RADHA memutuskan untuk pagi-pagi sekali pergi dari rumah keluarganya menuju unit apartemen Layla, ia memencet bel beberapa kali sampai akhirnya Layla keluar dengan wajah bantal, Radha yakin 1000% kalau gadis ini baru bangun tidur.
"Yaampun Ra! Ternyata lo yang dateng? Gue pikir siapa pagi-pagi gini ganggu tidur gue... Yuk masuk."
Radha tersenyum kecil dan masuk ke dalam apartemen bertipe studio milik Layla, seisi ruangan gadis itu tampak berantakan, teman Radha yang satu ini termasuk dalam kategori perempuan cuek dan berantakan. Menyadari Radha yang bingung mau duduk dimana, Layla segera mendorong tumpukan bajunya ke lantai.
"Duduk aja disana. Angkat kaki kalau nggak mau dilewatin kecoak," ujarnya santai.
Layla mengambil dua kaleng minuman bersoda dan menyodorkannya di hadapan Radha. "Thanks," sahut Radha pelan. Seorang perempuan keluar dari kamar mandi dan menatap Radha dengan Layla dengan tatapan terkejut, begitu pula dengan Radha sendiri.
"La? Dia siapa?" Tanya gadis itu.
"Oh, temanku. Ra, itu Nazlie. Nazlie, ini Radha."
Gadis itu berjalan mendekat dan tersenyum. "Ohh jadi ini Radha ya? Wah cantik banget ya."
Radha tersenyum kikuk dan mengangguk. "Halo Nazlie," sapanya pelan.
"Kalo gitu La, aku pulang dulu ya. Kamu ke bar enggak ntar malem?" Tanya Nazlie seraya meraih tas jinjingnya, Layla menggeleng dengan cepat. "Enggak. Entar malem harus manggung. Kamu ke bar entar?"
Nazlie mengangguk. "Iya, ada shift malam." Nazlie pun memeluk Layla sebentar lalu melambaikan tanganya kearah Radha dan keluar dari apartemen Layla.
Radha menatap Layla bingung seraya menunjuk pintu. "Itu siapa lagi?"
"Oh..." Layla meneguk sodanya. "Nazlie Tawaphon. Keturunan indo-thai. Cantik ya?"
Radha mengangguk. "Iya, cantik banget. Pantesan..." Radha turut membuka kaleng minuman dan meneguknya.
"Sooo, what's bring you here? Tumben enggak nyari Viona," tanya Layla.
"La, ini itu jam 7 pagi dan Viona pasti masih sibuk di café-nya, gue enggak mungkin gangguin dia."
Layla terkekeh dan mencibir pelan, "Dan akhirnya lo datengin gue yang pengangguran begini?"
Radha menatap Layla sebal dan memprotes. "Gue itu lagi dalam masa sensitive nih! Jangan makin bikin sebel deh!" omelnya.
Layla terbahak keras sampai hampir menumpahkan minuman yang dipegangnya, ia yang semula berdiri memilih untuk duduk di samping Radha, menduduki beberapa kertas yang tentunya Radha tidak tahu itu apa.
"Okay, okay, jadi mau cerita apa?" Tanya Layla sembari melempar kertas yang ia duduki tadi ke belakang sofa.
"Gimana kalau gue bilang gue mau nikah?"
Layla memelototkan matanya dan memutar tubuhnya menatap Radha sepenuhnya, ia mengguncangkan kedua bahu Radha. "Lo serius?"
"Kan gue bilang 'kalau' La, k-a-l-a-u."
"Tapi gue yakin lo pasti bakal beneran mau nikah, sama siapa sih? Emang lo punya pacar? Ah sial padahal gue pikir, gue berhasil bikin lo jadi lesbi." Radha segera mencubit pinggang Layla dengan sebal. "Duh sakit!" keluh Layla.
"Gue itu normal Laaa, n-o-r-m-a-l."
Layla mengangguk sedih. "Iya, dan cuma gue yang nggak normal."
Radha yang merasa tak enak segera memeluk Layla dari samping. "Oh come on La, you know that I love you just the way you are 'kan?"
Layla menoleh kearah Radha dan mengangguk. "Heem, I know that." Layla mengibaskan tangan kanannya. "Udahlah nggak usah bahas gue. Sooo, who's that f*****g lucky bastard?" lanjutnya.
"Max. Maximilian Archangelo Dexter. Dan alasan gue menikah sama dia karena, ya anggap aja semacam dijodohkan gitu lah."
Radha tidak mungkin menceritakan kenyataan dibalik alasan ia ingin menikahi Max. Lagipula ia ingin mempertanyakan ini kepada Layla untuk membantunya memutuskan pilihannya. Layla memang bukan penasihat terbaik seperti Viona tetapi Layla itu benar-benar pendengar yang baik.
"W-whaaaat?!" pekiknya heboh. "Dijodohin?!" lanjutnya lagi.
"Heck! Kita ini di abad 21 meen dan lo dijodohin sama dia?!" Radha mengangguk pelan. "Oh, tapi nggak masalah sih. If I were you, I would marry him too."
Perkataan Layla membuat Radha melongo seketika. "B-but you're lesbian 'kan La?! Kenapa lo mau nikahin dia?!"
"I would turn to f*****g straight kalau nikahnya sama dia. Heck, he's the most wanted billionare in Southern Asia! Masa lo enggak tahu?!"
Radha menggeleng cepat, Layla mengatur nafasnya dan menatap Radha serius. "Dia masih 29 tahun, orang terkaya nomor 3 di Indonesia, punya aura yang kuat dan tegas, wajah yang ganteng banget dan lo nggak mau nikah sama dia?! Ayo tukeran posisi sama gue yang mengenaskan ini."
"Tapi La..."
"Oh gue lupa!" Layla menjentikkan jarinya. "Seinget gue, dia pernah punya beberapa partner one night stand terus gue curi denger gitu deh semua partner one night stand-nya selalu bilang he's the best partner ever when making in love."
"Laylaaa! Ini tuh pernikahan! Bukan sekedar lo making love semalem terus besok pergi gitu aja! This is different okay! Gue bakal terjerat seumur hidup sama dia yang bahkan nggak pernah gue cintain. Lo mending, kalau lo suka sama seseorang ya wajar kalian making love or whatever itu bersama. Lah gue?"
Layla menghela nafasnya dan mengangguk. "Iya sih. Cuma kalau dia partner yang hebat di ranjang, lo juga bakal seneng 'kan?"
"Pleasee Layla nggak usah bahas ini!" keluh Radha sebal.
"Yaampun! Lo ini kayak anak perawan aja deh pertama kali ngomong ginian malu-malu kucing!" Layla berdecak pelan. "Heran deh sama lo, biasa aja kaliii."
"Ya tapi 'kan geli La. Ish," sungut Radha. "Jadi menurut lo gimana? Gue harus nikah sama dia gitu walaupun tanpa cinta?"
"Why not?" Layla mengangkat salah satu alisnya. "But if you a super religious person and believe in one holy marriage until you die, you should think it twice."
"We're talking about a f*****g marriage! Kalau lo merasa lo nggak akan bahagia nikahin dia, lo nggak bisa jatuh cinta sama that f*****g handsome bastard itu, dan lo ngerasa tertekan, mending nggak usah dinikahin," lanjutnya.
Layla menepuk pundak Radha. "You know 'kan betapa susahnya cerai di Indonesia ini? Dan juga kalau lo cerai dari dia, pasti wajah sama nama lo bakal muncul diseluruh portal gossip se-Indonesia—atau bahkan se-asia tenggara—because we're talking about the holy Maximillian Archangelo Dexter."
"Dia sehebat itu ya?"
Sejujurnya Radha tidak pernah tahu tentang dunia bisnis karena ia selalu berpikir kalau Kris-lah yang akan melanjutkan bisnis ayahnya, atau paling mentok Mimi. Ia tahu, ia tidak mungkin bisa melanjutkan seluruh usaha ayahnya itu, untuk itu ia memilih untuk cuek dan buta dengan dunia bisnis.
"Girl, Max itu orang terkaya no. 3 di Indonesia setelah Michael Veron Soedjono dan Stefan Karsten Widjaya, lo tahu 'kan? Jangan bilang lo enggak tahu dua manusia ganteng ini juga." Radha menggelengkan kepalanya, ia cukup sering mendengar dua nama itu tapi ia kira mereka itu semacam aktor atau penyanyi. "Dia juga terkenal sebagai orang yang cukup berpengaruh, cermat melumpuhkan musuhnya, dan bakal ngedapetin apapun yang dia inginkan."