ku ke leher lalu aku kecup bibirnya untuk pertama kali. Ternyata ciuman pertama itu memang begitu memabukkan. Bahkan ada rasa manis yang menguar di bibir ranumnya, hingga cecapan ku semakin keras. "aku suka ciuman mu," dia mengucap kata itu dengan suara serak nan dalam setelah ciuman kami terlepas, suaranya membuat hatiku berdesir. Namun seketika aku sadar, suara itu bukanlah suara Erick. Aku menatap wajahnya lagi dan mencerna didalam kepala ku yang terasa melayang ke udara. Laki-laki yang sedang memelukku bukanlah Erick. Tapi laki-laki yang bernama Arshaka. Aku mencoba menjauhkan diri darinya, tapi terlambat, pelukannya semakin ia eratkan lalu ia mengecup bibirku. Ciuman yang mengundang beberapa pasang mata memperhatikan kami. ***********************************
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD