Aku menelusuri jalan setapak tak mulus dengan kontur tidak rata. Ada tanjakan setelahnya turunan, kemudian berkelok-kelok. Jalanan khas perkampungan yang masih jauh dari peradaban. Kuhirup aroma khas rerumputan yang baru tersiangi matahari setelah berembun di pagi hari. Pepohonan di kanan kiri yang rimbun mengingatkanku kejadian di hutan jati. Ah, Rony. Kenapa dia terus membayangi? Berkali-kali langkahku terhenti saat harus menyapa beberapa orang yang kutemui di perjalanan. Beramah-tamah khas orang desa. Beberapa diantaranya bahkan menawariku untuk singgah sekedar minum atau bercerita panjang lebar. Tentu kutolak. Rinduku pada Ibu lebih tinggi menggunungnya. "Ibuuu!!" jeritanku mengagetkan Ibu yang berada di halaman. Ibu pasti habis mencuci peralatan makan di sungai. Masih tersisa

